Mohon tunggu...
ULIFAH TATA
ULIFAH TATA Mohon Tunggu... Freelancer - Aktifis pemberdayaan

Pemberdayaan pembangunan desa, pemberdayaan perempuan dan anak, pemberdayaan kesehatan masyarakat, peberdayaan masyarakat petani hutan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perjuanganku Melawan Covid

16 Agustus 2021   13:00 Diperbarui: 16 Agustus 2021   20:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kami berdebat, akhirnya ada kesepakatan hanya aku dan anak pertama yang bisa melakukan PCR, anak kedua akan di rawat suami karena bergejala dan akan melakukan Isoman, hari kamis dilakukan PCR di Puskesmas dan benar, kami berdua dinyatakan positif berdasarkan hasil PCR. Dan kami di minta bersiap-siap agar mengikuti karantina yang di selenggarakan di tingkat kabupaten. Tetapi kami harus menunggu sampai  selama 3 hari dirumah (Isoman), karena tempat Karantina semua jauh

Saya ingin segera meninggalkan rumah untuk karantina agar tidak menularkan virus ke keluarga atau tetangga lainnya, Saya berfikir di karantina saya akan lebih tenang, karena dipantau kesehatan kita oleh tenaga kesehatan. Saya minta dijemput di tempat yang tidak menimbulkan kegaduhan warga,

Kami bertiga naik ambulan puskesmas ke tempat karantina dengan diantar oleh sopir dan perawat dengan menggunakan APD lengkap. dengan salah satu karyawan bank dari wilayah Puskesmas saya. Sesampai di tempat karantina kami di terima oleh petugas yang jaga di sana, dikasih fasilitas tidur (Sprei dan selimut baru), fasilitas mandi lengkap dan air mineral. 

Ternyata disana banyak sesama penyintas, puluhan bahkan ratusan orang. Mereka silih berganti datang dan pulang. 

Tempatnya di sebuah gedung SMP, dimana satu ruangan ukuran sekita 9 X 12 meter di tempati 6 orang, Alhamdulillah aku dapat satu ruang sama anak saya. 

Dan di hari kedua, sebanyak 15 orang penyintas covid yang bersamaan masuk dengan saya di antar ambulan untuk melakukan tes Darah dan Foto Torag, hasilnya virus sudah menyerang paru-paruku dan aku dinyatakan pneumonia, pantesan aku selalu batuk dan sesak nafas. dan setiap hari jam 6 dan jam 12 semua penghuni karantina diperiksa oleh dokter untuk dicek saturasi, dan tensi darah, serta ditanyai keluhan apa saja yang di rasakan. Jadi paling tidak kami bisa curhat tentang keluhan yang kami rasakan. Dua hari sekali di pagi hari kami mengikuti senam yang dipandu oleh instruktur senam profesional

Selama saya tahu positif covid, yang saya rasakan luar biasa, begitu berat perjuangan saya merasakan sakit dan ketidak enakan badan, selain batuk-batuk, nafas saya ngos-ngossan, badan saya sakit seperti di tusuk-tusuk. kasus ini kebetulan terjadi pada saya. anak saya baik-baik saja seperti orang gak sakit. dan beberapa teman sebayanya disana juga tidak merasakan gejala yang seperti saya rasakan. Tetapi banyak di antara sesama penyintas covid disana yang jauh lebih parah dari aku. Ada beberapa ruangan juga yang satu keluarga di karantina semua, antar 4 sampai 6 orang, keluarga inti dan  kakek neneknya. Aku begitu kasihan melihat anak anak bailta dan seusia SD terpapar covid juga ..tapi mereka menjalani saambil  bermain-main - main dengan saudara dan teman sebayanya di tempat karantina.

Yang saya rasakan adalah sangat mudah lelah, untuk berjalan menjangkau kamar mandi yang berjarak sekita 50 m dari ruangan saya saja ngos2an. kami dapat jatah makan 3 kali sehari berupa nasi kotak, buah, jus, snack, dan siang hari kami di kasih susu kotak. 

Tetapi karena makan gak enak banget ya gak ada nikmatnya. Tetapi saya tetep optimis bisa sembuh, meskipun nasi kotak itu hanya aku makan sepertiganya, dan kadang hanya aku makan pisangnya, kalau untuk orang gak sakit menurut standart perekonomian aku makanan kotak itu sudah enak, tetapi selam 5 hari gak aku makan, meski diawasi anakku aku pura-pura makan, padahal makanan itu aku buang dan hanya aku makan pisang saja agar aku tidak kelaparan. Apalagi mau ngemil, meskipun adik iparku juga mengirim makanan martabak terenak di kotaku, ku cicipi, tapi rasanya gak enak, aku berfikir, bahwa makanan terenak di dunia pun tidak akan terasa nikmat dengan kondisi ini. Dan beberapa hari aku juga memilih makan bubur yang aku pesan di go food, diam-diam nasi kotakku pagi hari aku buang, krn gak ada yang mau di kasih, semua sudah kebagian di tempat karantina.

Sesekali di malam hari aku diambilkan air panas oleh anakku dan kutetesi minyak kayu putih untuk aku hirup uapnya, setelah air tetesan minyak kayu putih hangat langsung aku minum. 5 hari kemudian Aku seperti orang hamil, pingin makan buah-buahan. Temanku membelikanku buah semangka dan jeruk, dan aku di kirim fresh care agar tiap hari aku hirup. hari ke enam aku sudah mulai lapar dan pingin makan, indra penciuman sudah mulai kembali meskipun sekitar 50%.

Dan di hari ke 7 aku di perbolehkan pulang, suami dan anak kedua menjemput, karena mau pulang sendiri gak bawa kendaraan dan untuk pakai jasa grab atau gojeg gak ada, di sekitar karantina banyak kendaraan yang gak nerima penyintas covid, warga tahu semua kalau di tempat itu tempat karantina, sampai-sampai mau beli pulsa dan kuota internet gak ada toko buka.  karena kami karantina di sebuah perdesaan yang bertepat di wilayah kecamatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun