Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menemanimu Menanti Mati

6 September 2011   18:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:11 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hancur hatiku mendengarnya, Kak. Melebihi dari yang namanya puing-puing. Seharusnya kau kuliah… Umurmu sudah 20 tahun tetapi aku seperti merasa punya anak bayi kembali. Seharusnya kau mengetik sesuatu di Laptopmu. Tapi apa? Laptopmu pun telah terjual karena penyakitmu.

Tiba-tiba terdengar olehku suara mobil di depan rumah. Aku segera keluar melihatnya. Ku lihat beberapa orang membopong sesuatu. Dan……

“Aaaaarrrrrrggghhhhh!!!!!!!!!!!!” Aku memekik sekeras mungkin melihat wajahnya! Kakak, bapakmu…

Aku ambruk dari kesedihan paling nadirku. Gelap yang kurasa…
===

Begitu aku sadarkan diri. Aku mendengar cerita itu. Mengenai bapakmu yang terjatuh dari ketinggian saat bekerja. Kak, Ibumu ini melihatnya. Melihat kehancuran di tubuh itu. Tapi apa? Kau tetap di dalam kamar tanpa berniat ingin keluar menemui bapakmu terakhir kali. Tapi begitu aku menoleh ke kamar, aku melihat engkau menangis dan airmatamu sudah begitu banyak di pipi. Kau tak mampu mengelap airmatamu.

Aku beranjak dan mendekatimu yang tergugu dalam tangis. Ku usap airmatamu dengan pelan dan ku bisikan sesuatu ke telingamu tentang cinta.

Malam menyapa kita berdua dalam kehancuran. Malam pertama tanpa Bapakmu. Ku lihat sekelilingku. Aku menyadari kehancuranku ini dan ketidak layakanku ini. Hei! Besok-besok masih ada lagi maut akan menyapa.

Kupandang dirimu kakak. Dan aku bersujud di hadapanmu ditemani bulir-bulir airmata di pipiku.

“Kumohon, kak. Jangan tinggalkan Ibumu ini… Ibu akan lebih rapuh lagi tanpamu…” Jeritku kencang tetapi kau diam tak memberi tanggapan apa-apa untukku.

Tapi apa coba? Penyakit Ataksiamu lebih mengrogotimu lagi sampai aku merasa memang akan kehilangan dirimu suatu saat. Ya, suatu saat bukan sekarang. Maka itu aku akan menunjukkan kecintaanku padamu lebih lagi walau takdir jelas tergores di wajahmu akan menyapa tamatmu sebentar lagi.Aku akan tetap menemanimu menanti ajal. Menanti matimu. Dan aku pun tinggal sendiri di dunia ini akan melebihi dari yang namanya mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun