Mohon tunggu...
Ulfiani Latifah
Ulfiani Latifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Literasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kerajinan Tudung sebagai Potensi Daerah Desa Kritig

9 Juni 2024   12:35 Diperbarui: 9 Juni 2024   14:43 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Kritig merupakan salah satu desa  yang terletak di Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar masyarakat di Desa Kritig bekerja sebagai petani. Sedangkan para ibu-ibu membuat kerajinan tudung. 

Tudung merupakan kerajinan dari bambu yang diproses sedemikian rupa sehingga  menjadi topi yang yang nantinya digunakan petani untuk bertani mulai dari menanam padi sampai memanen padi. Para petani memanfaatkan topi anyaman ini sebagai pelindung kepala mereka dari teriknya sinar matahari dan hujan. Bentuknya yang kerucut dan sederhana serta ringan membuat nyaman saat digunakan. 

Pekerjaan membuat tudung tidak terlalu sulit untuk dilakukan, sipapun bisa membuatnya karena tidak memerlukan keahlian khusus dalam membuat tudung. Kuncinya adalah memahami pola anyaman tudung, asalkan telaten lama-kelamaan akan bisa membuatnya. Pekerjaan ini bisa dilakukan dimana saja, biasanya para ibu-ibu sambil mengasuh anaknya disambi dengan 'nglambar' yaitu membuat tudung sambil berkumpul dan berbincang dengan tetangga. 

Bahkan beberapa dari mereka juga melakukannya di sekolah sambil mengawasi anaknya yang tengah belajar di PAUD atau TK, tentunya bersama ibu-ibu yang lain. Untuk mengisi waktu luang, membuat tudung dinilai bermanfaat dan tentunya menghasilkan uang walaupun tidak seberapa. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Bahan utama membuat tudung ini yaitu bambu, bambu dipilih yang masih muda dan hijau agar mudah dikerok untuk diwilah atau dibelah-belah dengan pisau menjadi lembaran tipis dan panjang bernama ayaran. Disarankan untuk menggunakan pisau yang hanya digunakan untuk bambu, agar tetap tajam dan hasil belahannya rapi. Selanjutnya ayaran dijemur di bawah sinar matahari selama setengah hari hingga kering dan kemrisik atau berbunyi saat diangkat. 

Doc. pribadi
Doc. pribadi
Selanjutnya ayaran dianyam dengan pola bertingkat membentuk lembaran yang nantinya dipincuk atau dikerucutkan membentuk tudung. Uniknya tudung memiliki pola yang menarik dan membentuk karya seni seperti menara bertingkat dari ketiga sisinya yang semakin ke atas semakin mengecil. Warna kuning alami dari ayaran yang dianyam tadi juga menambah nilai seninya. 

Doc. pribadi
Doc. pribadi
Doc. pribadi
Doc. pribadi

Namun, di Desa Kritig hanya sampai pada tahap tersebut. Selanjutnya dijual kepada pihak distributor untuk dilakukan tahap penyelesaian yaitu bagian wadah untuk kepala dan pinggirannya yang dilakukan oleh desa lain. Setiap satu lembar tudung dihargai Rp 2.000. "Semisal musim sawah lebih laku karena pada pake tudung jadi naik (harganya), sering naik turun tidak tentu." ujar Ibu Umi sebagai pembuat tudung. 

Biasanya dalam kurun waktu sekitar 2 minggu dihasilkan 150 lembar tudung, kemudian dijual di Pasar Gamblok, Desa  Tanjungsari, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen yang buka hanya pada hari senin dan kamis mulai subuh sampai pukul 07.00 WIB. Pasar Gamblok selain untuk menjual tudung juga banyak yang berjualan bambu sebagai bahan membuat tudung. Juga ada pedagang lain seperti pasar pada umumnya.

Terkait kendala yang dihadapi saat membuat tudung yaitu jika bambu terlalu tua karena musim kemarau sehingga bambu kering dan sulit dikerok untuk kemudian dibelah menjadi ayaran. Ayaran yang dihasilkan nanti juga akan mudah pecah-pecah saat dianyam. Ketika musim hujan dan sinar matahari yang terbatas akan membuat bambu jamuran sehingga timbul corak yang menurunkan nilai estetika dari hasil ayaran yang akan dibuat tudung.  Jika terlalu lama mengayam juga menyebabkan badan pegal karena posisi ketika 'nglambar' dengan duduk dan agak membungkuk.

Kerajinan tudung merupakan potensi daerah Desa Kritig yang membantu penghasilan masyarakatnya. Dilakukan oleh kebanyakan ibu rumah tangga yang bukan pegawai mengingat banyak anak-anak muda yang setelah lulus SMA/SMK pergi merantau ke luar kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun