“BILA INGIN KETAHUI PRINSIP DIRI DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN, PERHATIKANLAH MOMENT SAAT MENYENDIRI DAN BUATLAH KEPUTUSAN.”
Kemarin maghrib, ketika tiba waktu untuk buka puasa, tidak seperti hari-hari sebelumnya, saya kali ini berbuka puasa tidak dengan teman-teman, kali ini saya sendiri.
Saya pun lantas memilih dimana tempat makan yang akan saya kunjungi untuk berbuka puasa.
Di moment sendirian itu, saya teringat akan salah seorang guru saya yang mengajarkan saya tentang keputusan, “Jika ingin ketahui apa prinsipmu dalam membuat keputusan, perhatikanlah saat dimana engkau sedang sendiri, dan membuat keputusan untuk dirimu sendiri. Apa pertimbanganmu, bagaimana engkau memutuskannya?”
Saya bersyukur, saya dibesarkan oleh dua orang tua yang tidak mempermasalahkan harus makan dengan menu apa, di tempat yang sebagus apa.
Saya bersyukur, alih-alih dibesarkan dengan opini bahwa makan harus di tempat yang mahal, tempatnya ramai, atau sedang menjadi bahan pembicaraan orang-orang, saya justru mendapat didikan untuk mendatangi mereka yang sedang sepi pembeli.
Mudah-mudahan dengan hadirnya kita ke sana menjadi jalan lahirnya rasa bahagia dalam hati pedagang yang sedang sepi pesanan. Kita tidak pernah tahu ada berapa banyak tanggungan yang dipertaruhkan oleh pedagang itu melalui barang dagangannya.
Maghrib itu, saya membuat keputusan sederhana.
Seperti keputusan-keputusan yang biasanya akan diambil oleh ibu dan ayah saya, yaitu mendatangi pedagang yang sedang sepi pengunjung dan membeli satu atau beberapa dagangannya, saya pun demikian.
Sepi.
Sunyi.
Hanya ada saya dan pedagang itu.
Tak lama, pesanan makanan saya pun sudah siap di hadapan. Saya menyantapnya sambil berdoa mudah-mudahan ada pengguna jalan lain yang juga ikut membeli di sini.
Hingga sesaat sebelum saya hampir menghabiskan makanan itu, Bapak pedagang tadi tiba-tiba meminta izin,
“Saya izin ke masjid dulu, ya.”
Duh.
Perasaan saya serasa diaduk-aduk dengan kejadian itu.
Di moment ketika justru peluang pesanan akan berdatangan sangat banyak karena saat berbuka puasa, Bapak pedagang itu justru memilih untuk bermunajat kepada Tuhannya.
Di senja itu saya belajar. Saya introspeksi diri.
Dibandingkan dengan bapak pedagang itu, ketika waktu untuk memenuhi hajat kehidupan ini justru sedang “sepi” pengunjung, seringnya justru saya tambahkan waktu untuk bekerja dan mengurangi bermunajat kepadaNya. Padahal, selain pemenuhan hajat kehidupan, ada pula waktu yang harus disisihkan untuk merenung akan ciptaan-ciptaanNya. Ada juga porsi waktu untuk introspeksi diri. Tapi seringnya, lagi-lagi justru waktu ini banyak habis untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kadang kering dan penuh persaingan.
Semoga, moment Ramadhan ini memudahkan kita dalam memperoleh inspirasi dari setiap kejadian yang terjadi di sekitar kita. Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk selalu lebih baik dari setiap hari yang dilalui.
Salam.
Ditulis oleh : Asep Saeful Ulum
Twitter : @UlumDSA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H