A. Posisi Kasus
Bahwa sejak Indonesia mengalami wabah penyakit yang disebut Corona dan di berlakukannya lockdown pemerintah Negara Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan bagi karyawan untuk melakukan pekerjaan di rumah (Work From Home). Berkenaan dengan hal tersebut Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan surat edaran Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 sebagaiman isi ayat 2 poin 4 "Bagi perusahaan  yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah didaerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh".
Berdasarkan surat edaran tersebut beberapa perusahan menerapkan kebijakan itu sebagai bentuk antisipasi penyebaran virus terhadap karyawannya, tetapi dengan berlakunya kebijakan tersebut perusahaan mengalami gangguan pendapatan terutama bagi perusahaan yang pendapatannya bergantung pada penjualan atau pembelian produk yang dilakukan konsumen. Terdapat fakta dari beberapa pihak perusahaan bahwa angka konsumen serta penjualan mengalami penurunan yang sangat drastis akibat dari pandemi tersebut, maka perusahaan harus melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan merumahkan sementara terhadap karyawannya dengan alasan force majeure (keadaan di luar dugaan ) karena jika tetap mempertahankan berdampak pada segi financial perusahaan.
 B. Dasar HukumÂ
Adapun dasar hukum yang dapat digunakan sebagai berikut :
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150/2000 tentang PHK, Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian Diperusahaan.
- Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Surat Edaran M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER)
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Corona Virus Disease 2019 (Covid).Â
C. PermasalahanÂ
1. Apakah sudah sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan  perusahaan melakukan PHK dengan  alasan force majeure? Dan bagaimana perolehan hak yang seharusnya diterima oleh karyawan?
D. Analisis PermasalahanÂ
Berdasarkan pada permasalahan diatas dan berdasarkan pada hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dalam pasal 51 dan 52 yang menjelaskan bahwa hubungan kerja itu terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan karyawan, yang mana perjanjian tersebut harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Seperti yang termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 bahwa sahnya perjanjian harus memenuhi 4 syarat yakni: Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Suatu pokok persoalan tertentu, Suatu sebab yang tidak terlarang.Â
Selain terpenuhinya syarat sah tersebut harus memperhatikan perjanjian yang dibuat atas dasar itikad baik sebagaimana diatur dalam pasal 1338 yang menyatakan "Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik."
Sebuah perjanjian dapat berakhir karena terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepakati dan syarat-syarat tertentu dalam perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata, yaitu:
- Pembayaran
- Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
- Pembaharuan hutang
- Perjumpaan Hutang atau kompensasi
- Percampuran Hutang
- Pembebasan Hutang
- Musnahnya barang yang terhutang
- Kebatalan atau pembatalan
- Berlakunya suatu syarat batal
- Lewatnya waktuÂ
Berdasarkan pada kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1245 terdapat ketentuan mengenai keadaan force majeure yang berbunyi "Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya". Pada pasal ini tertera jelas bahwa keadaan force majeure dapat menghapuskan atau mengesampingkan kewajiban untuk memenuhi prestasi yang mana tertuang dalam perjanjian antara para pihak. Akibat dari force majeure, menurut Asser terdapat dua kemungkinan, yaitu pengakhiran perjanjian atau penundaan kewajiban. Diantaranya :
- Pengakhiran perjanjian terjadi ketika halangan bersifat tetap. Sebagai permisalan objek perjanjian rusak atau hancur dikarenakan sebab act of God (gempa, tsunami, longsor).
- Dengan berakhirnya perjanjian, maka tidak ada kewajiban untuk melakukan kontra pretasi.
- Penundaan kewajiban terjadi ketika peristiwa force majeur sifatnya sementara. Sebagai permisalan prestasi tidak dapat terpenuhi dikarenakan sebab act of Human ( kondisi dibuat kebijakan oleh Pemerintah Republik Indonesia).
Mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) pada prinsipnya mengacu pada keadaan yang mana perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus dikarenakan hal diluar kemampuannya atau keadaan memaksa (force majeure) yakni dikarenakan virus Covid-19 yang menyebar diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Akan tetapi hal tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 164 ayat (1) maka pekerja atau buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4).
E. Pendapat HukumÂ
1. Berdasarkan pokok permasalahan diatas yang dapat disimpulkan adalah bahwa pemutusan hubungan kerja yang akan di terapkan oleh perusahaan itu kurang benar jika dengan alasan Force Majeure (keadaan memaksa) karena kebijakan yang di buat oleh pemerintah itu hanyaa force majeure yang sifatnya relative atau keadaan memaksa yang dikarenakan Act Of Human yang mana sifantnya sementara. Kebijakan yang seharusnya digunakan adalah penundaan pemenuhan kewajiban yakni :
- Jika bagi karyawan kontrak, sebaiknya di buat kesepakatan tertulis bahwa karyawan diliburkan sementara waktu dan tidak mendapat gaji akibat dari pandemi sampai keadaan pulih kembali. Setelah keadaan membaik maka karyawan tersebut dapat kembali bekerja. Hal tersebut berdasarkan asas No Work No Pay.
- Jika bagi karyawan tetap,di beri kebijakan untuk di rumahkan sementara berdasarkan pada dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 serta pertimbangan kelangsungan kegiatan usaha atau produktivitas perusahaan untuk dibuatnya kesepakaan baru mengenai perubahan besaran maupun cara pembayaran upah karyawan.Â
2. Jika perusahaan membuat kesepakatan lain antara perusahaan dengan karyawan  tentunya melalui perjanjian maka harus memperhatikan ketentuan KUHPerdata pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian serta pasal 1338 tentang itikad baik dalam pembuatan serta pelaksanaan perjanjian yang dibuat.
3. Dalam hal perolehan hak yang diterima karyawan apabila di PHK harus sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat 2, 3, dan 4 berikut hal-hal yang harus di perhatikan dalam menentukan perolehan karyawan :
- Terkait besaran uang pesangon karyawan haruslah sesuai dengan pasal 164 ayat 1 dan pasal 156 ayat 2
- Besaran uang penggantian harus berdasarkan pada pasal 156 ayat 4 yang mana di dalamnya berisi : Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dan biaya atau ongkos pulang untuk karyawan dan keluarga dari karyawan ke tempat  kerja
- Tidak mendapatkan uang penghargaan masa kerja dikarenakan karyawan memiliki masa kerja dibawah 3 tahun. Hal tersebut sesuai dengan pasal 156 ayat 3.
F. Penutup
Demikian Pendapat Hukum (Legal Opinion) ini dibuat, untuk di pergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya kami sampaikan terimakasih
Jember, 10 Desember 2021
Hormat Kami,
Penulis Pendapat Hukum (Legal Opinion)
Ulviana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H