Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gibran Ngeselin, Prof. Mahfud Juara!

22 Januari 2024   14:42 Diperbarui: 22 Januari 2024   14:53 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Ulihape

Siapa yang nonton Debat Cawapres tadi malam?

Sejak awal menyapa aku merasakan aura yang berbeda pada Cawapres No.2 (Namanya ada pada judul artikel), wajahnya mengkerut. Dan aku bilang ke suamiku "Wah tumben nih dia nggak smart, beda nih kek debat pertama cawapres". Analisa suamiku "yah mungkin udah dipesenin buat nyerang".

Aku malah mengapresiasi bahwa penampilan cawapres no 1 yang lebih luwes tadi malam, nilainya membaik dibanding debat pertama cawapres. Selebihnya Prof. Mahfud sudah nggak diragukan, dari pengalaman maka sudah jelas beliau mampu dan mumpuni.

Aku pernah menulis mengenai Gen Z, udah banyak kisah tentang Gen Z ini dinilai tak sopan, mungkin kalian bisa baca tulisanku tentang kesalahan Gen Z. Nah ketika merespon jawaban Pak Mahfud entah mengapa cawapres nomor 2 bak sedang srimulat tapi nggak bikin senyum apalagi ngakak yang ada aku mengucap istighfar "duh yakin deh kalau pak Jokowi orang tua yang benar pasti malu sama kelakukan anaknya" kalo fansnya sih wajar lah membabi buta udah jelas salah tetap disanjung, sah-sah saja namanya juga cinta sejak zaman penjajah rasa tai jadi coklat katanya.

Untungnya Prof. Mahfud waras, beliau dengan tegas menolak menaggapi. Apa kata fans Cawapres No. 2? Baper pasti gak mau salamin! Terbukti salah, Prof. Mahfud bahkan melangkahkan kakinya menuju cawapres No. 2. Itulah bedanya orang beradab sama nggak.

Kasus Gen Z nggak sopan nih bukan lagi hal aneh, nah semalam Indonesia bisa melihat kelakukan cawapres No. 2 menggambarkan banget kelakuan Gen Z. Mau itu musuh kek, mau itu anak buah ayah nya kek namanya adab itu harus paham. Bisa saja kan dia membalas "wah saya rasa belum pas jawabannya Pak" bukan kek badut gitu. 

Jawaban nya udah nggak menarik karena diulang-ulang hilirisasi, apakah ini efek micnya hanya satu? Entahlah, yang pasti aku semakin yakin dengan tidak memilih cawapres 02 padahal sewaktu debat pertama lalu aku sempat jatuh hati dibuatnya. Bersyukur sih ada degan semalam jadi makin mantaf melabuhkan pilihan pada 14 Februari nanti.

FIKSI DALAM DEBAT CAWAPRES

Di suatu malam yang penuh ketegangan, Profesor El, seorang ahli hukum terkemuka, tampil percaya diri menghadiri debat cawapres untuk keduakalinya.. Di sisi lain panggung, Samsul, seorang pemuda yang mewakili kepentingan anak muda dan juga merupakan putra dari Pak Lurah kampung sebelah, tampil dengan penuh percaya diri.

Debat menjadi semakin panas ketika Samsul mencoba mencemooh Profesor El, mengklaim bahwa pemahaman hukumnya sudah ketinggalan zaman. Profesor El, seorang intelektual yang selalu tenang, merespons dengan senyuman dan menjelaskan dengan bijak setiap tuduhan yang dilemparkan kepadanya.

Namun, di tengah-tengah debat, Samsul memilih untuk menggunakan bahasa tubuh yang mengejek dan meremehkan.  Namun, namanya juga profesor makanya Profesor El tetap bersikap tenang dan mengabaikan provokasi tersebut.

Di dalam hati Profesor El, rasa rendah hati dan kesedihan tumbuh. Ia merasa sedih melihat bagaimana seorang pemuda yang seharusnya menjadi perwakilan harapan masa depan malah memilih jalan meremehkan lawannya. Meskipun dalam hati, ia menyadari bahwa ini bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang masa depan bangsa.

Seiring debat berlanjut, Profesor El memilih untuk tidak terlibat dalam permainan Samsul. Sebaliknya, ia memutuskan untuk fokus pada argumennya dan mengedepankan kebenaran. Setiap kata yang diucapkannya mengandung kebijaksanaan dan pengetahuan yang mendalam.

Pada akhirnya, debat berakhir tanpa kejelasan siapa yang memenangkan hati pemirsa. Meskipun Samsul mencoba meraih popularitas dengan sikapnya yang mencolok, Profesor El tetap teguh pada prinsipnya. Ia tahu bahwa kebenaran dan keadilan tidak selalu diterima dengan gemerlap sorotan, tetapi ia yakin bahwa nilai-nilai tersebut akan tetap hidup dalam pikiran dan hati mereka yang mencari kebenaran.

Di luar panggung, Profesor El melangkah pergi dengan kepala tegak. Dengan ramah berjalan ke arah Samsul memberi salam dan menepuk punggungnya "belajar lagi ya sul", ia yakin bahwa perjuangan untuk kebenaran tidak akan pernah sia-sia. Masa depan bangsa bukan hanya milik mereka yang berkuasa saat ini, tetapi juga milik generasi yang akan datang, dan Profesor El bertekad untuk terus menjadi penjaga keadilan, meskipun harus menghadapi tantangan dari anak-anakmuda apalagi bapaknya lurah di kampung Prof El.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun