Deadlinenya hari ini mi, ucap suamiku pagi tadi. Apaaa ? Its weekend pi , mana mau belanja, nyuci baju keluarga, beberes rumah yang weekday disapu ala kadarnya and now i must write a blog competition, demi apa coba? Demi sebuah suara hati tentunya...Â
[caption caption="Sumber poto www.google.co.id"][/caption]
Kompasiana bersama PT. KAI khususnya PT. KCJ (Kereta Commuter Jabodetabek) kali ini mengajak kompasianer untuk berbagi pengalamannya dalam menggunakan moda transportasi yang bannya gak pernah kempes hehehe.
Well, untuk urusan naik kereta api, dari jaman mengenal lagunya sampai naik beneran dan hingga saat tulisan ini publish, aku cuman mau bilang "bahwa perkeretaapian di Indonesia sudah jauuuuhhh lebih baik dibanding tahun-tahun kemarin. Dulu aku tinggal disebuah kabupaten Tebing Tinggi di Propinsi Sumatera Utara, setiap kami libur maka mamak papa akan mengajak kami menikmati mall-mall keren (tahun 1985) di kota Medan menggunakan kereta api, dikarenakan papa belum memiliki kendaraan roda empat maka kereta api adalah the best choice buat keluarga besar seperti kami. Aku ingat posisi tempat duduk didalam kereta api bisa diset saling berhadapan dan disisinya tersedia meja untuk meletakkan makanan, dan adalah kesukaan kami memesan makanan di kantin yang tersedia didalam kereta api, bahkan pemberhentian dibeberapa stasiun membuat kami kalap jajan makanan khas yang entah kenapa rasanya jauh lebih enak disantap di atas kereta api.Â
Waktu berlalu, akupun tiba didunia perkuliahan, aku kuliah di Bogor dan setiap libur mudik ke Palembang, dan ada saatnya aku ingin pulang ketika musim libur belum tiba, maka satu-satunya biaya yang termurah adalah naik kereta api meski sebelumnya aku harus ke merak terlebih dahulu lalu menyebrang ke Lampung dan melanjutkan perjalanan ke Palembang dengan menggunakan kereta api. Dengan memilih kereta api maka total biaya yang aku keluarkan untuk sampai Palembang hanya 130 ribu, dibanding naik bis 280ribu atau pesawat 700 ribu, tentulah kereta api still my best choice untuk melepas rindu kapan rasa itu tiba.
Tahun 2000 ketika menjadi mahasiswi aku pernah melakukan kecurangan yaitu dengan tidak membeli tiket Jakarta - Bogor. Seperti kata bang napi sodara-sodara bahwa kejahatan itu terjadi karena adanya kesempatan. Saat itu aku dan 3 orang teman memilih naik kereta ekonomi Bogor - Kota, tahun 2000 tiketnya masih kertas dan akan dibolongi dgn sebuah alat "bolongers" saat petugas memeriksa diatas kereta api. Saat itu entah kenapa petugas melewati kami, dan akhirnya tiket kami masih utuh dan muncullah sebuah kenekatan dariku, nanti kita pulang ga usah beli tiket, pakai tiket ini aja toh gak dibolongi. 3 temanku menggangguk setuju, tanpa ada yang komplain "lugu semua keknya", coba aja ada yang protes, bahwa ternyata di tiket ada tertulis tujuan artinya seharusnya tiket balik adalah Bogor-Jakarta. Apes, ketika dipintu keluar stasiun bogor aku dan 3 orang temankupun diamankan, dianggap melakukan penipuan dan diharuskan membayar denda yang jumlahnya 5x lipat harga tiket. Sejak saat itu aku berjanji tak akan melakukan kecurangan lagi. Tahun 2000 pilihan kereta api masih ada express AC, ini kereta cepat nan nyaman tentu dengan tariff lebih mahal, lalu ada kereta ekonomi non AC, kalau memilih ini maka penumpang membludak disetiap sudut kereta, muka,belakang dan atas. Pemandangan yang sangat biasa melihat banyak orang menduduki atap kereta dan tak sedikit berujung maut. Bahkan PT. KAI dengan penumpang yang membludak justru tak untung, yah kecurangan seperti modusku pasti terjadi.
Saat itu pilihan tiket hanya terbatss dengan tiket sekali jalan berbentuk kertas dan kalau tidak salah ada satu jenis tiket lagi yang sudah menggunakan kartu yang menyerupai ATM, dulu sering kami sebut abodemen, sistemnya kita deposit, tapi dulu tidak bisa dicek saldonya, hanya kita deposit misal 50ribu untuk 1 bulan, dan 1 tiket ini bisa digunakan beberapa kali dalam 1 hari oleh beberapa orang juga, cukup tunjukkan petugas "saya pake abo" lalu beres, sementara bisa jadi biaya penggunaan tiket sudah melebihi deposit, yahh gimana gak rugi ya PT.KAI?
Tahun 2000 aku terkadang sengaja memilih naik kereta api, bukan untuk sebuah perjalanan, tetapi hanya sekedar ingin berbelanja murah, mungkin ada pembaca yang ingat, tahun 2000 didalam kereta api kita bisa menemukan aneka kebutuhan rumah tangga, akan banyak pedagang yang menawarkan dagangan, bahkan pengamen favoritku dengan alat musik lengkap ada didalam kereta, mau bersedekah ada juga pengemis yang menyapu lorong gerbong kereta, bayangkan tahun 2000 situasi per kereta apaian Indonesia..kumuh, padat dan panas.
Selepas lulus kuliah,akupun bekerja dan tak pernah lagi menggunakan moda transportasi ini. Lalu tahun 2010 aku pernah sekali harus menggunakan kereta api, dan wow...saat itu agak kaget melihat perubahannya. Ternyata sudah ada KCJ, dan bisa membeli kartu sekali jalan, namun belum berdeposit keknya, karena waktu itu kartu aku bawa pulang, maklumlah suka ama kartu-kartu heheh dan karenanya pihak KCJ membuat aturan baru supaya kartunya ribalikkan lagi maka dibuat depoait sehingga mau gak mau aku akan ke loket menukarkan kartu dengan mengambil sisa uang yang ada didalamnya, smart!!
Â
Dari sekian banyak pengalaman maka perubahan yang signifikan yang aku rasakan adalah suasan stasiun yang jauh lebih bersih, bebas pedagang asongan, bebas pengamen, dan kini tak dijumpai lagi penumpang yang bergelantungan atau nangkring diatas atap, lalu beberapa stasiun  membuat penumpang nyaman, bayangkan lu sekarang bisa kongkow didalam stasiun entah itu mau makan ayam crispy atau sekedar ngopi cantik. Lalu toilet sudah tidak berbayar, kalau dulu masuk toilet itu bayar. Pilihan waktu pun lebih banyak dengan jarak antar KCJ yang tak lama, bahkan wanita memiliki gerbong khusus. Dan harus diakui perubahan kebaikan ini mulai signifikan terjadi ketika lembaga BUMN ini dibawah kendali Bapak Jonan Iganatius.
Lalu akupun menikah, dan memiliki anak. Sebagai working mom eh ibu pekerja, maka semua pasti setuju bahwa emak-emak yang ngantor datangnya suka telat tapi pulang paling teng GO, gitu jam kerja beres lalu lari ngabsen dan sesegera mungkin ingin langsung tiba dirumah, entah itu sekedar melepas rindu atau untuk menyelamatkan ASI perah yang didapat selama jam kantor. Dikantorku ada 3 orang ibu pekerja yang memiliki balita, 1 orang depok, slipi dan bekasi. Maka kami akan langsung berlari untuk menyetop bajai menuju stasiun, lalu berlari lagi menuju peron masing. Meski harus berdesakan, mulut ketemu ketek namun kami senang, karena kami bisa dengan cepat sampai dirumah. Thats why i told you, bahwa KJC adalah pilihan terbaik untuk kami ibu pekerja, bebas macet dan yang pasti murah. Dan saat ini jadwal antar kereta tidak lama.
Dan buat working mom keberadaan KCJ yang semakin mudah untuk disentuh lewat beberapa akun media sosial merupaka sebuah cara terbaik untuk mengupdate kejadian seoanjang hari. Terkadang sebelum jam pulang, kami mengetahui ada permasalahan kereta dari berbagai akun media sosial KCJ, atau bahkann ketika hujan aku akan memention lewat twitter menanyakan keadaan supaya perjalanan lebih lancar, bahkan komplain bisa langsung kita sampaikan dan sampai saat ini respon akun media sosial snagat membantu.
Â
HARAPANKU?
Saat ini aku masih menggunakan KCJ secara situasional, hal ini dikarenakan jarak yang lumayan jauh dari stasiun ke rumah, sehingga bagiku yang tidak mempunyai motor maka untuk pulang masih tergantung dengan beberapa angkot dan akhirnya membuat perjalanan bertambah panjang, harapanku semoga kedepannya PT. KAI membuat transportasi yang membantu penumpang untuk lebih cepat menjangkau lokasi lainnya dari dalam atau menuju stasiun, misal dibuatkan shuttle bis atau jenis kendaraan lainnya.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H