Mohon tunggu...
Ulayya Fawwaz
Ulayya Fawwaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Syiah Kuala

Suka berbagi pengalaman, sudut pandang dan opini dengan publik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tahapan Psikologis Pasca Bencana, Tinjauan Tsunami Aceh 2004

29 November 2023   16:00 Diperbarui: 29 November 2023   16:03 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi Ulayya

Pada tanggal 26 Desember 2004, salah satu bencana alam paling mematikan melanda bumi Aceh yaitu tsunami. Gelombang tsunami setinggi 30 meter yang disebabkan oleh gempa berkekuatan 9,1-9,3 SR akibat pergeseran lempeng bumi di dasar laut ini menimbulkan banyak kerusakan dan korban jiwa. Sebanyak 132.000 orang dinyatakan meninggal sedangkan 37.000 orang dinyatakan hilang, 28.000 rumah hancur, 21.000 hektar sawah rusak, dan lebih dari 400 jembatan serta 30.000 kendaraan sudah tidak bisa difungsikan lagi. Total kerugian pasca tsunami di Aceh diperkirakan menyentuh angka Rp. 13,4 triliun.

Berita mengenai musibah ini menyebar cepat dan masyarakat Aceh menerima banyak bantuan dari seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Organisasi dan persatuan skala nasional dan internasional turut andil mengambil peran sebagai penolong bagi masyarakat Aceh. Rusaknya jalur darat yang ada membuat bantuan hanya dapat disalurkan melalui jalur udara dan laut. Selain menerima bantuan berupa makanan pokok dan pakaian, pemerintah juga mengusahakan adanya ketersediaan air bersih di posko-posko pengungsian.

Bencana alam besar seperti tsunami Aceh ini tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik dan banyak korban jiwa melainkan juga trauma yang mendalam bagi para korban yang selamat darinya. Banyak anak-anak yang kehilangan orang tuanya, orang tua kehilangan anaknya, warga yang kehilangan sanak saudaranya, bahkan juga ada yang kehilangan seluruh  anggota  keluarganya. Seluruh masyarakat kehilangan mata pencaharian dan kualitas hidup yang memburuk bagi banyak warga Aceh. Tentu hal ini berdampak secara langsung terhadap keadaan psikologis para korban.Korban pasca bencana alam umumnya mengalami 3 tahapan yang jika tidak diatasi dengan cepat dan tepat, maka akan menimbulkan masalah psikologis yang lebih serius lagi di kemudian hari.

Dokumen pribadi Ulayya
Dokumen pribadi Ulayya

1. Tahap tanggap darurat

Pada tahap ini, korban akan merasa cemas yang berlebih. Mudah terkejut dan pikirannya sulit fokus. Lalu muncul perasaan bersalah dan penyesalan pada diri korban karena dirinya seorang yang selamat sedangkan anggota keluarganya yang lain atau orang terkasihnya meninggal dunia akibat tsunami, ia pun menyalahkan dirinya sendiri. Emosi dan pikiran korban pasca tsunami tidak dapat stabil karena peristiwa traumatis yang baru terjadi. Mereka cenderung sensitif dan mudah lupa, sering menunjukkan kemarahan dan bertindak agresif, atau bisa juga sebaliknya, yaitu menunjukkan sikap yang apatis. Tidak jarang korban juga merasa kebingungan dan linglung, bertindak histeris dan berbicara tidak teratur. Gejala gangguan psikotik seperti delusi dan halusinasi juga kerap muncul.

2. Tahap pemulihan

Setelah beberapa waktu berlalu dan korban menerima bantuan psikososial dari relawan yang terjun langsung ke lapangan pasca bencana, sebagian besar korban mulai terbiasa menjalani kembali realita kehidupan dan merasa optimis dalam menjalani hidup. Namun tidak jarang, di fase ini rasa kecewa dan marah juga mendominasi perasaan korban dan berbagai gejala pasca-trauma muncul, misalnya PTSD, post traumatic depression dan sebagainya.

3. Tahap rekonstruksi

Setelah setahun atau lebih lamanya pasca bencana, fokus menjalani kehidupan bagi para korban sudah mulai stabil terutama korban yang mendapatkan pertolongan psikologis yang tepat di fase-fase sebelumnya sudah mulai sembuh. Namun, beberapa korban yang tidak ataupun kurang mendapatkan pertolongan secara psikis justru menunjukkan hal yang berkebalikan. Korban-korban yang belum pulih ini cenderung menunjukkan gejala gangguan kepribadian yang sangat serius dan bisa saja bersifat permanen. Pada keadaan seperti ini, resiko bunuh diri meningkat dan juga hubungan korban dengan orang disekitarnya menjadi kurang baik akibat adanya perubahan kepribadian yang menjadi lebih buruk karena sebelumnya tidak ditangani dengan baik.

Berdasarkan ilmu psikologi, banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu korban pulih pasca tsunami, salah satunya adalah melakukan PFA atau Psychological First Aid. PFA ini merupakan teknik menenangkan yang tidak hanya terbatas pada orang dengan latar pendidikan psikologi tapi juga bisa dipelajari dan dilakukan oleh siapa saja secara umum. Tujuannya adalah mengurangi rasa panik yang umumnya dialami oleh korban pasca bencana atau korban yang mengalami kejadian traumatis lainnya.

Dokumen pribadi Ulayya
Dokumen pribadi Ulayya

Selain melakukan teknik PFA pada korban sebagai pertolongan dasar, relawan juga bisa membuat program yang membantu memulihkan keadaan psikis korban. Misalnya dengan merancang kegiatan rekreasional khususnya untuk anak-anak seperti bermain bersama, menyanyi, olahraga, dan semacamnya. Hal ini membantu anak dapat pulih dari traumanya secara perlahan. Lalu relawan juga bisa mengajak korban-korban dari segala usia untuk melakukan kegiatan terapi ekspresif, misalnya menulis ekspresif atau menggambar ekspresif. Berdasarkan penelitian, terapi ekspresif ini memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan, stress dan gejala depresi pada seseorang dan bisa membantunya untuk meregulasi emosi dengan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun