Tentunya, ketika menghadapi ‘Panorama’ yang secara alami pemberdayaannya meliputi pembukaan gerbang pariwisata, tidak akan luput pada isu pengelolaan yang baik. Banyak yang ingin kaya, tapi berapa banyak yang berusaha? Sama halnya dengan pengelolaan panorama yang baik, banyak yang memonetisasinya sebagai tujuan wisata. Namun, seberapa banyak yang mengelolanya dengan baik dengan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) yang berlaku? Kerap kurang perhatian dari pemerintah dalam penegakan peraturan yang berlaku ataupun tidak diajaknya stakeholder warga sekitar untuk pengelolaan serta pembagian hasilnya yang baik. Seringkali juga, potensi panorama Indonesia yang indah pun ditutupi oleh pembangunan rumah-rumah liar. Misalnya, pada Desa Wisata Sungsang, terdapat pemukiman kumuh yang menjorok ke sungai, yang menghalangi indahnya panorama daerah tersebut dan menggantikannya dengan rasa kecemasan akan keselamatan pembangunan tersebut. Terlebih lagi, apabila kita melihat kasus di Nusa Dua Bali, yang daerahnya sangatlah terkomersialisasi dengan berbagai macam wahana serta atraksi wisata seperti speedboating, paragliding, banana boat, dll., menyebabkan daerah pesisir serta bawah laut tidak menjadi asri lagi. Hancurnya terumbu karang akibat seringnya lalu-lalang kapal turis merupakan hal yang sangatlah disayangkan. Pemerintah harus memiliki suatu rancangan tentang bagaimana cara mencapai keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan sekitar. Terlebih lagi, kebanyakan dari wisata ini dimiliki oleh pihak swasta, maupun internasional yang tidak begitu patuh dengan peraturan pemerintahan setempat.Â
Sama kasusnya dengan banyak negara berkembang lain di dunia, terkadang pemerintah sulit sekali mengedepankan pembangunan berkelanjutan ketika disandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika kita mengaplikasikan nilai-nilai Integrated Coastal/Ocean Zone Management, yang sangat seirama dengan Sustainable Development Goals, nilai-nilai ini seringkali gagal terealisasi. Dalam nama pembangunan, misalnya reklamasi di daerah PIK, Surabaya Timur–utara, ataupun Kepulauan Seribu, pembangunan di daerah pesisir tidak memperhatikan keberlangsungan ekosistem sekitar. Tumbuhan pesisir seperti mangrove pun harus menghilang dari pandangan. Pasir putih nan indah dikeruk untuk mengisi pantai di depan hotel berbintang lima. Dengan ekosistem yang rusak, pergi pula biota laut dan menurunlah hasil tangkapan. Privatisasi tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan dan keindahan panorama, namun juga dapat menghilangkan mata pencaharian warga setempat.
Permasalahan yang ditimbulkan akibat panorama Indonesia dapat diatasi dengan upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat, serta dibutuhkan tindakan yang terkoordinasi dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan bahari yang ada di Indonesia:
Pelatihan vokasional warga sekitar; Mempersiapkan warga sekitar lebih awal dengan rencana pembukaan objek wisata untuk meningkatkan kualitas SDM sekitar demi lancarnya partisipasi masyarakat dan penyerapan SDM. Pelatihan ini dilakukan dengan beberapa tahap:
Sosialisasi, pengadaan pengumuman potensi ketersediaan lapangan kerja secara transparan,
Pelatihan inti, merupakan sesi pelatihan secara cuma-cuma seputar wawasan mengenai lingkungan serta pariwisata, serta kemampuan yang diperlukan untuk diasah dengan memfasilitasi warga sekitar dengan pelatihan pengayaan seperti sejarah, potensi kewirausahaan, dll;
Pengelolaan perikanan berkelanjutan, hal ini dapat dilakukan dengan cara memperkuat peraturan mengenai penangkapan ikan, mengawasi aktivitas penangkapan ikan, dan mendukung aktivitas penangkapan ikan secara berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan penetapan kuota penangkapan yang sesuai dengan kapasitas regenerasi sumber daya ikan.
Mendorong sektor keberlangsungan lingkungan,
Sosialisasi dampak lingkungan diperuntukkan untuk memberikan transparansi kajian lingkungan terhadap warga, khususnya sektor-sektor masyarakat yang akan terdampak akibat pembukaan wisata panorama, serta rangkaian perencanaan untuk meminimalisir serta memanajemen resiko yang ada. Sosialisasi ini dapat dilakukan dengan beberapa sarana: