Melihat hidup dia bertanya pelan
Tentang tawa pemecah sepi ??
Tentang kesempatan hidup yang silih berganti ??
Tentang banyaknya orang yang mengenalinya ??
Betulkah semua ini ???
Ah, palsu
Sebut saja palsu
Dalam ramai dia rasa sepi
Hidup bagai tak berpihak padanya
Apalagi saat dia merangkak bersusah payah
Mencapai harap
Namun yang ditemui tulang belulang harap yang membusuk
Kosong
SEPI
Dirogoh pun sampai dalam kantong ulu hati takkan ada picisan kebahagiaan di situ
Kosong, kering, menguap sudah bersama ketidakpastian hati
Dia tertunduk dalam kekalahan semu buatan dirinya sendiri
Kekalahan melawan penilaian yang salah dari dirinya sendiri
Di pandangnya mentari
Memendarkan cahaya indah
Hatinya berkata lagi
'Huh, kemegahan itu miliknya seorang saja'
Hatinya makin merosot kedalam rasa yang tiada arti
Apa Maunya? Apa Harus keadaan berpihak padanya?
Tak bersyukur
Yah, tak bersyukur
Terlalu bodoh untuk dijadikan manusia
Pikirannya sembilu baginya
Sembilu yang menohok-nohok tipisnya iman
Ah, sepi
Dan memang akan sepi
Sebut saja sepi
Ramai pun dikatakan sepi
Senang dikatakan susah
Hipotesisnya sendiri
Sepi... Ah sepi
Sebut saja sepi... Katamu
************************************
Manusia yang tak pandai bersyukur, berkat didiamkannya dalam kelicikan namun sial diumbarnya dalam hati yang terbusuk oleh anggapan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H