****
Sekularisme, meski telah menciptakan berbagai kemajuan di bidang sains dan teknologi ---sebagai simbol modernitas--- ternyata juga melahirkan masyarakat individualis dan materialis, yang menghalalkan segala cara.
Dalam banyak hal, sekularisme menyisakan masyarakat yang gelisah bahkan stress, meski hidup dalam keberlimpahan materi.
Saya mengutip apa yang dikatakan oleh Huston Smith di dalam Essays in World Religion (1995).
"It is not that we have discovered someting. Rather, we have unwittingly allowed ourshelves to be drawn into an enveloping epistemology that we can not handle trancendence".
Dengan sekularisme, bukannya kita menemukan sesuatu. Sebaliknya, kita telah terperangkap ke dalam epistemologi yang menjauhkan kita dari nilai- nilai transendental. Nilai- nilai religi dan human yang tak pernah kering.
Umat muslim sebenarnya pernah mencapai puncak peradabannya dengan menempatkan nilai- nilai transendental sebagai pemandu dan sumber inspirasi bagi pengembangan sains dan teknologi ---sebagai simbol kemajuan dan modernitas.Â
Sejarah mencatat selama kurang lebih empat abad (dari abad ke-8 sampai ke-12 M) sejumlah penemuan-penemuan yang merubah peradaban dunia telah dihasilkan.
Sebutlah, misalnya, rumus-rumus trigonometri (sin., cos., tan.), daftar logaritma, planetarium dengan keakuratan yang tinggi, standarisasi ukuran kertas (plano, quarto dan folio), zat pelikan dan air raksa.Â
Begitupun penemuan dan pengembangan teknik pengairan, kompas, teknik sublimasi, pengobatan penyakit cacar, seni kaligrafi, dan banyak lagi.
Yang menarik, tidak sedikit dari saintis- saintis itu dikenal bukan hanya menguasai bidang- bidang ilmu yang digelutinya, tetapi dikenal pula sebagai sosok- sosok ulama yang mumpuni, atau sebaliknya. Berikut ini beberapa diantaranya.