Pesatnya perkembangan bisnis keuangan di Indonesia menjadikan banyak persaingan dalam dunia bisnis islam. Perkembangan itu meliputi  sektor perbankan, asuransi, pasar modal dan jasa keuangan syariah lainnya. Untuk  mendukung kinerja lembaga keuangan syari’ah tersebut perlu adanya peran Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan salah satu bagian penting dari institusi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya secara sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI.
Di dalam praktek perbankan Islam saat ini, salah satu cara yang paling penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kepatuhan syari’ah adalah melalui komponen laporan tahunan keuangan syari’ah. Menurut pakar keuangan syari’ah yaitu Abdel Karim berpendapat bahwa sebuah laporan keuangan syari’ah dapat dikatakan benar apabila : dapat meyakinkan pembaca atau praktisi keuangan islam bahwa sebuah laporan keuangan lembaga tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Beliau juga menyatakan bahwa apakah seorang auditor bisa mengakses  semua dokumen dan catatan yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas mereka. Laporan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas atas informasi dalam laporan keuangan dari perspektif syari’ah.
Dalam hal ini perlu adanya peran DPS, karena peranan  DPS posisinya sangat strategis didalam menerapkan prinsip-prinsip syariah di lembaga keuangan syariah. Apabila ditinjau dari  Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 mengenai Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005 bahwa tugas DPS yang diberikan dari DSN adalah :
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
Sedangkan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan pengawas syariah adalah :
a. Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
d. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
Secara yuridis, Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dari pemaparan tugas DPS, bahwa di dalam mengawasi sebuah lembaga keuangan syari’ah tersebut perlu juga adanya pelaksanaan yang sesuai prinsip Good  Corporate Governance yang selanjutnya disebut GCG bagi sebuah LKS yaitu sesuai dengan pasal 46 PBI No. 11/33/PBI/2009. Konsep tersebut dimaksudkan bahwa DPS secara langsung bertanggungjawab dan berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya ke lembaga keuangan syari’ah harus sesuai dengan ketentuan  yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagaimana Dewan Pengawas Syariah secara garis besar melihat dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan prinsip syariah, dan yang paling utama mengesahkan dan mengawasi produk-produk perbankan syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku.
DPS selain mengawasi salah satu lembaga keuangan syari’ah, anggota DPS dapat merangkap jabatan di empat lembaga keuangan syari’ah hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 11/03/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Dalam hal ini menjadikan ketentuan mengenai DPS di bank lebih fleksibel dan yang pasti pelaksanaan di LKS tersebut harus sesuai prinsip syari’ah dan DSN. Di dalam merangkap jabatan, DPS  dalam PBI No 11/03 anggota DPS harus mendapat persetujuan dari BI sebelum resmi menjadi anggota DPS suatu lembaga keuangan syariah. Tak hanya berbekal dari rekomendasi Majelis Ulama Indonesia saja. Selain itu syarat lainnya adalah memiliki integritas, komitmen terhadap pengembangan bank dan lulus dalam uji fit and proper test yang ditetapkan oleh BI. Hal ini didasarkan kepada pentingnya anggota DPS yang profesional dan produktif, (bukan sekedar pajangan), maka sangat tepat apabila Bank Indonesia melakukan fit and profer test terhadap calon anggota DPS, karena pentingnya tingkat profesionalnya dan kedalaman ilmu agama yang dimilikinya. Seorang DPS juga harus cerdas dalam ilmu ekonomi perbankan dan meyakini secara ilmiah tentang keharaman bunga bank.Dari pemaparan tersebut peranan DPS sangat penting untuk menjaga kestabilan, keterbukaan dari sebuah lembaga keuangan syari’ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H