Mohon tunggu...
Uma F. Utami
Uma F. Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Wirausaha

Hidup di ujung timur Indonesia, suka jalan-jalan ke alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kekalahan Kakek

14 Desember 2022   13:34 Diperbarui: 17 Desember 2022   00:30 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata orang wajar-wajar saja sesama orang tua berdebat, watak orang tua akan terlihat menonjol. Seperti kekanak-kanakan mereka akan mempertahankan apa yang menurutnya benar. 

Seperti waktu itu, masalah pintu saja bisa membuat perdebatan hebat antara Nenek dan Kakek. Kakek yang selalu terburu-buru ke sawah selalu lupa menutup pintu, sedangkan Nenek selalu memarahi Kakek. 

Nenek bisa saja langsung menutupnya setelah tahu Kakek lupa, beres sudah masalahnya. Nenek dan Kakek memiliki cara tersendiri, begitulah orang tua.

Rokok lintingan Kakek tidak habis ia isap, masih tersisa banyak. Kakek sepertinya sedang tidak bernafsu untuk merokok, dan lebih memilih tidur. Kembali aku bermain-main dengan kambing Kakek yang masih kecil, berlarian ke sana ke mari mengganggu kambing itu.

Sebenarnya aku tahu benar penyebab Kakek seperti itu, ya kepergian Nenek yang baru beberapa minggu yang lalu. Beberapa minggu lebih baik daripada beberapa hari setelah kepergian Nenek. 

Sehari setelah kepergian Nenek, Kakek lebih banyak tidur. Kakek hanya keluar untuk waktu-waktu tertentu saja misalnya untuk buang air atau mandi. Bibi anak pertama Kakek juga bercerita bahwa Kakek sulit sekali makan. 

Aku juga tahu hubungan Kakek dengan Nenek memang tidak harmonis, walaupun begitu setidakharmonisnya hubungan mereka tetap saja mereka saling suka bahkan dapat mempertahankan rumah tangganya sampai tua. 

Setelah hari kematian itu kursi di teras menjadi sahabat setia Kakek, sahabat setia Kakek diwaktu melamun. 

Melamun untuk membunuh kesepian yang Kakek rasakan, membunuh semua kenangan yang mengganggu pikiran. Kain batik Nenek yang dijemur di pelataran menjadi pemandangan sehari-hari yang asyik bagi Kakek. 

Burung-burung perkutut Kakek yang berada di kurungan juga diam setelah kematian Nenek. Burung itu sepertinya juga tahu apa yang dipikirkan oleh pemiliknya. Rumah tua ini menjadi semakin suram, sunyi, dan senyap. Seperti kuburan Nenek, sunyi tetapi damai.

Akhir pekan ini berakhir dan aku harus kembali ke rumahku. Seminggu kemudian ponselku berbunyi menandakan sebuah pesan singkat masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun