Mohon tunggu...
irawan boma
irawan boma Mohon Tunggu... lainnya -

pengamat kehidupan, praktisi revitalisasi untuk sustainability (lingkungan) hidup, saya sungai, saya suka hujan, mendung, guntur, namun paling suka cahaya yang menyembul dari balik awan tebal.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rajam Saja Penzinah Itu!

17 September 2012   17:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:20 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu hebatnya ilusi, ilusi itu sendiri menjadi kenyataan, kita ini terbentuk oleh sebuah ilusi yang berjudul "AKU" yang kemudian berkorelasi dengan milikku, punyaku, diriku, identitasku, profesiku, dan seabrek "ku-ku" lainnya.

Tenang, saya tidak sedang membahas benar dan salahnya pola pikir ilusi "AKU", namun yang sedang cukup mengganggu dalam pikiran adalah labelling bila tak mau disebut stigma, yang diciptakan oleh masyarakat yang kemudian mengarah pada stereotyping dan generalisasi.

Kebanyakan kita melihat diri kita dari kacamata orang lain yang memandang kita, kita merasa tidak cukup puas melihat diri kita bila kita tidak cukup sama dengan orang lain yang kita pandang, disinilah pokok ilusi "AKU" yang saya maksudkan.

Kita terpana melihat iklan sebuah kebahagiaan, tabungan yang cukup, rumah di perumahan ternama, dua anak, kalau bisa sepasang, senyum lambaian tangan istri menghantarkan suami berangkat kerja menggunakan dasi dan setelan jas misalnya, merek mobil yang menunjukkan status.

"Itu lho bahagia!" jelas proses pikir ilusi "AKU" pada kita.

Identitas ilusi "AKU" , membuat orang yang naik mobil anu, kalah derajat dengan orang yang naik mobil merek inu.

Identitas ilusi "AKU", kalau tidak menenteng Tablet PC di mall, aku ini tidak lengkap sebagai aku.

Pola-pola identitas ilusi "AKU" cenderung mengkaitkan identitas diri kita pada apa yang kita miliki, jadi kita seringkali merasa tidak lengkap sebelum memiliki ini, itu dan hal-hal yang sebenarnya tidak kita butuhkan, thus identitas ilusi "AKU" adalah cikal bakal konsumerisme yang menggerogoti sebagian bessssaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrr dari spesies kita.

Identitas ilusi "Aku" juga cikal bakal penggembokan identitas diri kita yang sebenarnya, adalah baik adanya norma dan aturan yang ada dalam lingkup sosial bermasyarakat dan bernegara, identitas ilusi "AKU" berkata pada kita, tentang baik dan buruk, benar dan salah, membentuk pola pikir kita sedari usia dini, positifkah ini, jelas positif, benturan dan chaos dapat diminimalkan.

Sisi negatifnya - bila aku tidak sama dengan orang itu, maka aku ini bukan orang, aku ini tidak atau belum lengkap sebagai orang, apa itu namanya kalau bukan stereotyping?

Aku yang sebenarnya, tenggelam oleh "AKU" identitas ilusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun