Mohon tunggu...
irawan boma
irawan boma Mohon Tunggu... lainnya -

pengamat kehidupan, praktisi revitalisasi untuk sustainability (lingkungan) hidup, saya sungai, saya suka hujan, mendung, guntur, namun paling suka cahaya yang menyembul dari balik awan tebal.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Balada Paceklik Logika

16 Maret 2015   01:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:36 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dua tahun lebih sedikit sejak terakhir saya menulis di Kompasiana, waktu memang berlalu begitu cepat, lalu saya berpikir tentang bergesernya "axis" bumi ini, planet kita tercinta ini, sampai-sampai ada perlunya untuk mengubah suaikan arah penyembahan, bergesernya koordinat keseimbangan medan magnet bumi yang konon juga mempengaruhi mahluk hidup yang hidup diatasnya, baik berpijak pada tanah maupun yang tidak, baik berjasad, maupun yang tidak, namun pikiran itu pelan menghantarkan pada seabrek artikel pendukung, riset dan pembuktian ilmiah yang harus dilakukan untuk mendukung suatu tulisan yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya, dan dengan demikian, "tik...tok...tik...tok..." jarum panjang kedua pada jam analog terus bergerak dan demikianlah waktu terus terlewatkan tak menyampaikan maksud dan tujuan, berlarut, membusuk tanpa membeku.

Khawatir akan pikiran yang melantur, berbicara tanpa bukti tak beda dengan anjing menggonggong, babi menguik, ayam berkotek dan bebek ber-"kwek...kwek...kwek..."

Lalu cicak berdecak, dan protes Leak mengakak,

"BODOH!!!" pekiknya,

"Anjing menggonggong, babi menguik, ayam berkotek dan bebek ber-kwek-kwek-kwek tak perlu bukti, demikianlah sejati mereka, demikianlah suara mengandung makna BODOOOOOOOOOOOOHHHH!!!" teriaknya sambil berlalu, lalu saya tertegun, tertunduk malu.

Maka sadarlah bahwa suara terlontar meninggalkan jejak, terekam dalam semesta, tak hengkang dimakan jaman, berkumandang bagai pusaran, bersahutan segemerintik hujan, menggelegar dalam awan, sehalus hembusan angin mendesis di permukaan cawan.

"Apa yang kau bisa sumbangkan, di-anjing-anjing-kan, di-babi-babi-kan, dibebal-bebalkan pun mereka tak lagi punya telinga untuk mendengar, apalagi yang bisa kau sumbangkan? Percuma, sungguh percuma, segelintir pemikir yang berpikir benar, bersinggungan siku dan berbagi sate bersama pun bersuara nyaring dalam kehampaan sumur tak berdasar?Apa yang bisa kau sumbangkan?" tegur seorang sahabat yang sedang meneteskan airmata melihat harga beras yang ringan bak uap air menari ke awan.

Saya masih berpikir tentang repotnya mengumpulkan data ilmiah pergeseran "axis", karena saya yakin bahwa segala pernyataan harus mempunyai dasar logika yang kuat dan pembuktian ilmiah secara empiris, seperti kenyataan bahwa satu ditambah satu itu menghasilkan dua, bahwa satu biji kedelai itu bila ditambahkan satu lagi biji kedelai menghasilkan dua biji kedelai,

kedelai, bukan keledai, dungu,

bahwa keledai itu dungu adalah pernyataan marjinal, hantam kromo, "stereo typing", "fabel" dan/atau cerita rakyat,

kurang ajar, membuktikan bahwa tak semua keledai dungu pun tetap perlu pembuktian ilmiah empiris yang seyogyanya (kenapa bukan sejakartanya) dapat diterima secara akal sehat, kok repot sekali ya?

Padahal saya itu hanya mau bertanya,

"Pak, otak bapak di dengkul, apa di kepala?", jelas ini pertanyaan retorik, mana ada otak di dengkul, semua otak ada dalam kepala, lalu tidak semua keledai dungu itu pelan harus diterima sebagai pernyataan yang sah, karena bila keledai dungu berarti pemilik keledai lebih dungu dari keledai itu sendiri, lalu demikianlah otak saya terus berputar dan berputar dan berputar, berotasi, berotasi, berotasi pada pusaran "axis" yang perlahan bergeser, sedikit demi sedikit, detik demi detik, lalu menit, jam, hari, bulan, tahun....lalu.....

Terbangun, saat sekumpulan pemikir ulung mulai berkata bahwa sebenarnya satu tambah satu itu bisa jadi hasilnya tiga, seperti bebek mengaum, lutung berkotek, ayam menguik, babi berkokok dan macan mengembik,

"mbeeeeekkkk...mbeeeekkkk....mbeeeeeeekkkkk....."

"Jadi sebenarnya maksud dan tujuanmu itu apa?" tanya sahabatku.

Melayangkan-pandang pada indahnya Gunung Agung, langit berganti warna, awan membentuk lukisan, semesta bergerak dan terus bergerak, merekam, memutar ulang, memaparkan bukti, satu kedelai ditambah satu kedelai menghasilkan dua kedelai, tanam, tumbuh, sabar dan menghasilkan banyak, dalam ketekunan dan pengharapan.

Perlahan saya menjawab,

"Saat kedelai itu mulai bertumbuh banyak, keledai yang katanya dungu itu akan mengangkutnya ke pasar, akan tiba waktunya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun