Mohon tunggu...
ulfi feizati
ulfi feizati Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Bismillah

Ulfi Feizati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Perkembangan Sigmund Freud

20 April 2021   00:49 Diperbarui: 20 April 2021   01:05 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang pasti akan melalui setiap proses kehidupan, didalam kehidupan anak terdapat dua proses yang  berlangsung secara kontinu yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan ini berbeda, akan tetapi keduanya saling terikat satu sama lain. Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran, volume, dan massa tubuh sedangkan perkembangan ialah proses pendewasaan makhluk hidup.

Didalam psikologi perkembangan, terdapat beberapa teori perkembangan yang dikemukakan oleh para ahli seperti teori ekologi, teori psikoanalisis, dan lain-lain. Teori perkembangan anak fokus mengenai penjelasan bagaimana anak-anak berubah dan tumbuh selama masa kanak-kanak. Teori semacam ini berpusat pada berbagai aspek perkembangan seperti emosional, pertumbuhan sosial, dan kognitif. Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud yaitu teori psikoanalisis.

Didalam dunia Pendidikan, teori psikoanalisis ini sangat berguna untuk memahami psikologi anak-anak peserta didik, karenanya teori ini menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami oleh guru maupun orang tua sebagai guru pengganti saat berada dirumah.

  

PEMBAHASAN

 Psikoanalisis merupakan teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian manusia. Unsur yang lebih diutamakan dalam teori ini yaitu unsur internal seperti emosi seseorang, motivasi, dan aspek-aspek internal lainnya.

Menurut Sigmund Freud, kehidupan jiwa seseorang dibagi menjadi tiga tingkat kesadaran yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious).

Sadar (Conscious)

Tingkatan ini berisi mengenai segala hal yang kita lalui pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya Sebagian kecil saja dari kehidupan mental yang masuk kedalam kesadaran seperti contoh; pikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan.

Pra Sadar (Preconscious)

Tingkatan ini disebut juga ingatan siap, yaitu tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tidak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari, tetapi kemudian tidak dicermati lalu akan ditekan pindah ke daerah prasadar.

Tak sadar (Unconscious)

Tak sadar adalah bagian paling dalam dan terpenting dalam kehidupan jiwa. Dalam hal ini Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran adalah kenyataan bukan abstrak. Yang berisikan tentang impuls, insting dan pengendalian (drivers) yang dibawa sejak lahir dan pengalaman-pengalaman traumatic yang dialami sejak kecil. Hal-hal tersebut akan bertahan lama di ketidaksadaran dan sangat berpengaruh pada tingkah laku namun seseorang itu tetap tidak menyadari.

Pada perkembangannya, teori psikoanalisis Sigmund Freud sangat melekat dalam dunia Pendidikan, hal ini dikarenakan teori ini memiliki banyak hal yang berkaitan dengan Pendidikan. Pendidikan dalam psikoanalisis memiliki pengertian yang sangat luas, menunjuk kepada semua tindakan yang diterapkan oleh orang dewasa, ahli atau non-pakar, guru dan orang tua, untuk membentuk dan mempengaruhi perilaku anak (peserta didik) yang sedang tumbuh dengan cara yang diinginkan. Kata pendidikan juga akan digunakan untuk menunjuk prinsip-prinsip yang menjadi dasar tindakan perlindungan terhadap sikap peserta didik.

Akan tetapi, pada kenyataannya, terdapat permasalahan-permasalahan yang dialami dalam Pendidikan, salah satunya kesulitan belajar yang dialami siswa. Permasalahan ini akan mengacu pada tindak kekerasan dalam ruang lingkup Pendidikan. Kekerasan dapat berupa kekerasan verbal hingga kekerasan fisik.

Bentuk kekerasan verbal antara lain sebagai berikut:

  • Intimidasi. Misalnya: Berteriak, menjerit, mengancam, dan mengertak.
  • Mengecilkan atau mempermalukan peserta didik. Misalnya: Merendahkan, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan.
  • Kebiasaan mencela peserta didik. Misalnya: Mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan peserta didik.
  • Tidak mengindahkan atau menolak. Misalnya: Tidak memperhatikan siswa, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak.

Tindak kekerasan dapat dilakukan oleh guru dan kerap dianggap sebagai metode dalam pembelajaran untuk pembentukan perilaku karakter peserta didik. Covey (1998) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat dua pemicu kemunculan kekerasan dalam interaksi belajar mengajar terhadap siswa. Pertama, pemicu dari dalam yang berupa prakarsa guru. Kedua, pemicu dari luar yang berupa perilaku siswa.

Tindakan kekerasan pada peserta didik ini sangat tidak dianjurkan karena dapat merusak mental fisik maupun psikologis peserta didik. Beberapa dampak psikologis akibat kekerasan ialah sebagai berikut:

  • Anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain. Anak yang mendapatkan perlakuan kekerasan emosional secara terus menerus akan tumbuh menjadi anak yang tidak peka terhadap perasaan orang lain. Sehingga kata-katanya cenderung kasar (walaupun maksudnya bercanda).
  • Mengganggu perkembangan peserta didik. Anak yang mendapat perlakuan kekerasan verbal terus menerus akan memiliki citra diri yang negatif. Hal ini yang mengakibatkan anak tidak mampu tumbuh sebagai individu yang penih percaya diri.
  • Anak menjadi agresif. Komunikasi yang negatif mempengaruhi perkembangan otak anak. Anak akan selalu dalam keadaan terancam dan menjadi sulit berpikir panjang. Anak menjadi kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Ini berkaitan dengan bagian otak yang bernama koteks, pusat logika. Bagian ini hanya bisa dijalankan kalau emosi anak dalam keadaan tenang. Bila anak tertekan, maka input hanya sampai ke batang otak. Sehingga sikap yang timbul hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu. Akibatnya anak berperilaku agresif.
  • Gangguan emosi. Pada anak yang sering mendapatkan perlakuan yang negatif akan berakibat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif, dalam mengatasi sifat agresif.

Istilah belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan (Syah, 2010:87).

Ini berarti dapat diartikan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan Pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik baik disekolah maupun diluar sekolah.

Berdassarkan kendala-kendala yang dialami dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, maka setidaknya seorang guru harus dapat mengukur dari tiga aspek, yaitu pertama perkembangan motoric, yaitu proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan aneka ragam keterampilan fisik anak. Kedua, perkembangan kognitif yaitu perkembangan fungsi kecerdasan otak. Ketiga perkembangan sosial dan moral yaitu proses perkembangan mental peserta didik.

Konsep psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan dasar. Kurikulum atau perangkat pembelajaran misalnya, pendidik harus melakukan berbagai analisis kebutuhan dan tujuan agar apa yang diajarkannya nanti sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik.

KESIMPULAN

Psikoanalisis merupakan teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud mengenai hakikat perkembangan manusia. Menurutnya, Menurut Sigmund Freud, kehidupan jiwa seseorang dibagi menjadi tiga tingkat kesadaran yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious).

Didalam dunia Pendidikan, konsep psikoanalisis juga sangat penting untuk membantu pembelajaran peserta didik. Artinya, Pendidikan juga perlu mempertimbangkan konsep-konsep psikoanalisis dalam mengembangkan dan mendidik siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam Pendidikan Helaluddin Syahrul Syawal

S. Covey, 1998. The 7 Habits of Highly Effective Teens. New York: A Fireseide Book.

Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya

Tamsil Muis, Muhammad Syafiq, dan Siti Ina Savira. "BENTUK, PENYEBAB, DAN DAMPAK DARI TINDAK KEKERASAN GURU TERHADAP SISWA DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DARI PERSPEKTIF SISWA DI SMPN KOTA SURABAYA: SEBUAH SURVEY". Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Universitas Negeri Surabaya. Di akses 18 April 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun