Mohon tunggu...
ULIFAH TATA
ULIFAH TATA Mohon Tunggu... Freelancer - Aktifis pemberdayaan

Pemberdayaan pembangunan desa, pemberdayaan perempuan dan anak, pemberdayaan kesehatan masyarakat, peberdayaan masyarakat petani hutan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membedakan Pekerja anak dan Anak bekerja

12 Juni 2021   12:35 Diperbarui: 12 Juni 2021   12:57 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk alasan ini, Konvensi 182 Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak menghimbau para Negara anggota ILO untuk memperhatikan situasi khusus dari anak perempuan.

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

PRTA adalah salah satu bentuk umum dan tradisional dari pekerja anak. Praktik ini, khususnya dalam kasus anak perempuan, cukup meluas karena banyak budaya berpandangan bahwa kontribusi anak perempuan pada tugas rumah tangga sebagai bagian penting dari pengasuhan mereka.

Keluarga di daerah perkotaan biasanya merekrut anak-anak dari pedesaan, melalui keluarga, teman atau kontak lain, yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin, terlantar, yatim piatu atau datang dari keluarga dengan orang tua tunggal.

Dalam banyak kasus dan khususnya ketika mereka terlantar atau yatim piatu, PRTA bergantung sepenuhnya pada keluarga yang mempekerjakan. Situasi biasanya menjurus pada perbudakan. Anak-anak melaporkan bahwa mereka dipaksa memakan makanan sisa, mendapat upah sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali, tidur di lantai, mengalami kekerasan fisik atau seksual, terisolasi dari keluarga mereka, dan jarang bersekolah atau bermain dengan anak lain seusianya.

Mayoritas PRTA berusia antara 12 hingga 17 tahun, meski sejumlah survei mengidentifikasi bahwa anak-anak pada usia 5 atau 6 tahun telah bekerja sebagai PRTA. Sebagian besar adalah anak perempuan, namun di banyak negara anak laki-laki juga bekerja sebagai PRTA. Jam kerja PRTA biasanya panjang: 15 atau 16 jam per hari adalah hal yang wajar. Penyebab Perburuhan Anak

Kurangnya akses ke pendidikan Ada banyak alasan mengapa anak-anak bekerja dan tidak pergi sekolah. Pada sebagian besar negara, pendidikan dasar tidak gratis dan tidak selalu tersedia untuk semua anak. Meskipun sekolah tersedia, namun kualitas pendidikannya buruk dan isinya tidak relevan. Pada situasi di mana pendidikan tidak terjangkau atau orang tua dan/atau anak-anak melihat tidak adanya nilai akan pendidikan, maka anak-anak disuruh bekerja dari pada Prepared by JARAK, 2020 51 sekolah. Hal ini umumnya terjadi pada anak-anak miskin dengan posisi budaya dan sosio[1]ekonomi tidak beruntung serta terpisah dari kelompok. Implikasinya, anak-anak mudah menjadi korban eksploitasi perburuhan anak

Kemiskinan Kemiskinan adalah alasan pokok yang memaksa anak-anak bekerja. Rumah tangga yang miskin perlu penghasilan, dan anak-anak menyumbangkan penghasilannya sekitar 20-25% (seperempat) dari pendapatan keluarga. Mengingat rumah tangga miskin menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk makanan, maka penghasilan anak-anak yang bekerja menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka. Namun bukan berarti kemiskinan selalu menyebabkan terjadinya perburuhan anak. Potret keluarga miskin beragam. Di banyak rumah tangga miskin, setidaknya ada beberapa anak memilih sekolah. Demikian pula di sejumlah wilayah/daerah di negara miskin, di mana pekerja anak bersekolah sementara pada daerah lain dengan kemiskinan yang sama, anak tidak sekolah. Begitu juga dengan negara yang sama-sama miskin di mana perburuhan anak dipraktikkan secara luas sementara di wilayah miskin lainnya tidaklah demikian. Negara-negara bisa sama-sama miskin tetapi derajat perburuhan anak berbeda (relatif tinggi atau relatif rendah). Pekerja anak tentu melanggengkan kemiskinan, terutama ketika anak-anak tersebut menjadi orang dewasa yang tidak memiliki keahlian yang pada akhirnya mengkondisikan anak-anak untuk bekerja kembali,

Tradisi Di beberapa daerah tertentu, secara tradisional anak-anak mengikuti jejak orang tuanya. Jika keluarga memiliki tradisi bekerja dalam pekerjaan berbahaya seperti penyamakan kulit, kemungkinan besar anak-anak mereka juga melakukan pekerjaan yang sama. Pada industri dan perkebunan di mana pembayaran berdasarkan harga satu buah/potong, anak[1]anak biasanya didatangkan untuk 'membantu' anggota keluarga yang lain. Ini adalah praktik biasa dalam konstruksi, pertanian dan pekerjaan berbasis rumahan.

Permintaan akan pekerja anak Majikan bisa memilih mempekerjakan anak karena lebih murah dari orang dewasa. Selain juga membentuk angkatan kerja yang patuh karena tidak akan mengorganisir diri untuk mendapatkan perlindungan dan dukungan. Sebagai salah satu solusinya adalah menyasar mereka yang mendapat untung dari eksploitasi ekonomi anak-anak, menghentikan praktiknya dan mewajibkan memberi kontribusi melalui rehabilitasi dan dukungan bagi yang mengalami dampak (anak-anak dan keluarganya). Penelitian mengenai penyebab pekerja anak cenderung mengkonsentrasikan pada faktor persediaan, terutama pandangan umum bahwa kemiskinan adalah kekuatan yang mengendalikan. Tapi permintaan untuk pekerja anak juga perlu diperhitungkan. Mengapa majikan menyewa pekerja anak? Penjelasan yang paling umum adalah biaya yang lebih rendah dan keahlian anak-anak yang tak tergantikan: dengan argumen "jari yang cekatan." Faktanya, kedua alasan tersebut tidak tepat dan sudah dibuktikan pada penelitian di seluruh dunia. Alasan utama untuk menyewa anak-anak bersifat non-ekonomi. Pada dasarnya, anak-anak mudah diatur karena mereka tidak sadar mengenai haknya, tidak banyak bermasalah, lebih patuh, dapat dipercaya, dan jarang absen dari pekerjaan.

 Dampak Kerja pada Anak-anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun