d. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
Secara yuridis, Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dari pemaparan tugas DPS, bahwa di dalam mengawasi sebuah lembaga keuangan syari’ah tersebut perlu juga adanya pelaksanaan yang sesuai prinsip Good  Corporate Governance yang selanjutnya disebut GCG bagi sebuah LKS yaitu sesuai dengan pasal 46 PBI No. 11/33/PBI/2009. Konsep tersebut dimaksudkan bahwa DPS secara langsung bertanggungjawab dan berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya ke lembaga keuangan syari’ah harus sesuai dengan ketentuan  yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagaimana Dewan Pengawas Syariah secara garis besar melihat dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan prinsip syariah, dan yang paling utama mengesahkan dan mengawasi produk-produk perbankan syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku.
DPS selain mengawasi salah satu lembaga keuangan syari’ah, anggota DPS dapat merangkap jabatan di empat lembaga keuangan syari’ah hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 11/03/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Dalam hal ini menjadikan ketentuan mengenai DPS di bank lebih fleksibel dan yang pasti pelaksanaan di LKS tersebut harus sesuai prinsip syari’ah dan DSN. Di dalam merangkap jabatan, DPS  dalam PBI No 11/03 anggota DPS harus mendapat persetujuan dari BI sebelum resmi menjadi anggota DPS suatu lembaga keuangan syariah. Tak hanya berbekal dari rekomendasi Majelis Ulama Indonesia saja. Selain itu syarat lainnya adalah memiliki integritas, komitmen terhadap pengembangan bank dan lulus dalam uji fit and proper test yang ditetapkan oleh BI. Hal ini didasarkan kepada pentingnya anggota DPS yang profesional dan produktif, (bukan sekedar pajangan), maka sangat tepat apabila Bank Indonesia melakukan fit and profer test terhadap calon anggota DPS, karena pentingnya tingkat profesionalnya dan kedalaman ilmu agama yang dimilikinya. Seorang DPS juga harus cerdas dalam ilmu ekonomi perbankan dan meyakini secara ilmiah tentang keharaman bunga bank.Dari pemaparan tersebut peranan DPS sangat penting untuk menjaga kestabilan, keterbukaan dari sebuah lembaga keuangan syari’ah.