"Sayangnya, perasaan itu baru benar-benar terasakan saat bapaku sudah tiada, saat anakku sudah sebesar ini. Dan persis seperti ketika bapaku sering meminta idak-idak padaku, akupun sekarang setiap sore juga pasti minta di idak-idak anakku."
"Dan rasaku saat ini, mungkin sama bahagianya dengan ketika itu. Ketika bapak aku idak-idak, meski penuh dengan gerutu yang pasti sampai akhir hayatnya bapak tidak pernah tahu dan mendengarnya itu.", Sambungku sambil menghisap Djisamsu dalam-dalam.
"Loh, mau kemana kang?", Tanyaku saat melihat Kang Condro tiba-tiba saja bangkit, memasukkan Djisamsunya kedalam kantong saku bajunya.
"Anu Mbah, pulang. Mau idak-idak bapak, biar kelak saya tidak punya sesal yang sama seperti Jenengan Mbah."
Tak berlama-lama, Kang Condro langsung bergegas setengah berlari menuju ke rumahnya yang memang tidak seberapa jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H