Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sampai Kau Dipecat, Papi...

13 Agustus 2016   12:12 Diperbarui: 13 Agustus 2016   12:18 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Untuk menebus perasaan bersalahku, aku akan memperingati dia dan memerintahkan dia untuk pindah ke Jakarta."

"Yakinkah kau? Setiap malam dia selalu berteriak cerai dari telepon. Kalau proses mutasi ini dipersulit oleh dia. Pecat saja dia!"

"Lho... Lalu bagaimana dengan kamu dan anak-anakmu?"

"Aku sudah resign dari pekerjaan terbaikku, aku masih ingat untuk mendapatkan pekerjaan itu sulit, tetapi keluarganya malah memaksa aku untuk resign. Minimal dia harus dipecat, biar impasss!!!" Tangisku.

***

Hari berjalan seperti biasa, aku harus berjualan tas dan sepatu untuk biaya makan sehari-hari. Saat ATM gajimu sudah kau blokir. Pada saat itu aku tersadar kau memang tidak mencintai aku dan anak-anakmu. Bahkan saat melahirkan pun kau dan keluargamu tidak datang. Kalian memang hantu yang paling mengerikan.

"Kita cerai! Kau menghasut bosku untuk memutasi aku? Kau pikir berhasil..." Teriakmu melalui telepon.

"Terserah! Yang pasti semampuku, kita tidak akan bercerai! Kalau pun bercerai kau harus mati, atau mungkin minimal kau dipecat!" Teriakku.

Hari demi hari, kita masih belum bertemu bahkan kau belum menjumpai anakmu yang baru kulahirkan susah payah. Sungguh mertua macam apa mendoktrin anaknya untuk membenci istrinya. Kalian terlalu banyak drama, perselingkuhan anaknya tidak dipermasalahkan, tetapi omongan anaknya yang mengatakan aku sebagai 'istri tidak tahu diri' diperdengarkan dengan baik.

Sampai suatu ketika, aku mendengar kabar dari teman semasa SMA-ku bahwa kau sudah dipecat karena tidak masuk kerja selama sebulan memilih bertahan dengan selingkuhan, setelah dipindah ke Jakarta. Aku hanya tersenyum kecut. Kita lihat saja, apakah perempuan-perempuan selingkuhanmu masih bertahan saat kau tak ada uang. 

Kudatangi kau yang ternyata di rumah orangtuamu.

"Papi, ceraikan aku... Ini semua sudah selesai... Aku sudah puas, kita impas!!!" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun