Mohon tunggu...
Umaya Kholida
Umaya Kholida Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030138 Ilmu Komunikasi 2023 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mahasiswi Ilmu Komunikasi 2023 UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lebaran di Pondok Krapyak: Emang boleh Seasyik Itu?

18 April 2024   22:19 Diperbarui: 18 April 2024   22:23 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi khas Idul fitri khusus para santri yaitu mudik atau pulang ke kampung halaman. Para santri yang menimba ilmu di pondok pesantren di kota besar atau luar daerah yang jauh dari orangtua, juga melakukan tradisi ini. 

Tujuannya adalah satu, melepas rindu sekaligus menyambung kembali silaturahim yang terjeda oleh jarak. Momentum lebaran menjadi momentum yang penting dan paling ditunggu oleh para santri. Berkumpul dengan keluarga dimana semua orang saling memaafkan untuk menuju hal yang baik. 

Meski sejatinya saling memaafkan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun namun tetap hari raya Idul Fitri yang paling ditunggu-tunggu. Momen ini juga merupakan hari kemenangan. Kemenangan yang dicapai karena berhasil menahan hawa nafsu melalui puasa serta tantangan di Bulan Ramadhan. 

Idul Fitri yang dirayakan dengan penuh suka cita bersama keluarga serta harapan doa panjang umur agar bisa tetap bertemu dengan keluarga tersayang di lebaran tahun selanjutnya.

Namun, tidak semua orang melakukan tradisi mudik lebaran. Sebuah laku tirakat bagi santri yang memilih tidak pulang ke rumah saat libur Lebaran yaitu memilih mukim di pondok saat hari raya Idul Fitri. Mukim artinya tinggal di pondok saat hari raya Idul Fitri. Tidak ada harapan bagi santri, selain berkhidmah untuk mendapat berkah dan ridho dari para guru, Pak Kyai dan Bu Nyai.

Salah satunya, khidmah di pondok Beyt Tahfidz An-Nafisah yang berlokasi di Jalan Ali-Maksum No. 378 Krapyak Yogyakarta. Pondok Beyt Tahfidz An-Nafisah atau yang biasa dikenal dengan Komplek BETA adalah pondok tahfidz yang diasuh langsung oleh Ibunda Nyai Durroh Nafisah Ali putri Allahuyarham Simbah Kyai Ali Maksum sekaligus cucu Allahuyarham Simbah Kyai Munawwir. Disini santri bisa berkhidmah dengan mukim berlebaran di Pondok.

Roihatul Jannah, salah satunya. Santri asal Cirebon Jawa Barat itu, sudah menyantri di Beyt Tahfidz An-Nafisah (BETA) Krapyak Yogyakarta selama 3 tahun. "Saya mulai nyantri dibeta tahun 2021 bulan apa ya lupa kalau tidak salah bulan agustus, karena tidak lama saya di BETA terus saya mengikuti upacara dan lomba 17 agustusan itu seingat saya," ucapnya, kamis (18/4).

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Tahun ini adalah kedua kalinya ia memutuskan untuk tidak mudik Lebaran. Ia bersama santri lainnya memilih menghabiskan waktunya di pesantren. 

"Saya lebaran dipondok sudah 2 kali ini, tahun 2023 dan 2024. Tahun 2023 pertama kali lebaran dipondok masih beradaptasi belajar dengan suasana lebaran dipondok yang tentunya berbeda dengan suasana lebaran dirumah, lebaran dipondok  banyak pelajaran baik menurut saya pribadi, banyak hal yang belum saya tau, belum saya bisa dan belum saya fahami seperti apa siii lebaran dipondok? Ditahun setelahnya tahun 2024 lebaran dipondok yang saya tau, yang saya bisa dan saya fahami dari lebaran sebelumnya saya jadikan pelajaran lebih baik lagi dilebaran tahun 2024 sekarang ini, dan tentunya bertambah pelajaran lagi apa yang saya ambil dari pelajaran di tahun sebelumnya," ujarnya dengan raut yang bahagia.

Ada beberapa alasan kenapa santri memilih mukim. Salah satunya adalah karena kampung halaman yang jauh menyeberangi laut dan sebagainya. Ada juga yang beralasan tidak pulang sebelum pintar atau khatam mengaji sehingga baru pulang saat sudah lulus atau khatam nanti. 

