Penjelasan yang disampaikan guru tersebut hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. Dalam kondisi seperti ini, guru memiliki kompetensi pedagogis yang rendah karena tidak mampu memahami situasi dan kebutuhan siswa mereka sehingga gagal memberikan pemahaman yang maksimal dalam proses pengajaran. Tentunya tiap penyakit akan berbeda obatnya. Tiap masalah akan berbeda pendekatanya.
Namun, tidak adanya sistem yang memungkinkan guru mengevaluasi dirinya sendiri menyebabkan guru tidak mampu mengetahui masalah dari aktivitas mengajar yang mereka lakukan. Jika memang pengajar asing yang didatangkan tersebut bertujuan untuk melatih dan mengasah kemampuan guru untuk memetakan masalah pembelajaran dan menciptakan formula yang tepat maka kebijakan ini patut untuk didukung.Â
Namun, jika training oleh guru asing bertujuan untuk mengajarkan mata pelajaran yang akan diajarkan atau tata cara mengajar yang baik versi mereka, maka program ini sebaiknya dipikirkan ulang mengingat masih banyak masalah pendidikan yang lain yang lebih prioritas untuk dibenahi ditengah anggaran pendidikan yang terbatas.
Kedua, dari sistem pengembangan guru profesional, tampaknya pemerintah masih memandang guru seperti bejana yang harus di isi. Guru adalah manusia. Mereka bukanlah mesin otomatis dengan memory card yang tertanam di otak mereka.Â
Oleh karena itu, penggunaaan trainer asing untuk peningkatan kompetensi guru adalah ikhtiar yang perlu dipertanyakan. kebijakan ini ibarat mengundang ahli petualang dari Eropa untuk mengajar masyarakat suku dayak pedalaman tentang bagaimana cara terbaik dalam menelusuri hutan Kalimantan agar mereka tidak tersesat dihutan mereka sendiri.Â
Guru lokal lebih memahami kontradiksi yang mereka alami sehari-hari. Yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah sistem yang mendorong mereka untuk lebih kompetitif dan kreatif agar mereka dapat menciptakan metode pembelajaran yang tepat sesuai anlisis kebutuhan, kondisi sekolah masing-masing, dan tujuan pendidikan nasional.
Rendahnya kualitas guru hendaknya dilihat dari akar masalah tentang bagaimana sistem pendidikan dan pengembangan profesi guru yang menciptakan para guru hingga hari ini. Ketimbang mendatangkan trainer asing sebagai jalan instan meningkatkan kompetensi guru, kenapa pemerintah tidak menciptakan sistem yang kompetitif yang memungkinkan para guru mengembangkan kompetensi mereka secara mandiri.Â
Di negara maju guru memungkinkan didepak dari sekolah jika tidak mampu memenuhi ekspektasi siswa dan sekolah. Sistem inilah yang mendorong para guru untuk terus mengembangkan diri jika ingin bertahan dengan profesinya karena guru sebagai pekerja profesional dibayar mahal sesuai dengan skill yang mereka miliki yaitu mengajar. Guru di negara maju terdorong untuk melakukan riset untuk mengetahui sejauh mana metode pengajaran yang dilakukan benar-benar efektif digunakan.
Sementara di Indonesia guru diakui sebagai profesi akan tetapi banyak guru yang sangat tidak profesional. Guru yang tidak mampu mengajar dan tidak menguasai materi pelajaran tetap saja harus mengajar jika status mereka adalah PNS. Mereka dibayar perbulan karena status bukan karena kemampuan dan skill mengajar yang mereka tunjukkan. Akibat keterampilan pedagogis yang rendah tidak jarang terjadi kekerasan baik itu dilakukan oleh guru ke siswa maupun sebaliknya.Â
Guru PNS di perebutkan di setiap rekruitmen PNS pemerintah karena gaji guru masih lebih baik dibandingakan banyak jenis pekerjaan di bidang lain. Tidak ada sistem reward dan punishment yang memungkinkan guru di nonaktifkan jika tidak mampu menjalankan fungsinya.Â
Tidak ada sistem evaluasi menyeluruh yang memungkinkan guru yang teridentifikasi tidak mampu menjalankan fungsinya diberhentikan dari aktifitas belajar mengajar. Karena sistem inilah guru menjadi tidak kompetitif dan terdorong untuk mengembangkan kompetensi mereka secara mandiri.Â