Mohon tunggu...
Ulfa Arifah
Ulfa Arifah Mohon Tunggu... Guru - Konselor SMP

Halo. saya suka membaca dan menulis. Mari berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengislamkan Masyarakat Muslim

26 Agustus 2024   09:00 Diperbarui: 26 Agustus 2024   09:04 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Sementara, kecerdasan otak kiri yang berkaitan dengan fungsi berpikir, manalar, menganalisis, berhitung, menulis, menghafal, dan mengurutkan, tidak diimbangi dengan latihan mencerdaskan otak kanan (EQ dan SQ) dengan sungguh-sungguh yakni berkaitan dengan perasaan, cita-cita, kebijaksanaan, cinta, sifat diri, dan nilai-nilai (agama). Akhirnya, IQ dan kepandaian tersebut difungsikan tanpa memperhatikan nilai-nilai/baik buruk. Karena itu lahirlah orang-orang pintar tetapi tanpa karakter (akhlak).

          Faktanya, tiap anak yang lahir itu memiliki potensi yang sama, serta memiliki multitalenta. Berhasil atau tidaknya anak tersebut (berkembang tidaknya talenta tersebut menjadi kemampuan) di kemudian hari sangat tergantung dari lingkungan di luar dirinya (terutama orang tua dan pendidikan di sekolah). Dan pendidikan karakter, termasuk di dalamnya pendidikan agama merupakan dasar bagi terbentuknya jiwa-jiwa yang memiliki semangat belajar yang tinggi dan semangat untuk terus melakukan kebajikan.

          Oleh sebab itu, pendidikan di era teknologi dan informasi ini, karakter dan pelajaran agama mulai diintensifkan kembali sebagai dasar, filter, sekaligus benteng dari pengaruh buruk globalisasi. Kurikulum dan manajemen sekolah yang tangguh sangat dibutuhkan, termasuk menghadirkan suasana sekolah yang agamis yang ditunjukkan dengan kegiatan rutin warganya baik guru maupun siswa dan karyawan. Seperti misalnya, disiplin melaksanakan sholat dzuha atau dzuhur berjamaah terjadwal, mengawali pelajaran pagi dengan puji-pujian  untuk mengingat Sang Pemberi Ilmu, mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam tiap mapel, selalu menjadi contoh yang baik dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, selalu memotivasi siswa dan teman sejawat dan menghindari hal-hal yang membuat siswa tidak percaya dan hilang rasa hormat terhadap guru serta memanfaatkan setiap potensi diri dan fasilitas sekolah secara optimal.

Kelima, Fasilitas Hiburan

          Di era teknologi informasi ini tiap individu di segala usia telah nyata dimanjakan dengan adanya fasilitas yang mudah nan canggih. Gadget telah menjadi raja dan guru yang seakan harus didahulukan (dari sholat, dll.), ditakuti (bila tidak menonton program tertentu), dan dipatuhi (keinginan kuat untuk mengikuti gaya hidup). Racun-racun pikiran dari konten-konten yang kurang bermanfaat benar-benar telah melemahkan syaraf dan jiwa manusia, menyibukkannya dengan dunia dan membuat hati menjadi mati dari mengingat Allah.

          Kehadiran benda "ajaib" itu menjadi semakin memprihatinkan ketika bayi, anak-anak, dan remaja yang nota bene masih dominan emosinya dari pada penggunaan akalnya menikmati semua konten, tanpa orang dewasa mampu mengontrolnya. Handphone yang pada awal penciptaannya ditujukan untuk mempermudah manusia dalam berkomunikasi dan mencari informasi penting, telah disalahfungsikan untuk melakukan hal-hal yang tidak terpuji yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Misalnya browsing dan sharing gambar ataupun video porno, sex chat, "kencan", penipuan, tindak kekerasan verbal, dan perdagangan manusia (Human Trafificking).

          Berbagai jenis games dan fasilitas chatting dalam gadjet, maupun tempat-tempat hiburan seperti caf, diskotik, sebagaian hotel, salon, dan panti pijat, membuat anak-anak, remaja dan dewasa melupakan tugas utamanya dan cenderung ingin menyimpang dari ajaran agama.

          Sebagian kerusakan fisik dan psikis manusia itu disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam mengontrol nafsu dari godaan duniawi di atas, juga kurangnya kemampuan dalam memanage atau memfungsikan fasilitas secara benar.

          Sejatinya, apabila manusia cerdas, maka adanya fasilitas tersebut justru akan menjadikan manusia sehat dan banyak prestasi - karena adanya kemudahan dan kelimpahan/keserbaadaan. Dengan demikian masalahnya terletak pada diri manusia itu sendiri. Kendali terletak pada diri, yang mana hal tersebut bisa dilatih dengan terus menumbuhkan motivasi intrinsic untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri sendiri dan orang lain di sekitarnya dengan cara bersama-sama dan mandiri mengkaji agama serta memaksakan diri untuk belajar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

                                                               DAFTAR PUSTAKA

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun