Pertanian yang salah, ditambah rusaknya alam, akan dekat dengan kemiskinan parah. Pasalnya, pertaniannya tidak membuat petani kaya. Kenapa? Mereka membeli bibit dari tengkulak, pupuknya utang dan dibayar saat panen, lalu pas panen harganya malah jatuh.
”Karena harga jatuh, mereka terkadang minus, akhirnya berhutang kepada bank keliling atau tengkulak. Bahkan kalau mereka sakit, menjual tanah. Jadi, dari kerusakan ekologi tiba-tiba ada pemiskinan masyarakat. Kerusakan ekologi akan menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan,” ungkap Budhiana.
Melihat permasalahan tersebut, Budhiana berharap Muhammadiyah bisa menjadikan perbaikan ekologi sebagai agenda teologi utama. Budhiana juga mendorong Muhammadiyah bisa menciptakan model-model ekonomi sirkular berbasis komunal. “Muhammadiyah harus memimpin di depan,” tandas Budhiana.
Sementara itu, inisiator Mimbar Iqra UM Bandung Roni Tabroni mengatakan bahwa konsep pemberdayaan yang dilakukan Odesa Indonesia di Cimenyan, Kabupaten Bandung, patut menjadi bahan inspirasi bagi Muhammadiyah, Aisyiyah, dan UM Bandung sendiri.
”Pemberdayaan yang sesungguhnya ya seperti yang dilakukan oleh Pak Budhiana dan kawan-kawan Odesa di Cimenyan,” ujar Roni.
Tambahan informasi, Mimbar Iqra kali ini mengetengahkan tema “Peran Odesa dalam Melestarikan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.”
Hadir pada Mimbar Iqra edisi ke-10 kali ini para mahasiswa, perwakilan tenaga kependidikan UM Bandung, dan perwakilan dosen. Diskusi berlangsung santai dan khidmat dengan ditemani berbagai camilan ringan.***(FA/FK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H