Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Ramen] Darah Kakak di Hari Anak

10 Januari 2012   04:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:06 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lawannn!!!" Pekik Ando sambil mengambili batu-batu besar yang ada di halaman. Kami yang sudah menerima semangat besar dari Ando pun turut melempari pria besar itu dengan batu sampai dia terluka di keningnya barulah dia menyerah dan kabur.

"Ayo!!!" Ando menjentikkan jemarinya dan membuat kami semua berlari kabur dari rumah jelek itu.

Kami pun memang lolos dari rumah jelek itu. Dan kami tinggal di sebuah gudang padi yang tak terpakai lagi. Itulah yang menjadi markas kami. Kami makan dari hasil kerja keras kami. Kami berjualan koran dan lain sebagainya.

Kami melakukan aksi demo di rumah Pak Presiden menuntut pembebasan bagi pekerja di bawah umur. Walau pada kenyataanya kami hanya sebagai bahan tertawaan saja karena kami semua masih kecil-kecil. Aku dan semua sahabatku mengibarkan bendera yang bertuliskan "Bebaskan Pekerja di Bawah Umur". Berulang kali kami berunjuk rasa tetap saja dicuekin. Kami lapor polisi, tetap saja tak ada tindakan nyata. Kami tak patah arang, sampai pada suatu saat ada seorang wartawan meliput markas kami, dia mewawancarai kami.

"Bebaskan semua anak yang dijadikan pekerja oleh orang-orang yang tidak punya otak!!! Kalian harus tidak itu!!!" Suara Ando lantang sambil menunjuk-nunjuk kearah kamera. Berita itu tersiar sampai ke seluruh negeri, akhirnya kelompok kami pun dilirik oleh pemerintah. Yah, ternyata pemerintah mengurus kami ketika kami menjadi bahan pembicaraan saja. Entah kemana dulu saat kami mengadu???

Kami diundang di acara Hari Anak Sedunia. Kami memberikan kesaksian tentang hidup kami selama dua tahun dijadikan budak. Kami protes akan orangtua yang tak peduli anaknya. Kami protes akan pemerintah yang tak pernah mempedulikan kaum pinggiran ini. Kami protes pada mereka yang tak mengizinkan kami menikmati masa kecil kami. Ya, suara Ando yang lantang itu selalu aku dengar bila sudah berorasi.

Airmataku berjatuhan. Aku yang berdiri di belakang Ando yang berdiri di podium. Anak-anak yang lain turut menangis sambil berpelukan mengharapkan kebebasan yang seutuhnya. Ando menatap kami lalu berteriak lantang.

"Merdeka atau matiiii!!!!!!" Pekiknya. Kami turut menjerit... "MERDEKAAAA!!! MERDEKAAAA!!!" Pekik kami berulang-ulang tetapi tiba-tiba.

Dooorrr!!!!

"Kakak!!!" Pekikku saat melihat Ando tertembak punggungnya. Semua orang berserakan menjerit ketakutan akan suara tembakan itu. Penembak itu malah kabur begitu saja. Aku dan teman-temanku berlari mendekati tubuh Ando yang tergeletak.

"Kakak!!!" Pekikku menangis sejadi-jadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun