Mohon tunggu...
Ulfa Khairina
Ulfa Khairina Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Somewhere to learn something. Explore the world by writing. Visit my homepage www.oliverial.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Qiutian dan Qiutian dan Selalu Qiutian

29 November 2016   12:56 Diperbarui: 29 November 2016   13:43 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ni xihuan shenme jije?!” tanya seorang perempuan separuh baya dengan rambut putih tergerai. Ia melirik satu persatu murid di kelas, melihat kiri dan kanan. Sigap melihat siapa yang menunjuk tangan untuk menjawab pertanyaannya.

Tidak ada yang mengacungkan tangannya. Meskipun ia sudah mengulang pertanyaan beberapa kali.

Li laoshi, begitu para murid memanggilnya adalah dosen di kelas bahasa mandarin. Ia mengajar mata kuliah yuedu, membaca dan menulis karakter hanzi. Mata kuliahnya paling kurang diminati, tapi juga paling menarik. Ia mengajar kelas dasar. Dimana para murid sama sekali buta dengan karakter dan tidak bisa berbicara bahasa mandarin. Sementara beliau tidak bisa berbicara bahasa Inggris. Hanya sepatah dua patah kata, bukan dalam bentuk kalimat.

Pelajaran pagi itu sudah masuk di bab Jijie,musim. China adalah negara yang memiliki empat musim. Tepat ketika bab itu mulai dipelajari, musim gugur sudah masuk. Dinginnya menusuk hingga ke tulang. Mengeringkan permukaan kulit dan memaksa orang-orang seperti saya memakai jaket tebal dan terlihat aneh di antara para orang-orang asing asal negara empat musim.

“Kailina, ni xihuan shenme jijie?” Li laoshiberalih pada saya. Saya yang sedang menterjemahkan satu persatu hanzi di buku menoleh dan melirik beliau yang menunggu jawaban.

Qiutian” saya menjawab. Qiutian, musim gugur adalah musim yang paling saya sukai. Sejak saya kecil, musim gugur yang belum pernah saya bayangkan seperti apa selalu menjadi musim yang saya ingin rasakan. Minimal sekali seumur hidup.

Ternyata tahun 2012, saya mendapat kesempatan pertama untuk merasakan musim gugur pertama di Xiamen, provinsi Fujian, China. Awal september sampai pertengahan bulan September tidak ada tanda-tanda bahwa musim gugur mewarnai China. Satu hal yang saya nikmati sebagai musim gugur telah tiba adalah karnaval sekelompok anak muda dengan pakaian adat dan membawa pamplet zhongqiujiekuaile.Selamat mid autumn festival.

Mid autumn festival merupakan salah satu perayaan di China yang cukup meriah. Kantor dan institusi pendidikan akan diliburkan selama tiga hari. Biasanya dimulai pada hari jumat atau diakhiri pada hari senin.

Awal September tidaklah menunjukkan musim gugur seperti yang saya bayangkan. Daun-daun memerah, kekuningan, keemasan, sejuk dan semua orang memakai jaket wool seperti di film-film. Padahal pengalaman inilah yang ingin saya rasakan.

Pengalaman   seperti ini jutsru saya rasakan pada penghujung Oktober 2013. Ketika kesempatan kedua saya datang ke China datang lagi. Tahun 2013 merupakan tahun pertama saya belajar di China. Tahun ini saya belajar bahasa mandarin sebelum masuk ke kelas pendidikan master.

Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya jika musim gugur sangat dingin. Tidak ada salju turun meskipun saya berharap snow in autumn seperti di negara Rusia. Bulir-bulir es yang jatuh dan menutupi daun-daun kuning kemerahan. Seperti cerita komik atau film-film romantis.

Musim gugur yang saya hadapi snagat dingin. Dingin sekali. Bahkan setiap minggu saya terus keluar demi membeli pakaian-pakaian yang lebih tebal untuk menghalau dingin. Mulai dari berbahan wool, jaket musim dingin sampai kaos kaki dan Long john seperti saran-saran orang untuk musim dingin.

Sudah memakai baju tebal dengan bulu-bulu di dalam, memakai jaket, kemudian memakai jaket down yang biasa digunakan untuk musim dingin. Rasa sejuk yang menusuk tulang tidak juga pergi. Bahkan ketika angin bertiup, ada rasa sakit di dalam kepala diikuti aliran darah dari hidung.

Oh, inikah autumn?!

Saya tidak membenci musim gugur. Di hari-hari selanjutnya, musim gugur terlihat semakin memamerkan pesonanya. Ketika proses dedaunan mulai menguning, angin bertiup dan menjatuhkan daun-daun kuning,  saat itulah keindahan musim gugur semakin nyata. Semakin indah.

Saat dedaunan kuning jatuh menutupi jalan, beberapa dahan masih ditutupi dedaunan kuning pula. Saya merasa seperti melewati permadani kuning, empuk dan indah sekali. Tidak ada musim yang lebih indah selain musim gugur.

Bukan saya tidak menyukai musim semi. Udara musim semi sama sejuknya seperti musim gugur. Perbedaannya, ketika musim semi tidak ada dedaunan kuning, hanya bunga yang mekar indah dimana-mana. Hal ini biasa saja bagi saya. Karena saya besar di daratan tinggi yang temperaturnya antara 13 derjat celcius sampai 25 derjat celcius. Suhu yang sama ketika musim semi di Tiongkok.

Suasana musim gugur selalu menjadi favorit saya. Saya pernah membuat impian, kelak suatu hari bisa merasakan musim semi di Kanada. Melihat daun-daun mapple yang berjatuhan. Menikmati aroma dedaunan yang jatuh ditiup angin di pinggiran sungai.

Ya, musim gugur. Musim yang selalu menyisakan begitu banyak cerita bagi saya. Musim gugur sekarang, tahun depan, selalu dan selalu musim gugur. Setiap musim gugur, selalu punya cerita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun