Mohon tunggu...
Ulul Amri
Ulul Amri Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba belajar selalu introspeksi diri.

Seorang lulusan sarjana fisika yang sedang mencoba mencari beasiswa untuk S2. Bagi yang tertarik dengan matematika dan fisika modern, silahkan berkunjung ke blog: https://nonkomutatif.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Argumen Mendukung Penghentian Total PSBB

26 Mei 2020   22:43 Diperbarui: 26 Mei 2020   22:39 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi tingkat kematian IFR dari data-data RTRS tersebut ada di bawah 0,5%. Terdapat banyak data set lain yang menguatkan  IFR < 1% tapi karena tidak representatif tidak penulis cantumkan. Sedangkan data CFR sangat bias terhadap kasus kematian karena besar proporsi populasi yang asimtomatik (setengah atau lebih terinfeksi adalah asimtomatik).

Dalam kalimat lain, kasus parah dan simtomatik adalah kasus yang cenderung untuk terdeteksi, kasus asimtomatik sulit untuk terdeteksi kecuali jika dilakukan uji acak seperti data-data di atas. Jadi terdapat bukti-bukti cukup kuat yang menyatakan nilai IFR < 0,5%.

Sekarang kita cari data pembanding, tingkat kematian karena flu musiman adalah sekitar 0,1% (data Amerika Serikat). Jadi penyakit COVID-19 ini sedikit lebih berbahaya dari flu (sekitar 5 kali atau kurang). Jadi masih banyak faktor penyebab kematian lain yang seharusnya lebih diperhatikan, misalnya karena kelaparan akut alias kemiskinan yang angkanya di Indonesia 22 juta.

Ambil-lah tingkat kematian 1% (ini sepertinya overestimate), paling banyak 3 juta orang Indonesia meninggal karena virus. Estimasi ini cocok dengan estimasi tim riset gabungan dari beberapa universitas unggulan nasional dan dunia yang mengatakan potensi hingga 2,6 juta meninggal karena COVID-19 di Indonesia jika tak ada intervensi apapun.

3 juta (paling banyak tanpa intevensi) meninggal karena virus, orang kehilangan pekerjaan atau pendapatannya turun hingga tidak bisa menyokong kehidupan angkanya bisa jauh lebih banyak (74 juta pekerja sektor informal).

Angka di-PHK 15 juta, ini hampir sebulan lalu, sekarang berapa? Dari mereka berapa orang yang mereka sokong penghidupannya? Memberi makan anggota keluarga berapa? Berapa mereka yang kelaparan tidak bisa makan?

Banyak juga sudah terjadi kisah-kisah pilu karena lockdown berlebihan: kekacauan di India; polisi izinkan warga pulang kampung karena miris bisa tidak makan; nekat pulang kampung jalan kaki seperti di India; jual blender karena sudah tidak ada uang buat makan; dan tentu masih akan ada banyak lagi jika benar-benar mau mengorbankan ekonomi (baca: nyawa) demi pencitraan.

Lalu ada yang berkata,

"Apakah kalian tidak kasihan dengan tim medis?"

Kami tahu, tim medis ada yang bekerja keras karena overcapacity di RS, tapi sekarang pertanyaannya dibalik,

"Apakah kalian tidak kasihan dengan orang yang di-PHK dan kelaparan? Haruskah kami jual ginjal?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun