Abu Ubaid mengatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga keduanya.
Imam Ghazali menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za’faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.
Ibnu Rusyd menyatkan bahwa, ketika seseorang susah menemukan nilai persamaan antar barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberapa kuda adalah nilai harga baju itu terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu berniai 50, maka tentunya baju-baju itu juga harus bernilai 50.
Uang sebagai media transaksi pertukaran
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapa pun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan uang dengan media transaksi lain seperti cek. Berlaku juga cek sebagai alat pembayaran karena penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar.
Umar bin Khattab r.a berkata, “Saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada seseorang berkata, ‘kalau begitu unta akan punah’, maka aku batalkan keinginan tersebut.”
Sebaliknya, emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel (sakkah) negara. Imam Nawawi berkata, “Makruh bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni, sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah.”
Uang sebagai media simpanan
Al-Ghazali berkata,” Kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus menerus. Jenis harta yang paling lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam.
Ibn khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas, dan perak, sebagai nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.
Dari ketiga fungsi uang diatas, jelaslah yang terpenting adalah stabilitas uang, bukan bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat dari emas dan diterbitkan oleh Raja Dinarius dari Kerajaan Romawi memenuhi kriteria uang yang nilainya stabil. Begitu pula uang dirham yang terbuat dari perak dan diterbitkan oleh Ratu dari kerajaan Sasanid Persia juga memenuhi kriteria uang yang stabil. Sehingga, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh bukan negara Islam, keduanya dipergunakan di zaman Rasulullah Saw.