[caption id="attachment_161853" align="aligncenter" width="640" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption]
Anak muda jaman sekarang memang kreatif. Kenapa saya mengatakan begitu? Karena pada dasarnya fenomena yang kita lihat jaman sekarang ini menunjukkan mereka sangat kreatif. Modernisasi menyebabkan banyak mencuatnya kekereatifan mereka. Cara berpakaian yang unik, pergaulan yang unik dan ditambah lagi Bahasa yang unik yaitu bahasa alay. Yang jadi pertanyaan Bahasa alay ini mengusik Bahasa Indonesia atau tidak?
[caption id="attachment_161822" align="alignleft" width="300" caption="Image - antisimple.com"]
Fenomena alay, ada yang bilang kalau alay itu singkatan dari "anak layangan" atau "anak kelayapan". Bahasa alay menurut saya adalah bahasa yang sangat ketus baik itu lisan maupun tulisan. Beberapa anak muda menggunakannya di dalam pergaulan sehari-hari dalam berbicara ataupun mempergunakan huruf-huruf yang mereka kira jauh lebih keren. Mereka seperti mengesampingkan kaidah-kaidah dari bahasa Indonesia. Yang ditakutkan, kalau-kalau suatu saat anak muda linglung saat membedakan mana bahasa alay dan mana Bahasa Indonesia.
Bahasa gaul ini juga sangat rentan bila yang menggunakannya pada dasarnya orang yang tidak memiliki etika. Seperti salah satu kompasianer muda kita yang tak perlu saya sebutkan namanya. Dia tidak memandang siapa yang sedang berkomentar (lawannya berbicara) apakah itu lebih muda atau lebih tua dari dia. Namun dia akan tetap konsisten dengan menggunakan bahasa alay. Juga dia menggunakan "Elo-Gue"-nya kepada semua kompasianer lain.
Kemarin siang saya heran melihat teman kampus saya yang mengirimkan thread di group FB kampus kami. Saya pikir hanya anak SMA ke bawah yang menggunakan penulisan alay begitu. Ternyata orang yang katanya calon intelek juga memakainya. Ini screenshootnya.
[caption id="attachment_161832" align="aligncenter" width="314" caption="screenshoot dari wiki"]
Mungkin bila sang pengguna bahasa alay menulis sebuah naskah lalu mengirimnya ke penerbit maka penerbit tanpa tedeng aling-aling akan memulangkan semua naskahnya untuk direvisi karena penggunaan huruf yang terlalu salah.
Itu sedikit tentang bahasa alay. Lalu tahukah anda bahasa apalagi yang sering kedengaran? Bahasa bencong. Bahasa ini juga hasil dari kekreatifan penduduk negara Indonesia tercinta ini. Bahasa yang digunakan para waria dalam pergaulan. Bencong sendiri berasal dari kata Banci. Dan mereka suka sekali menambahkan -Ong di akhir tulisannya. Contohnya: Laki menjadi Lekong, Kemana menjadi Kemenong dan banyak lagi.
Penyebaran bahasa gaul/bahasa alay/bahasa bencong atau bahasa apapun yang berhubungan tentang bahasa pergaulan sangatlah cepat. Kenapa saya mengatakan proses penyebaran bahasa-bahasa ini sangat cepat? Karena, tontonan yang itu-itu saja dari hari ke hari selalu menggunakan bahasa tersebut. Ini juga dikarenakan televisi Indonesia lebih dominan menampilkan program-program TV yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Publik figur yang seharusnya menjadi contoh juga sering sekali menggunakannya. Bahkan Tifatul Sembiring dulu juga pernah menggunakannya di salah satu tweet-nya.
[caption id="attachment_161841" align="aligncenter" width="320" caption="Image - beritaterkini.asia"]
Jangan anda fikir bahwa screenshoot di atas adalah sebuah kode rahasia. Hehehe... Tidak sama sekali, gambar di atas adalah curhatan Tifatul Sembiring di twitter dan bahkan dulu itu sudah menjadi trending topic. Kalau teladan seperti Bapak Tifatul Sembiring saja sudah ikut-ikutan menggunakan bahasa alay. Bagaimana dengan yang lain? Orang Indonesia khan cenderung meniru.
Bahasa gaul/bahasa alay/bahasa bencong adalah bahasa pergaulan namun yang jadi pertanyaan. Bila bahasa-bahasa ini dijadikan konsep diri???
Menurut Wikipedia, Konsep diri adalah penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial dan peran sosial pandangan kita kepada diri kita sendiri. Ditambah lagi bahwa konsep diri berkaitan erat dengan pengetahuan yang kita miliki.
Jadi apabila bahasa-bahasa unik ini tidak hanya dilakukan untuk pergaulan saja tetapi sudah mendarah daging. Maksud saya disini mendarah daging adalah ingatan mereka pada bahasa alay lebih dominan dibandingkan bahasa Indonesia. Maka siap-siaplah bahasa Indonesia tergeserkan baik secara lisan maupun tulisan. Saya jadi ingat dulu sewaktu SMP saya belajar Aksara Bahasa Batak. Seperti kata-kata sandi yang jelas berbeda dengan bahasa Indonesia.
Dengan bahasa Alay ini apakah itu disebut sebagai pengantar kita ke dunia modernisasi? Atau kembalinya kita ke jaman dahulu seperti menggunakan aksara-aksara jadul. Apapun itu tetapi kita seharusnya lebih mencintai bahasa ibu kita yaitu bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu kita. Masakkan kita membiarkan bahasa alay, bahasa yang ketus dan sepele baik dalam tulisan maupun lisan menggerus bahasa Indonesia yang sudah lebih dulu menjadi cerminan bangsa ini.
Cintailah bahasa Indonesia, setidaknya bahasa daerahnya. Menggambarkan bahwa tidak lupa akan negara dan kampung kelahiran. Jangan menggunakan bahasa yang belum diresmikan. Tetapi pada kesimpulannya, hal ini semua tergantung pada pribadi masing-masing. Semoga ada jalan untuk lolos dari fenomena ini suatu saat.
Terimakasih sudah membaca...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H