Pada dasarnya, alasan mukim atau tidak pulang itu tidak akan kuat jika tidak dilandasi oleh rasa hormat kepada kiai atau nyai sebagai figur teladan yang dipatuhi dan dita'dzimi. 

"Alasan saya, pengalaman itu guru terbaik ada pepatah seperti itu, nahhh... Saya memilih lebaran dipondok itu sebuah pengalaman yang tidak bisa terulang lagi ketika saya sudah dewasa dan sudah punya pendamping hidup atau sudah punya anak, oleh karna itu selagi masih jadi santri saya akan belajar dari pengalaman, dari pengalaman ini banyak hal baik yg diarahkan untuk dikerjakan, saya jadikan sebagai pengetahuan dan pelajaran baik yang harus saya terapkan, kalau belum bisa menerapkan minimalnya saya tahu seperti apa siii lebaran dipondok itu hehehe," katanya dengan penuh kebahagiaan.

Merayakan Idul Fitri di pondok tidak kalah menyenangkan dengan merayakannya di rumah bersama keluarga. Meski tidak sama, namun ada hal menarik yang membuat lebaran di pondok terasa sangat membahagiakan. 

Bertakbiran bersama di ndalem, salat Ied di masjid Al-Munawwir pusat bersama para masyayikh pondok yang penuh hikmat, serta bisa sungkem setelahnya merupakan energi positif yang menimbulkan perasaan bahagia. 

Bagi kami, santri yang memilih mukim di pondok, memanfaatkan momen ini untuk sowan, membantu Bu Nyai membersihkan pondok, dan melayani tamu yang tidak pernah sepi.

Hal yang berbeda dan menarik saat mukim di pondok yang kami rasakan adalah dengan jumlah santri mukim yang jauh lebih sedikit dari biasanya, kita dapat lebih banyak melakukan sowan-sowan kepada masyayikh dan dzurriyah pondok. 

Sowan yang dilakukan bisa lebih intens karena masih dalam suasana Idul Fitri yang sangat kental dan mendapatkan hikmah serta doa beliau secara langsung. Kesempatan inilah yang menjadikan mukim berbeda serta jarang didapatkan oleh santri pada umumnya. 

"Hal menariknya itu berbeda dengan lebaran dirumah. Dirumah lebaran bisa dirasakan 1 sampai 2 hari, Dipondok BETA rasanya full penuh dibulan syawal, karna dari tanggal 1 syawal hingga selesai bulan syawal banyak yang berdatangan pada beliau pengasuh pondok BETA Krapyak Yogyakarta (Ny Hj Durroh Nafisah) untuk mengucapkan selamat hari raya idul fitri, meminta maaf serta meminta barokah doanya dengan harapan Allah memberkahi hidupnya," ujar santri yang kerap dipanggil roi oleh Bu Nyai Nafisah

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Meskipun sudah kedua kali merasakan lebaran di pondok, perasaannya tetap sama, yakni campur aduk. Sebagai manusia, rasa sedih dan kangen ingin sungkem orang tua pasti ada. Namun, semua gelora itu ditahannya dengan penuh suka cita diganti dengan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang tidak ada habisnya. 

"Perasaan sebetulnya sedih, senang, dan bersyukur. Sedihnya saya tidak bisa sungkeman meminta maaf dan berjabat tangan secara langsung dengan bapak ibu, keluarga, saya meminta maaf hanya bisa lewat lisan via VC WA dan tulisan chat WA, dari situ saya mengucapkan selamat hari Raya Idul fitri, meminta maaf dan meminta doa dari keluarga. Senangnya lebaran saya dipondok, keluarga di rumah ibu dan bapak saya alhamdulillah sehat dan keluarga juga sehat sehat. Senang dan bahagia semua karena saya dan Keluarga sudah saling memaafkan. Alhamdulilah keluarga mengizikan dan mendukung penuh keputusan saya untuk berlebaran di pondok, gak merasa keberatan saya lebaran dipondok, karena memang saya ada niatan untuk tau dan belajar, lebaran dipondok. Bersyukurnya pengetahuan dapat didapatkan dari pengalaman, kalau saya tidak punya pengalaman lebaran dipondok mungkin saya kurang begitu faham, bagaimana saya menghormati hari Raya Idul fitri," ucapnya santri yang kerap dipanggil mba iha di BETA.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun