Pada tanggal 13 Mei 2020 silam, saya dikejutkan dengan berita dari kampung halaman. Mamak menelepon dan mengatakan di Paya Tumpi dihantam banjir bandang.Â
Buku-buku saya tenggelam dan sebagian dibawa arus. Waktu itu saya tidak terbayang bagaimana gambaran banjir bandang. Saya mengikhlaskan buku-buku yang tenggelam dan menanyakan kondisi anak saya. Usianya dua tahun.
"Mamak langsung membawa dia lari ke rumah belakang. Dia sedang tidur di ayun. Mamak takut sekali, nggak pernah melihat air sederas itu dan hitam sekali," cerita Mamak.
Saya masih belum membayangkan bagaimana kondisi banjir bandang yang dimaksud oleh Mamak. Baru malamnya saya merasa cemas dengan kondisi di kampung setelah melihat video yang beredar di Whatapp dan TV nasional menjadikannya berita.
 Kekhawatiran semakin menjadi-jadi karena apa yang saya lihat di TV sangat mengkhawatirkan. Ditambah lagi dengan lagu religi al'itiraf menjadi backsound video tersebut.
Arus air yang deras menghantam apa saja yang dilewatinya. Mobil pun terseret arus. Lebih mengkhawatirkan lagi, saya mengenal baik lokasi yang masuk ke dalam video itu. Tidak jauh dari rumah saya.
Adik saya mengirimkan foto terkini dapur kami yang terendam air. Model rumah kami memiliki dapur lebih rendah sekitar lima anak tangga.Â
Sedangkan rumah utama memang rumah panggung. Posisi air nyaris setinggi rumah utama. Bisa dibayangkan semua perabotan air semuanya terendam. Termasuk rak-rak buku saya yang diletakkan di depan pintu masuk dapur dari arah luar.
Sepupu saya yang berkunjung ke rumah menjelang maghrib juga mengirimkan video kejadian yang berlokasi di rumah kami. Air datang dari rumah samping yang lebih tinggi.Â
Sesuai fitrahnya, air tersebut mengikuti naluri keairannya ke tempat yang lebih rendah. Ia menghantam pintu, kemudian berputar-putar di dapur, lalu menjebolkan dinding kayu untuk keluar dari rumah.
Beberapa hari kemudian, isu tentang asal muasal banjir berdatangan ke ruang informasi saya. Sama seperti kedatangan bantuan dari berbagai belahan Indonesia ke Paya Tumpi.Â
Air tersebut berasal dari gunung Pepanji yang disebut juga dengan gunung hujan. Dari teras rumah saya, gunung itu berdiri pongah meninggi seperti menembus langit.
Sejak banjir menghantam, saya baru ngeh jika sudah jarang melihat awan yang menutupi gunung itu ketika berada di kampung. Dulu hampir setiap hari saya melihat awan hitam menutupi gunung tersebut. Itu tandanya turun hujan di sana.
Selain itu, di siang hari terkadang saya melihat titik bercahaya yang berasal dari gunung tersebut. Jangan pikir itu alien yang turun ke bumi atau sejenisnya.Â
Cahaya itu berasal dari atap seng rumah kebun atau gubuk yang dibangun oleh masyarakat di sana. Ternyata warga telah membuka lahan perkebunan sampai menuju puncak gunung Pepanji. Padahal gunung itu termasuk hutan lindung yang harusnya mendapat perlindungan.
Masyarakat kita sering kali dibutakan oleh peran dinas lingkungan hidup atau pun sejenisnya. Anggapan bahwa yang berhak menjaga hutan hanya polhut atau dinas yang berwenang justru melenakan.Â
Beranggapan bahwa bisa melakukan apa saja selama tidak ditangkap oleh pihak berwenang. Jika sewaktu-waktu mendapat teguran atau bermasalah tinggal 'siram' saja.
Saat musibah datang pun mereka terlupa jika sebab musababnya berasal dari ulah tangan usil mereka membuka lahan di hutan lindung. Padahal peran hutan sangat luar biasa.Â
Akar-akar pohon di hutan tersebut menyerap air ketika hujan turun dan mengunci serta menabung stok air ketika musim kemarau. Tidak ada istilah langka air bersih jika hutan lindung terjaga.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga hutan agar bumi sehat. Seharusnya di masa pandemi seperti ini adalah kesempatan terbaik untuk menjaga hutan kita demi keselamatan bumi. Siapapun bisa melakukannya, termasuk kaum rebahan.
Aksi paling sederhana bisa dilakukan dengan kampanye penyelamatan lingkungan melalui sosial media. Belakangan aksi jaga bumi juga sudah mulai dilakukan oleh para selebritas melalui kanal YouTube atau sosial media.
Beberapa hari yang lalu, saya menontol kanal Lord Adi. Awalnya hanya ingin melihat Papeda rasa Padang, kemudian terpincut Putri Nere.Â
Di video tersebut Putri Nere memakai kaos putih di balik baju adat ala-ala Papua yang dia pakai. Baju tersebut merupakan kaos oblong untuk kampanye penyelamatan hutan Papua.
Di video ini Putri Nere bercerita tentang aksi penyelamatan hutan Papua oleh kaum muda setempat. Termasuk di dalamnya menanam kembali pohon sagu untuk menjaga sumber makanan pokok asli Papua.
Kalimat paling menyentuh ketika Putri Nere berkata, "agar generasi Papua selanjutnya bisa merasakan sagu sebagai makanan pokok asli Papua."
Aksi yang dilakukan Putri Nere terlihat kecil. Namun cara dia berkampanye di sosial media adalah aksi nyata yang bisa ditiru oleh generasi muda Indonesia lain.Â
Untuk menyelamatkan bumi dari perubahan iklim tidak perlu muluk-muluk, hal sederhana yang dilakukan sudah menyelamatkan bumi.
Belakangan saya tidak lagi rajin menyumbang rupiah ke kios terdekat untuk mendapatkan sebotol air minum. Saya mulai rajin membawa botol minum sendiri dari rumah untuk mengurangi pemakaian botol plastik sekali pakai.Â
Efeknya sangat terasa dalam sebulan aksi sederhana ini. Selain hemat di kantong, saya tidak perlu bersusah-susah mengumpulkan botol plastik untuk dibuang. Belum lagi jika membakar botol plastik sangat menyiksa lingkungan.
Selain membawa botol plastik, setidaknya ada lima aksi nyata yang bisa saya lakukan untuk selamatkan bumi. Kebiasaan ini sudah saya terapkan selama lima tahun terakhir.
Membawa Kantong Belanjaan Sendiri
Kebiasaan ini saya mulai sejak kembali dari negeri tirai bambu. Di negeri itu, kantong plastik tidak gratis. Kita harus membelinya dengan harga yang tidak murah. Bahkan ketika berbelanja ke pasar tradisional pun jarang sekali yang memberi kantong plastik.Â
Kalaupun ada, kantongnya sangat tipis. Jadi, saya terbiasa membawa tas belanjaan kain yang bisa dipakai selalu. Begitupun di sini, membawa kantong sendiri menjadi prioritas dan lebih aman dari kerusakan saat menenteng belanjaan.
Gunakan Air Seperlunya
Sulitnya mendapatkan air bersih sudah mulai terjadi di kota saya. Selain kualitas air di kota kami memang buruk, menghemat salah satu cara agar selalu bisa menggunakan air bersih.Â
Air bersih bukan saja digunakan untuk masak dan mandi. Air bersih juga dibutuhkan oleh tanaman untuk tetap hidup. Bayangkan jika tanaman disiram dengan air yang tidak sehat. Apa jadinya, ya?
Berkebun Mini Di Rumah
Menciptakan bumi sehat juga berawal dari tubuh yang sehat. Tidak ada salahnya menanam beberapa jenis tanaman yang mudah tumbuh langsung di tanah demi penghijauan.Â
Saya memilih menanam sayuran seperti kangkung, bayam, selada, cabe, dan beberapa jenis tanaman dapur hidup lainnya. Selain bebas dari pestisida, tanaman ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat.
Manfaatkan Transportasi Umum
Mengurangi penggunaan pribadi dijamin dapat menyelamatkan bumi. Pernah baca atau dengar berita, kan, selama masa lockdown dua bulan berhasil mengurasi polusi dan mengembalikan bumi yang sehat?Â
Pegunungan Himalaya kembali terlihat dari India Selatan setelah 30 tahun lamanya menghilang dari pandangan.Â
Beberapa kota dengan catatan polusi tertinggi di dunia langitnya kembali membiru. Nah, dengan menambah tindakan sederhana ini, kontribusi terhadap lingkungan sehat lambat laun akan terjadi.
Kampanye di Sosial Media
Jika selama ini feed Instagram dipenuh dengan foto eksis, tdak ada salahnya sesekali feed diisi dengan kampanye penyelamatan bumi. Misalnya dengan memposting foto tanaman dengan caption yang nyerempet-nyerempet ke arah menjaga lingkungan.Â
Sekali dua kali tidak ada yang peduli, kalau postingnya keseringan tentu saja beberapa follower akan mengikuti. Apalagi jika followernya banyak dan mungkin kamu adalah seorang selebgram. Tentu saja aksi yang dilakukan oleh social media influencer akan lebih nampol efeknya.
Jadi, tunggu apa lagi? Sesederhana itu menjaga bumi. Sepertinya, memang harus dilanjutkan dengan aksi-aksi yang lain. Setidaknya bertahan dengan aksi yang sudah dilakukan.
Disclaimer!
Aksi ini sangat recomended untuk kaum rebahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H