Maaf, jujur menurut penulis #stayathome bukanlah sebuah solusi. Efeknya terlalu besar terhadap kehidupan orang banyak. Ini bukan masalah peduli atau tidak peduli. Tapi yang sering dilupakan oleh para aktivis yang hidupnya sudah berkecukupan adalah, ekonomi bukan sebatas angka di excel. Ekonomi menyangkut pula hajat hidup orang banyak. Jadi pertanyaannya bukan nyawa vs ekonomi, tapi nyawa vs nyawa.
Para dokter mungkin perlu bekerja keras karena ada overcapacity pasien, tapi rakyat jelata juga perlu bekerja keras memutar otak bagaimana supaya besok bisa makan.
Dari sini penulis berkesimpulan, lebih baik PSBB dihentikan, ganti dengan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan menjaga jarak antara orang yang bukan tinggal satu rumah. PSBB secara efektif mirip dengan lockdown/karantina total, terutama di tempat-tempat yang secara berlebihan menerapkannya. Perbedaannya, pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk menanggung kehidupan warganya. Dalam bahasa lain, hal yang sudah terjadi adalah PSBB rasa lockdown.
"Berarti harus herd immunity?" Penulis tidak mengatakan herd immunity, malahan ini bukan herd immunity. Untuk kebijakan yang cocok dengan situasi di Indonesia (malahan mungkin di dunia), penulis merujuk pada kebijakan Swedia.
Terdapat beberapa kesalah-pahaman mengenai kebijakan Swedia yang beredar di media-media. Tapi karena artikel ini sudah terlampau panjang, penulis arahkan para pembaca ke jawaban Gavin Kanowitz di quora.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H