Mohon tunggu...
Izzatul Ulya
Izzatul Ulya Mohon Tunggu... Lainnya - tertarik dengan baking roti dan gambar

kunjungi juga: iublognote.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Implementasi Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 tentang Tarif Angkot

28 Agustus 2017   22:38 Diperbarui: 4 Maret 2019   16:54 3518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komponen ketiga dari sistem hukum adalah budaya hukum. Yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum -- kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan. Tanpa budaya hukum, sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya -- seperti ikan yang mati terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya. Friedman mengibaratkan sistem hukum itu seperti "struktur" hukum seperti mesin. Substansi adalah apa yang dihasilkan atau dikerjakan oleh mesin itu. Budaya hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.[4]

  •  Sistem Penetapan Tarif Angkot

Sistem penerapan tarif adalah cara pengenaan tarif pada penumpang. Cara yang dipakai akan memegang peranan penting dalam pengolahan angkutan umum agar nilai tarif yang sudah ditetapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pengguna dan dapat menggerakkan lalu lintas dengan lancar. Secara umum, menjelaskan tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur dan dihitung menurut kemampuan angkutan. Tarif operasional ialah tarif angkutan dimana terdapat perbedaan tarif menurut jarak kecepatan, atau sifat khusus dari muatan yang diangkut, sedangkan dalam melakukan penetapan besar nilai tarif didasari oleh dua nilai pokok yaitu:[5]

  1. Biaya penyedia angkutan umum,
  2. Keuntungan atau laba yang diinginkan.

Secara umum sistem penerapan tarif digolongkan menjadi:

  1. Sistem flat atau rata, yaitu sistem yang menetapkan tarif untuk seluruh penumpang dan semua jarak.
  2. Sistem mileage basis atau berdasarkan jarak, yaitu sistem menetapkan tarif yang berbeda-beda untuk masing-masing penumpang sesuai dengan jauhnya jarak perjalanan.
  3. Sistem group rates, merupakan gabungan dari flat dan mileage basis, yaitu sistem tarif angkutan yang berdasarkan pada asal dan tujuan penumpang.
  4. Sistem tapering rates yaitu sistem dengan mileage basis atau berdasarkan jarak tetapi pertambahan tarif tidak proforsional dengan perubahan jarak. Semakin jauh jarak perjalanan, maka pertambahan tarif akan kecil. Sistem ini sangat tepat digunakan untuk perjalanan jarak jauh dengan banyak transit dengan kata lain diberikan harga khusus untuk perjalanan langsung dan menerus.
  5. Sistem tarif berdasarkan status penumpang dalam hal ini tarif dibedakan sesuai dengan status penumpang, sehingga ada kelompok penumpang dengan tariff berbeda. Pembagian kelompok ini dapat berdasarkan usia, status dan lain-lain, misalnya pelajar dan non pelajar.
  6. Sistem pembedaan tarif sesuai dengan waktu, yaitu pembedaan berdasarkan jumlah penumpang pada waktu bersangkutan. Keberhasilan pembadan tariff sistem ini sangat bergantung dari elastisitas perjalanan yaitu perubahan jumlah penumpang jika ada perubahan tarif atau ada perubahan biaya total. Elastisitas dan keberhasilan penetapan tarif dengan pembedaan ini sangat ditentukan oleh jumlah penumpang dan harga tiket awal.[6]

Wewenang Membuat Peraturan Daerah

  • Berdasarkan konstitusi serta peraturan perundang-undangan lembaga yang berwenang dalam pembentukan perundang-undang adalah:[7]
  • Dewan Perwakilan Rakyat secara bersama-sama dan dengan persetujuan Presiden. Sementara yang berhak mengajukan usul rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Pemerintah, dan DPD.
  • Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD dan Kepala Pemerintah yang membentuk peraturan daerah yang berhak mengajukan usul rancangan peraturan daerah.

Landasan Kewenangan membuat undang-undang dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan antara lain:

  • UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
  • UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah.

Hak mengajukan usul penyusunan peraturan perundang-undangan dapat diajukan oleh eksekutif dan legeslatif. Oleh karena itu, pejabat berwenang dari lembaga/instansi eksekutif dan legislative lah yang berhak untuk mengajukan rancangan peraturan dimaksud dengan menggunakan pintu masing-masing.[8]

  •  Materi Muatan dan Pembentukan Perda
  1. Undang-undang mengatur beberapa prinsip mengenai Perda sebagai berikut:
  2. Kepala Daerah menetapkan Perda dengan Persetujuan DPRD
  3. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas penbantuan dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  4. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda lain, atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  5. Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum, atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya lima juta rupiah.
  6. Keputusan Kepala Daerah ditetapakan untuk melaksanakan Perda
  7. Perda dan keputusan kepala daerah yang mengatur, dimuat dalam lembaran daerah.
  8. Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai penyidik penyelenggaraan Perda (PPNS Perda dan Keputusan Kepala Daerah)[9]
  •  METODE PENELITIAN
  •  Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. Atau suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.[10]

Disebut penelitian Empiris, karena hendak mengetahui alasan bahwa mengapa sebagian besar sopir angkot tidak menaati Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tarip Angkutan Dalam Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tarip Angkutan. Untuk mengetahui pandangan mereka tentang peraturan tersebut.

  •  Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekataan kualitatif. Pendekatan kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat di observasi oleh manusia. Menggunakan pendekatan kualitatif karena data-data yang akan didapatkan oleh peneliti bersumber dari ungkapan yang dapat diobservasi dari informan yaitu pembuat peraturan tarif angkot Kota Malang, sopir angkot, dan penumpang.

Mengenai tingkah laku mereka, peneliti akan mendapatkan data-data dari ungkapan infroman di atas melalui wawancara mengapa mereka menetapkan tarif angkutan yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Sesuai dengan landasan pada pendekatan kualitatif yaitu lebih menekankan pada pola tingkah laku manusia, yang dilihat dari "frame of reference"si pelaku itu sendiri, jadi individu sebagai actor sentral perlu dipahami dan merupakan satuan analis serta menempatkannya sebagai bagian dari suatu keseluruhan.[11]

  •  Analisis

Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deskriptif yaitu memaparkan permasalahan yang dihadapi atau penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi.[12] Dalam hal ini mengolah bahan hukum dengan melakukan tela'ah bahan kepustakaan bahan hukum sekunder yang meliputi bahan hukum primer[13] dan bahan hukum sekunder[14] yang berkaitan dengan analisis yuridis normative terkait implementasi perwali Malang. Peneliti menyajikan secara Deskriptif, yakni dengan menggambarkan suatu keadaan yang terkait dengan implementasi peraturan mengenai tariff angkot yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

  •   PAPARAN DAN ANALISIS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun