"I am Deny" seorang perempuan cantik berambut lurus dengan gaya seperti perempuandi drama Korea datang mendekat. Dalam sekejap beberapa perempuan di kelas sudah mengelilingiku. "I am from Cambodia"
Dalam sehari, aku sudah mengenal beberapa orang di kelas. Bahkan orang-orang yang melakukan chatting denganku datang menyapa dan memperkenalkan diri. Wajah asli mereka dan di foto benar-benar berbeda. Luar biasa kekuatan aplikasi editing. Sungguh.
KELAS MULAI BERJALAN asyikdi minggu pertama. Meskipun kami mahasiswa master, tapi pertemanan kami seperti anak-anak S1. Pulang kampus selalu bergerombol. Sepanjang perjalanan dari kampus ke asrama dipenuhi canda tawa dan rayuan maut para lelaki Afrika tertahadap perempuan Asia. "My sweet Olivia, you are so beautiful" itulah serangan yang selalu diucapkan oleh Amani, lelaki kelahiran tahun 1980 asal Eritrea.
"Rizu, katakan sesuatu" kataku pada perempuan Afrika aal Cape Verde yang tidak benar-benar terlihat orang Afrika. Dia lebih seperti perempuan Timor berkulit terang.
"My english is not good" katanya singkat sambil tertawa pelan.
Aku tidak berkomentar apa-apa ketika yang lain mulai memberikannya masukan. Bagaimana denganku? Aku bahkan tidak pernah mengecap pendidikan di kursus bahasa Inggris. Bahasa Inggrisku bermodal dari pelajaran di kelas. Soal grammar? Jangan tanya. Hancur sudah. Tapi itulah alasan aku di sini, bukan? Untuk belajar.
"Olivia, jadi kau sudah pernah tinggal di Beijing sebelumnya?" Amani mengalihkan obrolan kembali tertuju padaku. Aku sudah pernah bercerita padanya soal ini. Sepertinya dia sangat tertarik untuk mendengar kisah Beijinger-ku.
"Ya, begitulah. Aku belajar bahasa mandarin di sini" dan mengalirlah ceritaku tentang kampus ini. Para pendengar setiaku dengan tenang mendengarkan. Inilah awal sebuah kisah aku masuk dalam grup bernama IJC2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H