Mohon tunggu...
Ulfa Arifah
Ulfa Arifah Mohon Tunggu... Guru - Konselor SMP

Halo. saya suka membaca dan menulis. Mari berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Sistem Kekebalan Anak

6 September 2024   16:07 Diperbarui: 6 September 2024   16:11 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

           Anak adalah masterpiece, Karya Agung Tuhan. Anak merupakan anugerah terindah sekaligus titipan. Pasangan yang sudah menikah pasti mendambakan kehadiran seorang anak. Mereka akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkannya. Keberadaannya menjadi hiasan sekaligus ujian bagi orang tua. Anak akan menjadi sesuatu yang menyenangkan ataupun menjadi fitnah, tergantung pola asuh dan pendidikan yang diterimanya dari kedua orang tua dan lingkungannya.

           Masa kanak-kanak dan remaja adalah waktu yang tepat untuk menanamkan karakter, sehingga kelak mereka menjadi manusia dewasa yang berkepribadian tangguh, dan berdaya guna bagi kehidupan diri dan lingkungannya.

            Kesempatan menjadi orang tua terbuka lebar bagi siapapun yang berniat membina rumah tangga yang bahagia. Keinginan mulia ini akan lebih cepat terwujud manakala seseorang sudah siap mendidik anak. Kesiapan tersebut ditunjukkan dengan kemauan untuk belajar mempersiapkan diri menjadi calon ibu atau ayah. Semangat membaca buku-buku berkualitas, majalah, artikel, mengikuti program-program pelatihan, dan bergaul dengan orang-orang dewasa.

            Selain itu, hal lain yang kemudian dipersiapkan adalah mencari calon pasangan yang sepadan dan sevisi. Hal ini sangat penting untuk keharmonisan rumah tangga. Semakin banyak persamaan antar pasangan suami istri dalam banyak hal, maka akan semakin bahagia. Perbedaan yang terlalu jauh dalam rumah tangga, terutama dalam mendidik anak, akan sangat mempengaruhi keberhasilan pendidikan anak.

            Komitmen dan loyalitas sangat penting dalam rumah tangga. Romantisme mampu membuat sebuah pernikahan bertahan lama. Perasaan cinta akan tetap tumbuh manakala masing-masing pasangan berkomitmen untuk saling membahagiakan satu sama lain, seperti dua orang sahabat yang saling berbagi suka dan duka. Loyalitas untuk tetap bertahan pada satu hati juga menjadi modal keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga. Kondisi yang tenang dan nyaman ini akan mempermudah proses transfer of value dan transfer of knowledge bagi sang buah hati.

            Gelombang sebesar apapun akan teratasi dengan baik apabila kedua pasangan memiliki modal ilmu dan komitmen. Siap secara fisik dan mental untuk melahirkan dan mencetak generasi baru yang berkualitas, pribadi yang tahan banting dalam menghadapi tanyangan zaman.

Beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membangun fondasi yang kokoh bagi anak-anaknya adalah :

Pertama, Komitmen Pasangan Mendidik Anak dengan Pola yang Sama

Anak adalah titipan yang kelak akan dipertanggung jawabkan oleh yang diberi titipan, dalam hal ini orang tua. Kedua orang tua dan keluarga merupakan orang pertama yang berinteraksi sejak anak dilahirkan. Pola asuh yang diterapkan keluarga, terutama orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Kesamaan pola dalam mengasuh anak menjadi salah satu kunci keberhasilan pendidikan.  Anak semakin mantap, yakin, dan semangat mengikuti arahan yang kompak dari kedua orang tuanya. Dengan demikian ilmu yang diberikan kepada anak semakin cepat teresap ke pikiran bawah sadar, sehingga mampu merubah pola pikir dan tingkah laku anak. Pengetahuanpun lebih cepat dan lebih banyak diserap. Anakpun lebih banyak dan lebih cepat memperoleh ketrampilan.

          Lain halnya jika kedua orang tua memiliki persepsi yang tidak sama dan menerapkan cara yang berbeda dalam mengasuh dan mendidik anak. Pikiran anak akan berkecamuk, kenapa cara mereka berbeda, cara yang mana yang sebaiknya dia ikuti. Jika mengikuti salah satu saja, maka dia akan menyakiti yang lainnya, tetapi jika mengikuti keduanya jelas anak tidak mampu. Anak akan mengalami kebingungan, kegelisahan dan stress. Akhirnya tak satupun dari orang tua yang diikuti caranya. Selain itu akan tumbuh kebencian dan rasa tidak percaya kepada orang tua. Jika demikian, maka kemudian anak akan mencari cara sendiri yang belum tentu benar dan sesuai dengan perkembangan usianya. Anak semakin jauh orang tua dan perilakunya semakin jauh dari harapan.

Kedua, Mengenali Karakter Anak

           Memahami karakter anak sangat penting bagi pendidik terutama orang tua dan guru. Pemahaman tersebut bisa sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan pendidikan dan layanan yang efektif, membuat program-program yang tepat. Hal ini sangat membantu dalam mengembangkan potensi anak secara optimal. Sehingga kelak anak tumbuh menjadi generasi unggul yang siap menghadapi tantangan global.

          Untuk mengenali karakter anak, guru maupun orang tua sebagai pendidik bisa melakukan asesmen non kognitif dengan indikator dan teknik tertentu, atau bisa juga meminta bantuan ahli, baik itu psikolog atau jasa tes kepribadian.

          Selain itu, pendidik juga bisa menggunakan teknik observasi, yakni mengamati perilaku mereka di setiap harinya, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan bermain. Karena itu perlu kolaborasi antara orang tua, guru, dan masyarakat sekitar, termasuk para ahli.

Ketiga, Menerima Penuh Kondisi Anak

          Acceptance atau menerima keberadaan anak merupakan faktor penting dalam keberhasilan pendidikan. Seorang ibu yang menerima keberadaan anaknya sejak dari dalam kandungan akan melakukan yang terbaik demi pertumbuhan yang optimal bagi janinnya (juga sang ayah, secara tidak langsung dengan membahagiakan sang ibu dengan perhatian dan do'a). Kemudian ketika janin itu lahir kedua orang tuanya mulai mempersiapkan dan menerapkan dengan lebih serius pola asuh dan pola pendidikan yang baik sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki orang tua, hingga anak tersebut dewasa. Saat orang tua menerima kondisi anak dengan baik, dengan segala kelebihan dan kekuarangannya, maka mereka akan menemukan berbagai solusi utuk mendidik anak dan mengembangkan potensinya. Apapun keadaan anak, dia harus diterima sebagai bagian dari keluarga. Orang tua harus yakin bahwa Tuhan pasti memberikan kelebihan pada tiap bayi yang lahir ke dunia. Bahkan ketika anak tersebut cacat secara fisik atau mental, pasti ada keunikan atau bakat yang bisa digali dan dikembangkan hingga menjadi kemampuan yang membanggakan/bermanfaat.

           Begitu juga seorang guru, dia harus menerima anak didiknya seperti apapun kondisinya, supaya tumbuh keihlasan dan semangat dalam mentransfer ilmu terbaiknya beserta nilai-nilai universal. Guru harus yakin bahwa kelak anak didik tersebut akan menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk kemakmuran bumi, dan apa yang diusahakan kelak menjadi jalan pengampunan dan rahmat-Nya.

Keempat, Mengenalkan Anak kepada Sang Pencipta

          Salah satu kewajiban orang tua terhadap anak adalah memberikan dasar hubungan yang harmonis dengan Tuhannya. Hal ini bertujuan supaya kelak anak mampu menjadikan Tuhan sebagai sumber kebahagiaannya. Orang tua seharusnya memberikan pemahaman bahwa hanya dengan mentaati kehendak Tuhanlah manusia bisa mencapai ketenangan batin. Bahwa Tuhan membuat aturan bertujuan untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia. Dengan demikian, kelak anak akan menjadi pribadi yang optimis, gigih dan hanya bergantung kepada Allah.

          Cara yang bisa dipakai orang tua dan guru dalam memperkenalkan anak kepada Tuhan adalah dengan keteladanan (modelling) baik melalui bercerita (story telling) maupun melalui contoh langsung, dan melaui pemahaman materi sesuai usia dengan berbagai metode.

Kelima, Memberikan Perhatian Penuh

          Orang tua yang baik adalah mereka yang berusaha memenuhi kebutuhan anak. Kebahagiaan anak sangat tergantung pada apakah kebutuhan primer hidupnya tercukupi penuh atau hanya setengah, atau bahkan tidak sama sekali.

