Mohon tunggu...
Ulil Lala
Ulil Lala Mohon Tunggu... Administrasi - Deus Providebit - dreaming, working, praying

Bukan penulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Worklife Balance: Ketika Saya Tak Pernah Melihat Matahari

31 Januari 2021   15:42 Diperbarui: 1 Februari 2021   11:49 5395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja kantor| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Matahari sudah empat puluh derajat saya baru akan berangkat bekerja, matahari sudah terganti dengan bintang-bintang dan rembulan dan tidak lebih dari tiga jam lagi dia akan terbit. Kapan tenggelamnya? Saya baru berjalan pulang dari tempat kerja.

Dalam hidup selalu ada pilihan, berat pada sisi satu dan membuat sisi yang lainnya lebih ringan atau seimbang di tengah-tengah. Tentu kalau bisa dua sisi bisa sama berat hingga mencapai keseimbangan. 

Namun acapkali ketidakseimbangan itu justru kita sendiri yang menciptakan, kita memilih untuk cenderung berada di salah satu sisi saja, meskipun tanpa mengabaikan sisi yang lainnya, tapi kesimpulannya tetap satu, tidak seimbang.

Kali ini saya ingin share bagaimana dunia kerja merenggut kehidupan pribadi seseorang dan apakah sudah terlambat untuk mencoba menyeimbangkan hidup? Bagaimana caranya dan apa perlunya? 

Berdasarkan pengalaman saya dalam dunia kerja di beberapa perusahaan dan instansi, saya bisa mengemukakan beberapa alasan atau faktor-faktor yang membuat seseorang lebih suka menghabiskan waktu di tempat kerja baik karena tuntutan pekerjaan maupun atas keinginan pribadi yang secara tidak langsung mengurangi waktu di rumah sendiri, antara lain;

Kecintaan pada pekerjaan

Mendapatkan pekerjaan yang benar-benar sesuai seperti yang diinginkan itu tidak mudah, mungkin seorang mudah mencari pekerjaan, tapi tidak semua pekerjaan akan sesuai seperti yang diinginkan. 

Kecintaan pada pekerjaan akan menimbulkan dorongan atau motivasi yang kuat pada diri seseorang untuk melakukan pekerjaan tersebut semaksimal mungkin, bahkan jika income yang didapatkan kurang sesuai. Di sinilah kecintaan pekerjaan menumbuhkan loyalitas dan dedikasi. 

Loyalitas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kesetiaan, kepatuhan atau ketaatan, sedangkan dedikasi adalah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia lebih sederhananya pengabdian diri. 

Acapkali seorang yang sudah terlanjur jatuh cinta pada pekerjaannya cenderung lebih banyak waktu dan pikiran yang dicurahkan untuk pekerjaannya daripada untuk sisi kehidupan pribadinya sendiri, terlebih hidup di masyarakat individualis. 

Saya mengalami hal ini pada pekerjaan pertama saya dan memilih berhenti setelah dua tahun bekerja.

Menjadikan tempat kerja sebagai "rumah kedua"

Masih mengatasnamakan loyalitas, karena ini yang paling sering saya dengar dari rekan kerja. Adakalanya karyawan diminta kerja lembur baik dengan alasan pekerjaan atau permintaan secara pribadi untuk membantu meringankan pekerjaan karyawan lain di divisi yang berbeda. 

Saya sendiri juga pernah sampai harus menginap di tempat kerja, karena memang kondisinya sedang dikejar target, karena akan ada visitasi atau audit eksternal. 

Tumpukan berkas pekerjaan | dokumentasi pribadi
Tumpukan berkas pekerjaan | dokumentasi pribadi

Sah-sah saja, namun yang cenderung terjadi dan pernah saya alami, beberapa justru lebih memilih tinggal lama di tempat kerja tanpa ada aktivitas pekerjaan yang cukup urgen untuk dilakukan. 

Misalnya saja, karena memiliki ruang kerja sendiri dengan kunci dipegang sendiri, maka karyawan bisa dengan leluasa menggunakan ruangan tersebut untuk kepentingan pribadi, membawa peralatan penunjang kebutuhan pribadi, menjadikan ruang kerja sebagai tempat persinggahan rekan kerja yang lain yang ujung pangkalnya hanya untuk ngobrol. 

Dari tindakan yang sederhana ini, menjadi sebuah kebiasaan dan pada akhirnya lebih banyak waktu yang dihabiskan di tempat kerja dari pada di luar. 

Saat itu saya belum mengembangkan hobi saya memasak dan menulis, jadi memang menyenangkan untuk tinggal lama-lama di kantor dari pagi sampai sore, terlebih saya tinggal di kos sendirian. Manfaatkan fasilitas internet untuk nonton film impor atau sekadar numpang mandi dan mencuci baju.

Tidak berani menolak permintaan pimpinan

Rasa takut, mungkin lebih tepatnya tidak enak atau sungkan dan untuk mendapatkan "nilai plus" dimata pimpinan, karena kebiasaan di atas, karyawan tidak berani untuk menolak tidak melakukan kerja lembur yang sebenarnya tidak perlu. 

Terlebih bila permintaan itu dari teman kerja yang cukup dekat, hanya dengan dalih, "Tolong temani saya ya, saya takut dan ga enak lembur sendirian." Saya mengalami hal ini juga dan saya pikir, betapa banyak waktu yang sudah saya sia-siakan.

Terdesak kebutuhan dan tidak ada pilihan

Hal ini adalah kondisi yang benar-benar tidak memberikan banyak alternatif pilihan kepada kita untuk memilih atau menolak. Faktor ekonomi adalah hal yang paling crusial.

Sepanjang itu halal dan legal, tetap menjalaninya adalah yang terbaik terlebih bagi yang sudah berumah tangga dan menjadi kepala keluarga.

Kurang dapat mengatur waktu

Bagi sebagian besar orang menganggap kerja di perusahaan itu enak, karena jam kerjanya jelas tapi faktanya, banyak dari karyawan perusahaan yang kesulitan mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. 

Kesulitan mengatur waktu ini juga tidak hanya dialami oleh mereka yang sudah punya jam kerja pasti, tapi bagi para wiraswastawan, pengaturan waktu juga sangat diperlukan.


Tumpukan dokumen yang harus dirapikan berdasarkan sistem penyimpanan | dokpri
Tumpukan dokumen yang harus dirapikan berdasarkan sistem penyimpanan | dokpri
Dari faktor penyebab yang sudah saya uraikan, saya juga akan kemukakan bagaimana saya mencoba menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan kerja berdasarkan pengalaman dan yang saat ini saya lakukan, antara lain:
  1. Patuhi jam kerja yang sudah ditetapkan. Masuk kerja tidak terlambat, pun saat pulang juga tidak terlalu awal atau justru molor-molor untuk kegiatan yang kurang jelas.
  2. Tentukan skala prioritas dalam melakukan pekerjaan menurut tingkat urgensi dan kesulitannya.
  3. Atur waktu untuk diri sendiri, lingkungan, dan kegiatan sosial lainnya. Semakin banyak kegiatan akan semakin berkurang waktu untuk diri sendiri, maka pengaturan waktu itu sangat penting, terlebih bagi yang bekerja sambil kuliah, waktu itu sangat amat berharga.
  4. Tegaskan pada rekan kerja atau pimpinan secara informal bahwa untuk kerja lembur dijadwalkan pada hari kerja saja. Hal ini sering saya alami dulu bahwa saya harus tetap bekerja saat hari libur.
  5. Jika memungkinkan tidak membawa pekerjaan kantor ke rumah, nikmatilah waktu di rumah bersama keluarga atau melakukan hobi. Bila terpaksa membawa pulang pekerjaan, batasi dan pilih waktu yang tepat untuk mengerjakannya. 
  6. Jadwalkan kegiatan refreshing minimal sebulan sekali atau tiap enam bulan sekali. Hal ini terlihat sepele, tapi sebenarnya sangat penting. Penyegaran pikiran dan batin akan menghindarkan dari kejenuhan yang bisa berdampak pada penurunan tingkat produktivitas pegawai. 
  7. Bersyukur. Ini adalah kunci utama dalam rangkaian aktivitas manusia yang bisa memunculkan motivasi, kesadaran diri dan rasa menerima.

Beberapa tahun saya kehilangan kehidupan pribadi karena saya terlalu loyal dan cinta dengan pekerjaan yang saya geluti. Saya menikmati apa yang saya lakukan dan mengabdikan diri sepenuhnya pada pekerjaan tersebut tanpa berpikir efek di masa depan. 

Dengan sebuah kebulatan tekad, saya mengajukan surat pengunduruan diri, alasannya sederhana saja, saya tidak pernah melihat matahari, hanya setumpuk kertas dan layar biru saja yang saya pandangi lebih dari 20 jam sehari.

Sebuah ucapan yang sering saya dengar dari kawan, "Loyalitas dan dedikasi itu penting, tapi jangan korbankan hidup hanya untuk bekerja, kalo kita meninggal karena pekerjaan, hanya sehari atau paling lama seminggu perusahaan kehilangan. Lalu muncullah pengganti dan kita dilupakan." 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun