Pada saat ini, setiap individu harus siap menghadapi perkembangan teknologi dan kebudayaan dimana setiap kebutuhan harus sepadan dengan perkembangan teknologi.
Seiring berkembangnya teknologi menjadi peluang usaha bagi bagi sebagian perusahaan e-commerce untuk menyajikan perdagangan dalam bentuk pemasaran online.
E-commerce merupakan proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara transaksi bisnis.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 bukan Cuma di Negara kita melainkan seluruh dunia mengalaminya akibat dari wabah ini hampir semua orang kehilangan pekerjaannya.
Pemerintah pun berupaya melakukan berbagai cara untuk mencehgah Virus ini dengan menerapkan Social Distancing, Work From Home, bahkan kegiatan belajar mengajar juga dilakukan secara online dari Pendidikan sekolah dasar sampai Tingkat mahasiswa.
Di masa pandemi ini pastilah menyulitkan masyarakat dalam bertransaksi dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga cara bertransaksi masyarakat juga berubah dari secara langsung menjadi melalui sosial media atau online. Dengan adanya e-commerce juga membawa pengaruh dalam dunia bisnis, antara lain yaitu:
- Memberi kemudahan dalam promosi produk.
- Menciptakan jaringan baru yang bisa menjangkau seluruh dunia.
- Menghemat waktu.
- Layanan yang cepat karena sistem online.
- Menghemat biaya
- Menghadirkan pasar di dunia maya sebagai anggota dari pasar tradisional.
Kegiatan Jual-Beli atau E-commerce ini telah diatur dalam Undang Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 selanjutnya disebut dengan UU ITE dengan tujuan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut dan berdasarkan pada asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Pesatnya transaksi online di masa pandemi ini ternyata memunculkan sebuah gagasan yang berperan sebagai penyedia jasa yaitu marketplace.
Marketplace ini merupakan perantara antara penjual dan pembeli di dunia maya yang menjadi pihak ketiga dalam transaksi online yang menjembatani dengan menyediakan tempat berjualan dan fasilitas pembayaran.
Akan tetapi, kehadiran marketplace ini tidak selalu berjalan lancar karena masih terdapat masalah mengenai kerugian yang diderita oleh konsumen dimana hal tersebut telah melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi, jaminan barang atau jasa dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Dalam masalah ini pastilah dipertanyakan bagaimana pertanggungjawabannya?. Jadi, konsumen disini dapat mengkonfirmasikan terlebih dahulu kepada pihak yang terkait, jika pihak tersebut tidak mengindahkan laporan yang disampaikan maka konsumen bisa membawanya kejalur hukum dengan tuntutan meminta pertanggungjawaban kepada pedagang karena pedagang tersebut telah melanggar Pasal 28 ayat (1) UU ITE “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik” dan melanggar Pasal 7 UUPK pada huruf (a), (b), dan (g).
Berdasarkan Pasal 19 UUPK ayat (1) yaitu “Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, dan agama , lalu bagaimana pandangan islam mengenai jual-beli atau e-commerce ini? sebagai seorang muslim pastilah tidak hanya berpatokan pada undang-undang saja tetapi juga menimbang dari hukum islamnya juga jual beli sendiri masuk kedalam kegiatan muamalah.
Dasar hukum jual beli dalam islam terdapat dalam Qs. Albaqarah ayat 198 yang artinya “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu” dan terdapat pula dalam Qs. Al Baqarah ayat 275 “Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba”. Ada pula syarat sah jual beli dalam islam yakni :
- 'Aqid (subjek jual beli), penjual dan pembeli.
- Ma'qud 'alaih (Objek jual beli), harga dan barang.
- Mahal al-'Aqdi (shighat / pernyataan jual beli), ijab dan qabul.
- Maudhu 'al-' Aqdi (tujuan jual beli), untuk saling memenuhi kebutuhan antar manusia.
Lalu bagaimana mengenai halal atau haramnya transaksi jual beli online? Seperti yang kita ketahui jual beli dalam islam harus dilakukan secara tatap muka dan pada saat itu juga.
Karena jual-beli online ini konteksnya masih dalam kegiatan muamalah hanya yang menjadi pembeda adalah pada transkasinya jadi, hukumnya mubah (boleh untuk dilakukan) selagi tidak ada dalil syara’ yang melarangnya.
Hal ini selaras dengan pembahasan pada forum Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010 menyebutkan bahwa, “Hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik adalah sah, apabila sebelum trannsaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.” kesimpulanya, perspektif halal atau tidaknya jual beli online ini sebenarnya kembali lagi pada pihak penjual dan pembeli yang harus bisa menyelaraskan dengan aturan syarat dan rukun yang terdapat dalam syariat Islam, serta tidak ada unsur penipuan didalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H