          Menurut Abraham Maslow (https://web.smkbancak.sch.id), Ada lima tingkatan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi jika manusia ingin bahagia. Tingkatan pertama adalah Fisiologis (Kebutuhan bertahan hidup). Tingkatan kedua adalah cinta dan kasih sayang (kebutuhan untuk diterima). Tingkatan ketiga yaitu  penguasaan (kebutuhan pengakuan atas kemampuan). Tingkatan keempat yaitu kebebasan (kebutuhan untuk memilih). Tingkatan kelima adalah kesenangan (kebutuhan untuk merasa senang).

          Apabila lima kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka anak akan memiliki kestabilan emosi yang akan mengantarkan mereka menuju terwujudnya kesehatan mental dan fisik. Tercukupinya pakaian, gizi, dan tempat tinggal menjadi dasar anak untuk bisa menyerap pengetahuan. Terpenuhinya cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua dan lingkungan, memperkuat mental anak untuk melangkah demi memperoleh keterampilan hidup (life skill). Ketika anak mendapat pengakuan atas prestasinya sekecil apapun itu, hal tersebut akan menjadi bahan bakar baginya untuk terbang lebih tinggi. Saat orang tua memberi penghargaan kepada anak berupa kebebasan untuk memilih, anak berlatih untuk percaya diri dan tanggung jawab. Hal ini sangat penting untuk bekal masa depannya. Terakhir, kesenangan adalah kebutuhan setiap makhluk yang bernyawa. Rasa senang dan bahagia mampu mendorong jiwa untuk berbuat kebaikan.

Terakhir, Menciptakan Lingkungan yang Positif

          Tantangan terbesar sebagai pendidik_guru dan orang tua, adalah menuntun dan memfasilitasi anak, sehingga anak mampu mengenal dirinya, menerima kekurangannya dan menggali serta mengembangkan kelebihannya, yang endingnya adalah menjadi pribadi yang produktif, bermanfaat bagi lingkungannya, dan bahagia.

          Untuk mewujudkan tujuan tersebut, orang tua perlu terus meng-upgrade pengetahuannya, sehingga mampu menuntun anak sesuai dengan kodratnya (potensi dan zamannya).

          Hal ini pernah ditegaskan oleh imam Ali Karomallahu Wajhah, bahwa kita harus mengajar anak sesuai dengan zamannya, karena anak-anak kita itu lahir di zaman yang sama sekali berbeda dengan zaman kita. Jangan sampai karena kelalaian kita menjadikan anak lemah secara mental dan fisik sehingga menderita dalam hidupnya.

          Pendidik harus mampu menjadi pendengar aktif, di mana dialog menjadi salah satu metode komunikasi efektif sebagai pengganti perintah, nasehat, dan amarah. Dengan mendengar aktif, pendidik belajar menangkap kata-kata kunci yang keluar dari dari mulut anak. Key words ini bisa digunakan untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan berbobot yang mampu menstimulus anak mencari solusi, mengungkapkan strategi atau ide-ide brillian dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan demikian voice, choice, dan ownership anak akan berkembang optimal. Anak berlatih berpendapat, mengambil keputusan, dan bertanggung jawab dengan keputusannya.

          Selain itu, pendidik harus mampu menjadi contoh, memotivasi, dan memberi penguatan. Contoh baik akan dilihat dan direkam anak untuk kemudian menjadi keyakinan yang mendorong perubahan pola pikir dan perilaku. Motivasi ekstrinsik yang tepat akan merangsang tumbuhnya motivasi intrinsik yang sangat dibutuhkan anak untuk survive. Sedangkan penguatan akan memantapkan langkah anak dalam manggapai tujuan hidupnya.

          Hal lain yang perlu dieksekusi pendidik adalah bagaimana memberikan pelayanan yang menyenangkan dengan materi, media, dan metode yang mampu meningkatkan keingintahuan anak untuk mengeksplore lebih jauh pelajaran yang mereka dapatkan, sebagai bekal inovasi mereka untuk dunia.

          Sebagai penutup, menanamkan karakter Pancasila menjadi agenda paling utama yang diintegrasikan dalam setiap aktifitas anak baik di rumah, sekolah maupun lingkungan pergaulan. Sekali lagi, kolaborasi intensif dari berbagai stakeholder sangat dibutuhkan untuk menciptakan generasi yang wellbeing. Mari kita berharap hanya kepada Allah untuk kebaikan generasi kita. Semoga.

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun