Aku mengenalnya, inilah gadis yang kemarin duduk di bangku taman sendirian. Bahkan ketika langit sudah gelap ia masih tetap setia di sana, ia tidak beranjak pulang. Gadis yang membuatku penasaran semalaman.
Percakapan kami berhenti sampai di situ, tidak ada lagi pembicaraan di antara kami. Diam beberapa saat sampai rasa penasaran kemarin muncul di benakku. Bukankah kemarin gadis itu begitu terlihat murung? Mengapa saat ini ia bisa telihat seperti beban kemarin yang ia rasakan hilang? Akhirnya aku memberanikan diri untuk sedikit bertanya dan mengorek beberapa hal mengenai gadis itu. Gadis yang membuatku penasaran.
"Maaf anda ada perlu apa ke sini?" aku bertanya kepadanya.
"Memeriksakan kakiku" jawabnya.
"Memangnya kenapa kakimu?"
"Patah, hehehe" jawab gadis itu sambil tersenyum.
Aku menelan ludah, kakinya patah tetapi ia masih bisa tersenyum ringan seperti itu. Entah itu dibuat-buat atau memang ia benar-benar menerimanya. Lagi-lagi aku tidak bisa membaca matanya, ini senyum tulus atau hanyalah sebuah kebohongan belaka agar kesedihannya dapat tertutupi.
"Tidak apa aku sudah menerimanya kok, mungkin Tuhan memiliki rencana lain", gadis itu menambahkan lagi, pastilah ia melihat mukaku yang tampak ikut sedih mendengar kakinya yang patah itu.
Tidak sempat menjawabnya karena nomor antrianku sudah dipanggil berkali-kali oleh penjaga loket. Aku harus bergegas masuk ke ruang dokter untuk cek kesehatan.Â
Selesai. Pintu kubuka dan gadis itu sudah tidak sabar ingin masuk ke ruang dokter. Sebelum itu aku sudah bertanya namanya, ternyata namanya Alia dan sekilas dengan terburu-buru ia menjelaskan alamat rumahnya. Ternyata tidak begitu jauh dari rumahku yang berada di blok D perumahan Jatiasih.
Setiap pagi aku melatih otot kakiku agar mampu berlari jauh. Jogging setiap pagi di lingkungan perumahan sendirian sudah menjadi rutinitas akhir-akhir ini. Tes masuk perguruan tinggi semakin dekat, tentu saja kesempatan bagus tidak akan datang dua kali. Keyakinan untuk diterima begitu kuat mengingat selama ini aku bagus dalam berolahraga.