Mohon tunggu...
Ulil Lala
Ulil Lala Mohon Tunggu... Administrasi - Deus Providebit - dreaming, working, praying

Bukan penulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tanggap Covid-19 dan Euforia Hari Besar

5 Mei 2021   19:00 Diperbarui: 5 Mei 2021   20:36 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrian pembeli di salah satu kasir yang mengular | Dok. Pri.


Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, begitu pula dengan rasa nyaman dan gembira. 

Hari raya, memang selalu identik dengan kegembiraan, kesakralan dan puncak kesibukan di masing-masing rumah tangga yang merayakannya.

Ada Idul Fitri dan Natal serta tahun baru. Tiga momen ini selalu memicu euforia tersendiri bagi golongan untuk perayaan keagamaan dan seluruh umat manusia sejagad raya saat menjelang pergantian tahun. Hari raya identik dengan mudik dan tahun baru adalah pesta kembang api sejadag.

Kesempatan ini banyak memberikan peluang yang positif untuk beberapa pihak serta lengkap dengan dampak-dampak negatifnya.

Peluang positif dirasakan oleh para penggiat bidang pemasaran produk pangan, sandang serta kebutuhan sekunder hingga kebutuhan mewah.

Kesempatan ini merata tidak hanya dirasakan oleh pengusaha besar, bahkan tingkat usaha kecil dari kegiatan di rumah saja pun ikut terdongkrak pendapatannya.

Kalau tidak ada COVID-19 dapat dipastikan sektor transportasi, pariwisata, penginapan pasti juga meraup profit yang cukup tinggi. Namun saat ini, bisnis tersebut bisa bertahan saja sudah cukup bagus. Melihat sekitar akhir-akhir ini ada saja pengusaha yang tutup usaha lalu PHK.

Tahun ini, merupakan tahun kedua untuk perayaan besar ditengah masa pandemik. Larangan mudik sudah digembar-gemborkan jauh-jauh hari oleh pemerintah pusat. Meskipun sudah ada kota-kota yang warnanya tidak lagi merah dihimbau tetap harus memperketat jalur transportasi dari dan atau ke luar kota. 

Sementara di dalam kota, dapat dipastikan pasar makin ramai dan mall mulai padat pengunjung. Pasar swalayan serta outlet untuk pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan sudah banyak diserbu masyarakat.

Pihak produsen memang menyediakan sarana prokes, namun bisa dilihat bahwa semua itu tidak berfungsi secara maksimal.

Bagaimana mungkin konsumen bisa jaga jarak di koridor swalayan yang sempit? Siapa yang sanggup mengatur antrian konsumen di kasir yang tampak mengular.

Bagaimana menyadarkan tiap-tiap keluarga khususnya ibu-ibu, supaya lebih peduli dan cerdas menyikapi keadaan yang masih rawan COVID-19 khusunya pada anak-anak mereka yang masih balita.

Saya sungguh prihatin, ketika melihat banyak keluar justru kompak pergi ramai-ramai ke mall hanya untuk belanja, khususnya pada bayi-bayi mungil, balita yang sangat lucu dan aktif serta anak-anak. 

Saat ini, mall dan kegiatan berbelanja menjadi seperti wisata saja. Kalau sudah begini, pakai masker, cuci tangan dan semprot-semprot hands sanitizer tidak akan efektif karena kerumunan masa di tempat tertutup.

Alangkah bijaknya bila dalam satu keluarga yang pergi berbelanja cukup 1 atau maksimal dua orang dewasa saja. Siapkan daftar belanjaan, bayar pakai kartu dan segeralah keluar bila sudah dapat semua belanjaan.

Acapkali orang masih berputar keliling dalam mall meski yang dibutuhkan sudah didapat semuanya, melihat-lihat dan pada akhirnya over budget.

Sudah banyak aplikasi belanja online yang melayani kebutuhan sehari-hari, bahkan pasar tradisional onlinpun sekarang sudah banyak muncul hampir di setiap kota di Indonesia. 

Semua itu bisa dimanfaatkan sebagai salah satu wujud tindakan bijak untuk menghindari keramaian dan tetap aman di rumah saja, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga keluarga dan orang dalam satu rumah.

Hal ini diperparah dengan pandangan yang salah di masyarakat :

  1. Sudah 2x vaksin, jadi dianggap aman.
  2. Balita dan anak-anak produksi imun tubuhnya lebih cepat, jadi kekebalan dianggap baik dan pemulihan akan cepat. 
  3. Pakai masker dan ikuti prokes. Mana mau antri pakai jaga jarak? Bisa-bisa celan antrian diserobot orang.
  4. Yang penting setelah pergi bersih-bersih. Padahal kalau virus sudah masuk mandi kembang tujuh kali juga ga akan ilang.

Moment hari raya hanya satu tahun sekali, begitupun dengan pergantian tahun nanti. Sedikit bijak mengubah gaya hidup diluar kebiasaan, dengan mengendalikan diri demi kesehatan. 

Hari Besar, baju tidak harus baru dan makanan tak mesti berlimpah ruah. Cukupkan istirahat, ibadah di hari yang suci dan sakral, berkumpul dengan keluarga besar dalam keadaan sehat walafiat adalah berkah hari raya.

Selamat menunaikan ibadah puasa dan menantikan hari besar untuk kembali ke fitrah. Kita sungkeman dan maaf-maafan online aja ya. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun