Mohon tunggu...
ulfah ainunhafidzoh
ulfah ainunhafidzoh Mohon Tunggu... Sejarawan - MAHASISWA IAIN MANADO

SAYA ORANG BAIK, JANGAN PERCAYA SAYA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cassiopeia

5 Juli 2019   01:17 Diperbarui: 5 Juli 2019   01:22 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Diceritakannya berkenalan dengan cara yang sederhana, mengulurkan tangan menjawab nama melalui jalinan sulur

Mata kakimu menjadi planet mars bagian lain yang diajarkan selama lebih 10.000 tahun

Aku mengikuti kelas piano yang diajarimu, aku tertarik caramu membenarkan kacamata saat dirasa kurang pas

Yeah, aku pandai berkamuflase menyesuaikan ego

Terkurung dalam labirin semak belukar yang menjulang tinggi yang kucapai awan dan guguran langit

Irama dedaunan saling bergesekan bau kuning kehijauan berlambang lanjutan guguran tetumbuhan yang kutemukan

Kau masih memainkan nadanya dengan sesekali membenarkan kacamata, membuatku kau tak luput dari amatanku

Bersahutan sana-sini suara jangkrik dimuka sesuai not yang diharapkan

Ditambah api yang merambat di dinding malam, menagih fajar

Gelombang pasang surut tak bisa dikirakan, masih perihal kau

Karena setiap kali aku akan menceritakan kesedihan ku, kau slalu mencegah dan memaksaku untuk tersenyum

***

Mematung

Aku masih menikmati alunan pianomu sambil tersenyum kecil, menyenangkan

Masih kuintip kau dari luar jendela kelasmu yang usai lalu kau keluar

Memberanikan diri mendekat agar tak ada sekat antara kita

Tiba-tiba ada anak kecil keluar dari mobil berlari kegirangan memelukmu, kau gendong diciumi pipinya kegemesan

Lantas berjalan pulang dengan menggendong dan menggandeng

Berlatar selendang jingga yang menjadikanmu siluet

***

Aku melangkah mendekati mu berjabat tangan tersenyum simpul sambil merona

"Kau gugusan bintang dirasiku, menjadikan guguran meteor dirasaku"

momen itu, ku bingkai setiap sisi hingga matahari yang hampir tenggelam tak terlewat

Kupotong dengan rapi pinggirannya, lantas ku masukkan dalam amplop kukirimkan via pos

Kalian taulah, bingkai yang kukirimkan sinarnya tak bisa ku sembunyikan ada senja yang kupotong untuk dirimu saat bersamaku

Senja tersempurna untuk dipesan dikirimkan pada orang sepertimu, mungkin

***

Oh iya, anak itu berlari memanggil nama kesayangan "papa"

Aku tersentak tak jadi melangkah

4/07/19

23:13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun