Mohon tunggu...
Umar Syarif
Umar Syarif Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar

Membaca merupakan hobi saya karena dapat inspirasi dari guru, membaca adalah jendela ilmu ujarnya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Triple Bottom Line: Dalam Mewujudkan Bisnis Berkelanjutan di Era Modern

19 Juli 2024   12:05 Diperbarui: 19 Juli 2024   12:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Triple Bottom Line (TBL) pertama kali diperkenalkan oleh Elkington pada tahun 1994. Dalam bukunya yang berjudul Cannibals with Forks, Elkington menjelaskan TBL sebagai economic prosperity, environmental quality, dan social justice.

Menurut Smith dan Sharicz (2011): "The result of the activities of an organisation voluntary or governed by law, that demonstrate the ability of the organisation to maintain viable its business operations (including financial viability as appropriate) whilst not negatively impacting any social or ecological systems."

Menurut Andrew Savitz dalam Slaper dan Hall (2011): TBL "captures the essence of sustainability by measuring the impact of an organization's activities on the world.... including both its profitability and shareholder values and its social, human and environmental capital."

Menurut Sustain Ability dalam Mitchell, et al. (2008): "The whole set of values, issues and processes that companies must addres in order to minimise any harm resulting from their activities and to create economic, social and environmental value." Definisi yang lebih sempit: "A framework for measuring and reporting corporate performance against economic, social and environmental parameters."

Berdasarkan definisi-definisi di atas, TBL dapat disimpulkan sebagai tiga pilar dalam pengukuran kinerja, yaitu dari sisi ekonomi atau keuangan, sosial, dan lingkungan. Sebagai pengukur kinerja, konsep TBL seringkali dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu keuangan dan sosial.

Perkembangan zaman menuntut perusahaan untuk tidak hanya memperhatikan laba semata, namun juga kondisi sekitar dimana di dalamnya termasuk aspek masyarakat dan lingkungan hidup. Ketiga aspek ini disebut juga sebagai Triple Bottom Line (TBL). Sebenarnya, pendekatan ini telah banyak digunakan sejak awal tahun 2007 di Indonesia seiring perkembangan pendekatan full cost accounting yang banyak digunakan oleh perusahaan sektor publik. Pada Perusahaan sektor swasta, salah satu bentuk TBL diterapkan dalam penerapan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR).

Konsep TBL mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). Kepentingan stakeholder ini dapat dirangkum menjadi tiga bagian yaitu kepentingan dari sisi keberlangsungan laba (Profit), sisi keberlangsungan Masyarakat (People), dan sisi keberlangsungan lingkungan hidup (Planet).

Tujuan penulis dalam artikel "Triple Bottom Line (TBL)" adalah untuk memperkenalkan konsep TBL secara menyeluruh, dimulai dengan pengertian dasar dari TBL, melanjutkan dengan penjelasan tentang sejarah dan perkembangan konsep ini, menguraikan tiga komponen utamanya yaitu keuntungan (profit), orang (people), dan planet (planet), serta menggambarkan berbagai manfaat yang dapat diperoleh bisnis melalui penerapan TBL. Dengan memberikan informasi ini, penulis berharap dapat meningkatkan pemahaman pembaca tentang pentingnya mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam praktik bisnis untuk mencapai keberlanjutan yang holistik.

Triple Bottom Line : People

Ketika memikirkan tentang "pemangku kepentingan" dalam sebuah perusahaan, mungkin yang terlintas adalah pemegang saham atau pengambil keputusan utama. Ini adalah pandangan tradisional, tetapi konsep People, Planet, dan Profit (Triple Bottom Line) lebih luas. Dalam konsep ini, "People" mencakup semua orang yang terlibat, termasuk karyawan, pemegang saham, pelanggan, komunitas yang terpengaruh, dan orang-orang dalam rantai pasokan. Ini juga termasuk generasi mendatang yang mungkin merasakan dampak dari tindakan perusahaan.

Teori People, Planet, dan Profit menekankan bahwa perusahaan perlu memastikan semua orang mendapat manfaat. Bagi karyawan, ini berarti memberikan gaji yang layak, memastikan kondisi kerja yang aman, dan membantu mereka memahami nilai pekerjaan mereka. Perusahaan juga perlu memiliki kebijakan yang adil, termasuk praktik anti-diskriminasi dalam perekrutan dan mendorong keberagaman di semua tingkatan perusahaan. Selain itu, perusahaan dapat menciptakan perubahan positif di komunitas mereka dengan mendukung hak asasi manusia dan berupaya mengakhiri kelaparan dan tunawisma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun