Mohon tunggu...
Ulfa Khairina
Ulfa Khairina Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Somewhere to learn something. Explore the world by writing. Visit my homepage www.oliverial.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

We Are the World [Ep. 2# Mereka Panggil Pepsi]

1 Juli 2016   19:24 Diperbarui: 1 Juli 2016   19:31 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pepsi, minuman bergengsi di kalangan anak muda [Photo: Ulfa Khairina]

"It's too much, professor. Terlalu banyak" Komentarnya lagi dengan wajah tak sudi.

"Saya juga sama seperti kalian. Berpikir terlalu banyak untuk mata kuliah selama empat jam. Tapi inilah sistem. Saya harap kelas menyenangkan"

"Oh, come on... Pasti menyenangkan"

Minggu pertama ini, aku sudah menemukan sesuatu yang janggal di diri pemuda ini. Dia adalah tipikal yang banyak bicara. Sisi baiknya, dia adalah orang yang paham sekali caranya membuka percakapan dan membuka jaringan. Mungkin juga karena latar belakangnya yang seorang wartawan. Jadi ia tahu caranya membuat suasana tidak kaku dan komunikasi berlangsung dua arah. 

"Oke, friends... Let's start our class," dan professor Xu dengan suaranya yang lembut dan berwibawa mulai berdiri gagah di depan kelas. Meskipun berbahasa Inggris, aura ras Tionghoanya tidak lekang. Dari suara pertamanya saja, aku sudah mulai merasakan ia adalah sosok professor yang sangat cerdas. Aku suka professor yang ini. Kelas pertama yang dibuka dengan professor Kui menyenangkan, tapi professor Xu tampaknya lebih menyenangkan. Ia mengajar Communication Studies yang tidak bisa dipisahkan dari teori da realita masyarakat. Khususnya yang berkaitan dengan China.

Ia membagikan kopian artikel yang ia tulis dan dimuat di China Daily. Artikelnya bagus, tentang berbagai macam fenomena yang tengah terjadi di masyarakat Tiongkok dan bagaiamana solusinya dilihat dari sudut pandang seorang komunikator dan ahli sosial seperti dirinya. Meskipun banyak kosa kata baru, aku sangat menikmati artikel professor Xu.

Kelas usai tepat setelah empat jam. Aku teler. Mahasiswa lain juga. Mental kami adalah mental para pendebat, bukan pendengar. Inilah yang terjadi pada saat mereka dan aku.

wajah-wajah lelah terlihat jelas ketika profesor Xu keluar kelas setelah meneguk teh hijau dari botol air minumnya. Professor Xu menggunakan botol air minum murahan yang dijual murah di supermarket. Sekitar 10 RMB satunya, transparan dan sudah sangat tua. Sementara di Indonesia, para dosen menggunakan botol minum produk Tupperware. Seringnya begitu. Mahal. Untuk satu botol kecil saja bisa mencapai 40 ribuan rupiah. Dua kali lipat harga botol minum profesor Xu.

"Oh, I am feeling tired in professor Pepsi's class" Alex, mahasiswa asal Inggris tiba-tiba menyeletuk. Semua melirik kepada Alex sambil cekikikan.

Sejak hari itu, professor Xu Pei Xi mendapat nama baru. Professor Pepsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun