[caption caption="Kemeterian PUPR Ranking II Keterbukaan Informasi Publik, Sumber FP BalitbangPUPR"]
Arie Setiadi mengatakan bahwa Balitbang PUPR telah menciptakan hasil-hasil Litbang untuk mendukung pembangunan infastruktur bidang PUPR. Untuk mengatasi sampah, Balitbang telah menciptakan produk Komposter dan Biofil. Diungkapkannya, dengan alat saja tidak cukup untuk mengatasi masalah sampah yang kian menggunung. Tapi juga diperlukan peran masyarakat dalam mengangani sampah. Salah satunya dengan memilah sampah mulai dari lingkungan keluarga serta kegiatan 3 R yaitu Reduce, Reuse, Recycle. Keluarga menjadi sector utama untuk edukasi tingkat awal dalam hal penerapann untuk tidak membuang sampah sembarangan, anak-anak akan mencontoh perilaku orang tua. Jadi mari biasakan membuang sampah pada tempatnya, kemudian mulailah dari rumah tangga untuk membiasakan memilah sampah dapur, hal ini sepele namun bisa memberikan dampak yang luar biasa untuk mengurangi emisi gas beracun pada rumah kaca. Sampah merupakan masalah utama untuk hampir diseluruh kota Indonesia, dan hanya butuh disiplin untuk bisa mewujudkannya, seperti yang telah dilakukan Mbak Avy salah satu kompasianer di Surabaya yang berbagi cerita lewat Hangout bahwa beliau sudah melakukan Bank Sampah disekitar lingkungannya. Menurut Mbak Avy kendalanya hanyalah disiplin dari masing-masing rumah, namun Mbak Avy sangat tegas sehingga rumah tangga yang tidak memilah sampahnya tidak akan diterima, intinya Mbak avy mewajibkan sampah harus dipilah sebelum diolah, salah satu penarik untuk menyadarkan masyarakat tak dipungkiri kegiatan ini harus diiming-imingi rupiah. Lain lagi dengan Mas Alifiano Kompasianer dari Yogya yang memberikan masukan bahwa kunci sukses permasalahan sampah adalah Sustainable Development, harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga menjadi budaya.
Â
Persoalan lain yang tak kunjung selesai adalah BANJIR, masalah klasik yang hadir tahunan. Penyebab utamanya tentulah sampah tadi. Saya merasakan setahun terakhir ini melihat kali-kali di Jakarta sudah bebas sampah, paling tidak itu yang saya saksikan disepanjang sungai yang saya lewati menuju kantor, dan luar biasa dulu hujan sedikit saja dipastikan ada genangan namun saat ini beberapa kawasan sudah bebas genangan. Hal ini tentu karena sampah yang sudah tak menumpuk dipelataran kali. Penanganan yang perlu dilakukan tak hanya sebatas pembangunan rumah susun, jalan tol dan jalur-jalur transportasi, tetapi juga pembangunan tanggul, pengadaan lahan dan bank sampah, perbaikan saluran air, normalisasi sungai dan lain-lain. Bapak Leo junga memberikan optimism bahwa Jepang saja mebutuhkan waktu 10 tahun untuk bisa seperti saat ini, maka beliau mengajak seluruh kompasianer untuk bergerak membantu menyebarkan solusi yang hadir seriing inovasi, maka beliau yakin kita bisa menyelesaikan kurang dari 10 tahun, yess!. Bapak Arie juga menjelaskan bahwa dengan caranya pula alam akan membalas setiap gangguan yang dilakukan manusia. Jadi jelas bahwa alampun tak mau disalahkan, kita sebagai penghuninya harus bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan.
Â
Dari brosur yang aku peroleh di lokasi acara, sangat informative menurut saya. Jauhkan banjir dengan cara jangan mengganggu resapan, jangan terlalu banyak ambil air tanah, dipermukaan banjir menggenang makin tinggi sedangkan dibawah permukaan muka air terus menurun, itulah yang terjadi pada BANJIR.
Â
Banjir, Mengapa Terjadi ?
- Air yang ada dibumi mengalami siklus hidrologi dan membentuk suatu kesetimbangan dinamik
- Air hujan yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, sebagian meresap membentuk air tanah
- Gangguan terhadap komponen siklus hidrologi, secara alami akan membentuk kesetimbangan baru
- Banjir dan penurunan muka air tanah merupakan hasil dari kesetimbangan baru
Â
Dimana Terjadi Gangguan ?
- Pada daerah resapan terjadi perubahan fungsi lahan yang sifatnya mempercepat aliran permukaan
- Pada daerah keluaran air tanah terjadi pemompaan air yang melebihi pasokan akuifer.
Â