[caption id="attachment_161841" align="aligncenter" width="320" caption="Image - beritaterkini.asia"]
Jangan anda fikir bahwa screenshoot di atas adalah sebuah kode rahasia. Hehehe... Tidak sama sekali, gambar di atas adalah curhatan Tifatul Sembiring di twitter dan bahkan dulu itu sudah menjadi trending topic. Kalau teladan seperti Bapak Tifatul Sembiring saja sudah ikut-ikutan menggunakan bahasa alay. Bagaimana dengan yang lain? Orang Indonesia khan cenderung meniru.
Bahasa gaul/bahasa alay/bahasa bencong adalah bahasa pergaulan namun yang jadi pertanyaan. Bila bahasa-bahasa ini dijadikan konsep diri???
Menurut Wikipedia, Konsep diri adalah penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial dan peran sosial pandangan kita kepada diri kita sendiri. Ditambah lagi bahwa konsep diri berkaitan erat dengan pengetahuan yang kita miliki.
Jadi apabila bahasa-bahasa unik ini tidak hanya dilakukan untuk pergaulan saja tetapi sudah mendarah daging. Maksud saya disini mendarah daging adalah ingatan mereka pada bahasa alay lebih dominan dibandingkan bahasa Indonesia. Maka siap-siaplah bahasa Indonesia tergeserkan baik secara lisan maupun tulisan. Saya jadi ingat dulu sewaktu SMP saya belajar Aksara Bahasa Batak. Seperti kata-kata sandi yang jelas berbeda dengan bahasa Indonesia.
Dengan bahasa Alay ini apakah itu disebut sebagai pengantar kita ke dunia modernisasi? Atau kembalinya kita ke jaman dahulu seperti menggunakan aksara-aksara jadul. Apapun itu tetapi kita seharusnya lebih mencintai bahasa ibu kita yaitu bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu kita. Masakkan kita membiarkan bahasa alay, bahasa yang ketus dan sepele baik dalam tulisan maupun lisan menggerus bahasa Indonesia yang sudah lebih dulu menjadi cerminan bangsa ini.
Cintailah bahasa Indonesia, setidaknya bahasa daerahnya. Menggambarkan bahwa tidak lupa akan negara dan kampung kelahiran. Jangan menggunakan bahasa yang belum diresmikan. Tetapi pada kesimpulannya, hal ini semua tergantung pada pribadi masing-masing. Semoga ada jalan untuk lolos dari fenomena ini suatu saat.
Terimakasih sudah membaca...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H