Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

5 Drama Hidup Bertetangga, Sabar adalah Kunci!

21 Oktober 2022   12:06 Diperbarui: 23 Oktober 2022   03:05 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetangga

Kalau membaca di berbagai literatur pengertian tetangga adalah orang yang berdekatan rumahnya, bahkan ada ungkapan bahwa saudara terdekat kita adalah tetangga. 

Hidup bertetangga sudah aku kenal sejak kecil, rumah tapak kami selalu bermukim di sebuah daerah yang padat penduduknya. Zaman dahulu apartemen itu belum ada, jadi emang nggak kepikiran sih untuk hidup sendiri.

Sebagai makhluk sosial tentu kita juga diajarkan untuk saling berinteraksi, dan bisa terlaksana berkat hidup bertetangga. Selama menjalani peranan hidup bertetangga, alhamdulillah aku suka bahkan ketika sudah mengenal konsep rumah yang bernama apartemen, nggak kebayang sih hidup tanpa tetangga.

Karena butuh tetangga maka setelah menikah, aku pun mencari hunian yang ada tetangganya.

Selama menuju 11 tahun menikah dan hidup bertetangga rasanya baik-baik saja, dan kali ini aku mau cerita tentang drama hidup bertetangga yang pernah aku alami, baik sebagai seorang anak maupun saat ini seorang istri dan Ibu.

Kisah Drama Hidup Bertetangga

Hidup Bertetangga, by Ulihape. Photo by Canva Premium
Hidup Bertetangga, by Ulihape. Photo by Canva Premium

Kejadian ini terjadi waktu aku masih kecil, kalau tak salah aku baru kelas dua SD. Pagi itu aku melihat kedua orang tuaku beradu mulut. Mamakku tipe yang sangat menjaga harmonisasi dalam hidup bertetangga, jadi meski cekcok mereka suaranya pelan, pokoknya jangan sampai tetangga dengar. 

Lah tapi aku kan melihat mereka, aku punya rasa takut "ini orang dewasa pada ngapain kok sepertinya mengerikan". 

Dalam takut aku merasa harus mencari bantuan, dan bantuan terdekat tentu saja meminta tolong tetangga. Maka aku berlari ke pintu belakang sekuat tenaga aku berteriak, "Tolong...tolooooong, toloooong mamak papaku berantem, tolooooong." 

Pagi yang sunyi itu pecah dengan teriakanku, spontan tetangga berhamburan menyamperiku dan bersama kami masuk ke dalam rumah dan tahu apa yang aku temui, "Mamakku pingsan, papaku tersenyum."

Tetangga berusaha membantu mamak siuman, dan semuanya bubar. Setelah tetangga pulang, mamak sambil membelai kepalaku berucap, "Tadi mamak pura-pura pingsan karena malu, lain kali kalau mamak papa berdebat jangan ganggu tetangga, udah diam saja karena debat bagi orang dewasa itu biasa."

Kelas dua SD aku menyimpulkan "bahwa jangan melibatkan tetangga dalam keributan kecil kita", noted! 

Setelah aku menjadi seorang istri, aku kerap memberi nasihat kepada suami supaya selalu berbuat baik dengan tetangga, "Kita nggak tahu kapan butuh bantuan tetangga, maka bersabarlah kalau ada hal yang tak menyenangkan."

Ternyata sikap suami tak sekalem istrinya, sampai akhirnya aku juga harus mengirimkan maaf lewat whatsapp kepada tetangga.

Nah begini ceritanya, posisi rumah kami memang menghadap matahari terbit. So bisa dipastikan pagi hari cahaya mentari dengan hangat masuk ke dalam rumah dan mengganas pada siang hari which is kalau ngejemur baju di teras rumah dijamin akan kering. 

Sebaliknya tetangga depan rumah susah mendapatkan cahaya matahari, di sinilah masalahnya timbul ketika tetangga tanpa basa-basi memasang jemuran di depan rumah, terkadang suaminya pula membuang puntung rokok ke dalam parit rumah kami. 

Emang sih ngeselin, tapi dulu mamakku pernah dongenginku kisah seorang nenek masuk surga hanya karena sabar memungut sampah yang dibuang oleh tetangganya. 

Ternyata dongeng itu gak masuk akal suamiku, haha. Alhasil dia kutip semua puntung rokok, lalu dia masukkan kembali ke teras rumah tetangga depan, aduh!  Lalu jemurannya ditabrak dengan motor, ampun! 

Ketika aku dikirimi pesan dan laporan, reaksiku jelas memarahi suamiku, "Kalaupun marah tolong caranya jangan gitu, bisa dibilang baik-baik." 

Alhasil aku menghubungi istri tetanggaku menjelaskan kronologis dan meminta maaf. Ternyata tetanggaku nggak pernah tahu kalau mbak-nya menjemur depan pagar kami.

Tetanggaku itu juga nggak tahu perihal puntung rokok suaminya karena dia berpendapat sudah disapu oleh mbak-nya.

Suatu hari anakku bertanya, "Kenapa sih tetangga kita suka nyanyi malam-malam?"

Kebetulan tetangga sebelah rumah berbeda agama. Kesempatan ini aku gunakan untuk menjelaskan bab toleransi dan nilai-nilai yang ada pada sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa. 

Alhamdulillah kini kalau tetangga sedang ibadah malam komentarnya adalah, "Mami abang A sedang ibadah ya."

Grup Dalam Grup. Zaman now sih rasa hampir semua punya grup RT ya. Grup dibuat untuk memudahkan silaturahmi dan saling mengenal tentunya. 

RT kami kurang lebih ada 30 KK dengan segala keberagamannya. Dan menjelang pilpres saat itu berseliweran deh semua meme dan informasi terkait pilpres. 

Dan kebetulan dalam grup tersebut aku termasuk kelompok minoritas karena memilih Pak Jokowi. 

Hari pencoblosan pun berlangsung, quick count juga sudah dilaksanakan, ketika jam 3 sore ada sebuah pesan, "Itu Mami Kanda menang tuh, presiden kafir."

Kebetulan baru saja terbaca dan pesan itu mendadak dihapus, "Oh salah kirim ya bu," batinku. 

Reaksiku biasa saja meski sedih, sedih bukan karena dikatai melainkan sebegitu tipiskah toleransi yang ada? 

Sejak itu aku tahu ada grup lain khusus ghibah pilihanku haha, dan saat berpapasan wakwaw kaku dong dia, aku sih B aja..sabar!

Kalo se-geng salah bukan masalah, drama terakhir pernah aku disapa lewat whatsapp. Seolah menuduh anakku mengucapkan konten dewasa, i know my boy dan yakin kalaupun dia mengucapkan pasti nggak paham maknanya. 

Lalu aku tanya kembali kepada anakku, "Pernah ngucapin kata ini ke teteh Mas X?" 

Dia pun dengan lugu menjelaskan bahwa kata itu dia ucapkan karena disuruh "Mas X". 

Aku sampaikan dan ibunya konfirmasi ke anak gadisnya bahwa benar seperti yang anakku ceritakan. Apakah sang Ibu menegur Mas X? Tydack! 0h iya gak apa mam, nanti saya jelaskan ke anak gadis saya. Aku tahu mereka segeng, jadi kalau berbuat salah nggak usah ditegur, maklumi saja namanya juga bestie, GRRRRrrrrrrr

Well, drama hidup bertetangga itu kuncinya hanya sabar nggak ada yang lain. Aku percaya semua agama mengajarkan hal baik pasti ada banyak tips untuk hidup rukun bertetangga. 

Ketika ada masalah sebaiknya minta bantuan Pak RT sebagai komunikator, atau ceritakan ke pasangan kita. Tetangga bagaimanapun adalah orang terdekat yang uluran tangannya bisa kita raih.

Seperti suamiku yang membalas perbuatan tak menyenangkan pada akhirnya harus mengakui ketika yang memberi bantuan air dengan selang terpendek ke dalam rumah kami adalah tetangga depan rumah kami, coba kalau aku nggak minta maaf duluan.

Toleransi harus ditumbuhkan ke dalam diri supaya kita bisa memahami perbedaan bertetangga, dan selalu ingat berbuat baik itu nggak rugi kok.

Aku yakin sih ada banyak kisah menarik hidup bertetangga haha bahkan beberapa drama Korea juga membahas isu hidup bertetangga, ada juga sitkom Tetangga Masa Gitu? dulu tayang di mana ya lupa, haha.

Pokoknya punya tetangga itu menyenangkan bila berpapasan segera tegur, jika salah segera layangkan maaf tentunya stok sabarnya diperluas. Sesekali ikut terlibat dengan kegiatan RT, kadang makanan yang dikirim nggak menyapa hangat hehe dan selalu punya anggapan bahwa keberadaan kita pun bisa jadi sebab tak enak buat tetangga namun mereka memaklumi dengan sabar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun