Jadi tingkat kematian IFR dari data-data RTRS tersebut ada di bawah 0,5%. Terdapat banyak data set lain yang menguatkan  IFR < 1% tapi karena tidak representatif tidak penulis cantumkan. Sedangkan data CFR sangat bias terhadap kasus kematian karena besar proporsi populasi yang asimtomatik (setengah atau lebih terinfeksi adalah asimtomatik).
Dalam kalimat lain, kasus parah dan simtomatik adalah kasus yang cenderung untuk terdeteksi, kasus asimtomatik sulit untuk terdeteksi kecuali jika dilakukan uji acak seperti data-data di atas. Jadi terdapat bukti-bukti cukup kuat yang menyatakan nilai IFR < 0,5%.
Sekarang kita cari data pembanding, tingkat kematian karena flu musiman adalah sekitar 0,1% (data Amerika Serikat). Jadi penyakit COVID-19 ini sedikit lebih berbahaya dari flu (sekitar 5 kali atau kurang). Jadi masih banyak faktor penyebab kematian lain yang seharusnya lebih diperhatikan, misalnya karena kelaparan akut alias kemiskinan yang angkanya di Indonesia 22 juta.
Ambil-lah tingkat kematian 1% (ini sepertinya overestimate), paling banyak 3 juta orang Indonesia meninggal karena virus. Estimasi ini cocok dengan estimasi tim riset gabungan dari beberapa universitas unggulan nasional dan dunia yang mengatakan potensi hingga 2,6 juta meninggal karena COVID-19 di Indonesia jika tak ada intervensi apapun.
3 juta (paling banyak tanpa intevensi) meninggal karena virus, orang kehilangan pekerjaan atau pendapatannya turun hingga tidak bisa menyokong kehidupan angkanya bisa jauh lebih banyak (74 juta pekerja sektor informal).
Angka di-PHK 15 juta, ini hampir sebulan lalu, sekarang berapa? Dari mereka berapa orang yang mereka sokong penghidupannya? Memberi makan anggota keluarga berapa? Berapa mereka yang kelaparan tidak bisa makan?
Banyak juga sudah terjadi kisah-kisah pilu karena lockdown berlebihan: kekacauan di India; polisi izinkan warga pulang kampung karena miris bisa tidak makan; nekat pulang kampung jalan kaki seperti di India; jual blender karena sudah tidak ada uang buat makan; dan tentu masih akan ada banyak lagi jika benar-benar mau mengorbankan ekonomi (baca: nyawa) demi pencitraan.
Lalu ada yang berkata,
"Apakah kalian tidak kasihan dengan tim medis?"
Kami tahu, tim medis ada yang bekerja keras karena overcapacity di RS, tapi sekarang pertanyaannya dibalik,
"Apakah kalian tidak kasihan dengan orang yang di-PHK dan kelaparan? Haruskah kami jual ginjal?"