"Tuntutlah ilmu sampai ke negri China," pribahasa kuno.
Pribahasa tersebut menggambarkan sosok pemuda kelahiran Lhoksukon, 11 Juni 1990 (29 tahun), Fadil, yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan doktornya di Universitas Central China Normal University (CCNU), Wuhan, China, jurusan Doktoral Psikologi.
Pria yang menghabiskan masa Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Lhoksukon melanjutkan pendidikan S1 nya di Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh dan selesai pada tahun 2014.
Semasa kuliah, kata Fadil, dirinya sangat aktif di berbagai organisasi dan komunitas-komunitas yang ada di Banda Aceh."Saya pernah bergabung dengan Earth Hour Aceh, organisasi pemuda peduli lingkungan dan masih banyak lainnya," lanjut Fadil saat diwawancarai, Senin, 27 Januari 2020.
Setelah Kota Wuhan diisolasi, Fadil dan teman-teman lainnya yang juga berasal dari Aceh saat ini sedang berdiam diri di asrama akibat dari mewabahnya virus korona di Kota Wuhan. Dirinya menyempatkan waktu untuk mencerita berbagai hal yang bermanfaat yang ada padanya.Â
Fadil mengatakan sangat berterimakasih kepada pemerintah Aceh yang telah mengambil langkah cepat untuk mengupayakan yang terbaik untuk mahasiswa Aceh yang ada di Wuhan.
Pengalaman Bekerja Fadil
Fadil, semasa kuliah pendidikan sarjana pada semester lima dirinya sudah kerja di Radio 94,5 three fm, Banda Aceh. Membagi-bagi waktu, kata Fadil, harus pinter-pinter diatur karena posisinya saat itu kuliah sambil siaran,"atau bahasa anak sekarang kuliah sambil bekerja," tambah Fadil.
Sejak saat itu, lanjut Fadil, ia mulai tertarik dengan dunia broadcasting. Hal tersebut dibuktikan Fadil setelah dirinya sempat menjadi trainer di radio 94,5 Fm Banda Aceh.
Setelah menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana ia pernah bekerja di Hotel Oasis Banda Aceh sebagai Receptionist, pernah di Toyota Banda Aceh sebagai sales mobil dan di Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, Banda Aceh.
Lalu, setelah beberapa tahun bergelut sebagai karyawan diberbagai perusahaan  swasta yang ada di Banda Aceh, Fadil mencoba keberuntungan sebagai karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Waktu itu saya juga buka bisnis jus sembari tes-tes kerja diperusahaan BUMN," kata Fadil kepada melalui rekaman suara WhatsApp.
Saat itu, kata Fadil, Allah belum memberinya rezeki ke jalan tersebut. Alhasil setelah beberapa kali apply di perusahaan BUMN dirinya tetap tidak lulus."Sempat down disatu sisi, kenapa tidak dapat apa yang saya inginkan, sedangkan teman saya dapat," lanjut Pria asli Aceh Utara itu.
Dari Lhoksukon Menuju Wuhan China
"Untuk proses awal mendapatkan beasiswa dulu awalnya ke China itu dapat beasiswa S2 dari 2016-2018," pungkasnya.
Ternyata jawabannya lain dirinya mendapatkan informasi terkait beasiswa ke China dari temannya yang sudah duluan menempuh pendidikan di negara yang terkenal dengan rajanya bisnis.Â
"Melanjutkan studi di luar negeri rasanya seperti mimpi bagi saya, ini impian banyak orang juga," tutur Fadil.
Awal tahun 2015 awal setelah mendapatkan informasi beasiswa tersebut dirinya mempersiapkan semua berkas, mulai dari study plan, pemilihan kampus, pemilihan jurusan dan sharing-sharing bareng temen yang sudah duluan ke China.Â
 "Lalu setelah semuanya lengkap saya apply dan alhamdulillah lewat," ungkap Fadil.
Terbayarkan perjuangan selama beberapa tahun, meski Allah tidak memberikan saya pekerjaan di BUMN, tapi Allah membuka jalan lain untuk saya. Syukur-syukur sekarang bisa lanjutin S3," jelas pria yang gemar berorganisasi tersebut.
Lanjut Fadil, September 2016 dirinya berangkat ke Wuhan China untuk menempuh pendidikan S2 nya dan Juli 2018 selesai.Kemudian ia balik ke Aceh sebentar untuk mengajar di Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Malahayati, Ujung Bate, Aceh Besar dua semester.Â
Kemudian setelah menyelesaikan proses mengajarnya di Poltekpel Malahayati, ia mengapply lagi beasiswa untuk mengambil gelar Doktornya di Kota Wuhan juga, kota yang sama ketika dirinya menempuh pendidikan S2. "Karena sudah berpengalaman alhamdulillah lulus S3 di kampus yang sama dengan jurusan yang sama, mulai kuliah Agustus 2019 sampai dengan 2022," kata dia.
Persiapan Fadil kuliah di China
Terkait persiapan beasiswa ke China, kata Fadil, setiap mahasiswa yang ingin kuliah ke luar negri pasti ada persiapan seperti tes toefl dan melatih public speaking.
Biaya hidup Fadil di China ditanggung Pemerintah China
Beasiswa tersebut didapatkan Fadil dari Pemerintah China, China Goverment Scholarships (CGS). Semuanya diberikan oleh Pemerintah China, untuk setiap tahun ada beberapa slot untuk mahasiswa dari beberapa negara. "Itu semua sudah ditanggung mulai dari biaya kuliah, uang asrama, asuransi, dan biaya hidup sehari hari untuk bulanan," tambahnya.
Untuk biaya hidup beasiswa pemerintah China, S1 sampai S3, jumlahnya pun berbeda-beda, S1 2.500 RMB (Rp5 juta), S2 3 ribu RMB (Rp6 juta), dan S3 3.500 RMB (Rp7 juta).
Jumlah tersebut cukup untuk menabung setengah dan setengahnya lagi untuk biaya hidup. Selama di China dirinya tidak pernah kerja, karena sudah menjadi aturan di negara tersebut tidak boleh bekerja bagi mahasiswa inrasional yang dapat beasiswa,"jika ketauan akan di deportasi," tutur Fadil.
Mimpi Fadil untuk Aceh
Fadil yang pernah menjadi trainer di radio 94.5 fm. Ke depan ia bermimpi akan memberikan kontribusi untuk Aceh dalam bidang akademik. Mengingat sebelumnya dirinya pernah mengejar selama dua semester di Poltekpel Malahayati. "Tidak hanya di bidang akademik tapi juga bagian lainnya yang saya kira saya ada kelebihan disitu," tutur Fadil.
Terkait memberikan perubahan untuk Aceh, jelas Fadil, semua orang Aceh pasti ingin memberikan perubahan untuk Aceh. Namun, ia akan memulai dengan hal-hal kecil,"saya selalu mengajak kawan kawan untuk, ayok sekolah ke luar biar kebuka pikiran karena semakin jauh kita kunjungi semakin kita tahu perbedaan, lebih open minded," terangnya.
Menurut Fadil, semakin banyak anak Aceh kuliah diluar semakin banyak yang memberikan perubahan untuk Aceh.
Perbedaan di China dan Indonesia
Perbedaan di China dan Indonesia, kata Fadil, di China orangnya gigih, disiplin, kalau jam makan mereka makan, jam tidur mereka tidur dan jam main mereka main. "Selalu disiplin dengan hal itu," ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, mereka yakin dengan yang di inginkan, jika mau A harus A dan juga mereka masih menjaga kelestarian budayanya, budaya berkumpul dengan keluarga, tarian tradisional. Di China juga sering dipinggir jalan orang tua joget joget, rame-rame jaga kebersamaan, jaga keharmonisan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H