Menurut Abraham Maslow (https://web.smkbancak.sch.id), Ada lima tingkatan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi jika manusia ingin bahagia. Tingkatan pertama adalah Fisiologis (Kebutuhan bertahan hidup). Tingkatan kedua adalah cinta dan kasih sayang (kebutuhan untuk diterima). Tingkatan ketiga yaitu  penguasaan (kebutuhan pengakuan atas kemampuan). Tingkatan keempat yaitu kebebasan (kebutuhan untuk memilih). Tingkatan kelima adalah kesenangan (kebutuhan untuk merasa senang).
     Apabila lima kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka anak akan memiliki kestabilan emosi yang akan mengantarkan mereka menuju terwujudnya kesehatan mental dan fisik. Tercukupinya pakaian, gizi, dan tempat tinggal menjadi dasar anak untuk bisa menyerap pengetahuan. Terpenuhinya cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua dan lingkungan, memperkuat mental anak untuk melangkah demi memperoleh keterampilan hidup (life skill). Ketika anak mendapat pengakuan atas prestasinya sekecil apapun itu, hal tersebut akan menjadi bahan bakar baginya untuk terbang lebih tinggi. Saat orang tua memberi penghargaan kepada anak berupa kebebasan untuk memilih, anak berlatih untuk percaya diri dan tanggung jawab. Hal ini sangat penting untuk bekal masa depannya. Terakhir, kesenangan adalah kebutuhan setiap makhluk yang bernyawa. Rasa senang dan bahagia mampu mendorong jiwa untuk berbuat kebaikan.
Terakhir, Menciptakan Lingkungan yang Positif
     Tantangan terbesar sebagai pendidik_guru dan orang tua, adalah menuntun dan memfasilitasi anak, sehingga anak mampu mengenal dirinya, menerima kekurangannya dan menggali serta mengembangkan kelebihannya, yang endingnya adalah menjadi pribadi yang produktif, bermanfaat bagi lingkungannya, dan bahagia.
     Untuk mewujudkan tujuan tersebut, orang tua perlu terus meng-upgrade pengetahuannya, sehingga mampu menuntun anak sesuai dengan kodratnya (potensi dan zamannya).
     Hal ini pernah ditegaskan oleh imam Ali Karomallahu Wajhah, bahwa kita harus mengajar anak sesuai dengan zamannya, karena anak-anak kita itu lahir di zaman yang sama sekali berbeda dengan zaman kita. Jangan sampai karena kelalaian kita menjadikan anak lemah secara mental dan fisik sehingga menderita dalam hidupnya.
     Pendidik harus mampu menjadi pendengar aktif, di mana dialog menjadi salah satu metode komunikasi efektif sebagai pengganti perintah, nasehat, dan amarah. Dengan mendengar aktif, pendidik belajar menangkap kata-kata kunci yang keluar dari dari mulut anak. Key words ini bisa digunakan untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan berbobot yang mampu menstimulus anak mencari solusi, mengungkapkan strategi atau ide-ide brillian dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan demikian voice, choice, dan ownership anak akan berkembang optimal. Anak berlatih berpendapat, mengambil keputusan, dan bertanggung jawab dengan keputusannya.
     Selain itu, pendidik harus mampu menjadi contoh, memotivasi, dan memberi penguatan. Contoh baik akan dilihat dan direkam anak untuk kemudian menjadi keyakinan yang mendorong perubahan pola pikir dan perilaku. Motivasi ekstrinsik yang tepat akan merangsang tumbuhnya motivasi intrinsik yang sangat dibutuhkan anak untuk survive. Sedangkan penguatan akan memantapkan langkah anak dalam manggapai tujuan hidupnya.
     Hal lain yang perlu dieksekusi pendidik adalah bagaimana memberikan pelayanan yang menyenangkan dengan materi, media, dan metode yang mampu meningkatkan keingintahuan anak untuk mengeksplore lebih jauh pelajaran yang mereka dapatkan, sebagai bekal inovasi mereka untuk dunia.
     Sebagai penutup, menanamkan karakter Pancasila menjadi agenda paling utama yang diintegrasikan dalam setiap aktifitas anak baik di rumah, sekolah maupun lingkungan pergaulan. Sekali lagi, kolaborasi intensif dari berbagai stakeholder sangat dibutuhkan untuk menciptakan generasi yang wellbeing. Mari kita berharap hanya kepada Allah untuk kebaikan generasi kita. Semoga.
     Â