"Terimakasih  , saya pergi dulu," ujarku, meninggalkan alokasi namun lengan ditahan Dante dengangenggam hasta.
"Sarah, tunggu dulu. Saya minta sebentar detik berharganya," gelenyar itu menghampiri benak,dentum jantung silih tak karuan semakin parah mengalihkan fokus.
"Saya menitip rasa kepada kamu, saya tahu ini terkesan gegabah namun sungguhan saya cintakamu. Kalau berkenan, tolong lihat ke arah saya sekali saja dan jadilah wanitaku, Sarah."
Hening. Luluh sudah pertahanan hati yang berusaha aku bendung agar tidak terlena. Nyatanya,Dante sukses menjadi pelipur lara dan kini berusaha masuk bersemayam dalam relung dada.
"Dante... aku---" jeda sejenak, sebab aku tidak kuasa harus berlagak seperti apalagi? Suraisebahu ini dia belai dengan lembut, menyisir di antara jemarinya yang kokoh.
"Kamu tahu jawabannya," cakapku, beringsut tenggelam dalam dekapnya dan dia memberikecupan manis bertubi pada puncak kepala seraya bergumam 'Terimakasih '.
Kebahagiaan itu tampak nyata.
*****
+. the Time when we're  Together.
Benar, aku dikisahkan semesta untuk mengenalnya, namun tidak selamanya adegan picisanakan berwarna. Ada kala sebuah prahara mengacak suasana sampai carut marut rasanya.
Dante sudah menjadi sosok rumah dan aku pilarnya, kita memadu kasih dengan begitu harmonihingga tidak terasa akara menghadang depan mata.
"Harapan dan mimpi, itu anugerah berharga yang perlu kamu layangkan setinggi pion langit,gapai saja. Saya mendukung kamu," sepoi angin menerpa, aku terduduk di sebelah Dantesembari menyandarkan kepala. Atmosfer bersahabat, namun tidak dengan suasana kalbu yangseolah enggan melepas sosok terdamba.