Hal yang Mesti Dilakukan Pasangan/Keluarga Nikah Beda Agama
Pernikahan sesungguhnya adalah seni untuk hidup berpasangan. Dalam nikah seiman atau seagama pun tidak pernah sepi dari berbagai konflik dan masalah. Persoalannya adalah bagaimana sikap pasangan dalam merespon aneka konflik tersebut dan pendekatan apa yang mereka gunakan.
Di kehidupan masyarakat Indonesia pernikahan seiman adalah hal yang lumrah dan justru dianjurkan, namun bukan berarti nikah beda agama itu tidak ada. Bahkan, sebenarnya tren era globalisasi saat ini banyak masyarakat yang melakukan nikah beda agama. Akan tetapi, nikah beda agama bukanlah perkara mudah dan mulus, melainkan penuh tantangan dan amat beresiko, baik ditinjau secara perspektif sosiologis, psikologis, terlebih lagi teologis (sudut pandang agama).
Di tulisan ini, saya hanya ingin mengajak generasi milenial saat ini untuk memahami langkah sederhana apabila ingin melaksanakan nikah beda agama. Melihat fenomena yang ada, seringkali saya melihat rekan, teman, saudara yang kadar cintanya terbentur perbedaan keyakinan. Alhasil hubungan yang telah berjalan menjadi "mandeg", atau berhenti. Ada juga yang berjalan, namun dengan kondisi salah satu pihak harus rela meninggalkan keyakinan dan mengikuti keyakinan pasangannya, agar dapat mudah menikah. Baik secara ikhlas, atau pun secara terpaksa. Sehingga, ujungnya akan timbul konflik batin secara psikologis masing-masing pasangan. Banyak juga yang berakhir dengan perpisahan.
Padahal pernikahan/perkawinan adalah akad yang sangat kuat yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak. Prinsip prinsip pernikahan seperti kerelaan, kesetaraan, keadilan, kemaslahatan, pluralisme, dan demokratis perlu dijunjung tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Tujuan pernikahan adalah membangun sebuah keluarga. Laki-laki bila bertemu dengan perempuan dan mengikatkan diri dalam ikatan kudus perkawinan bisa diibaratkan bersatunya "alu lan lesung" (alu dan lesung, pasangan alat untuk menumbuk padi) dalam falsafah Jawa. Atau laki-laki adalah "yang" dan perempuan adalah "ying" dalam tradisi Tiongkok. Membangun sebuah keluarga adalah membangun rumah tangga. Rumah tangga merupakan tiang tegaknya sebuah negara. Negara akan berdiri bila rumah tangga berdiri, dan ia akan runtuh bila rumah tangganya runtuh.
Pernikahan merupakan pilihan dan tindakan luhur bagi manusia, jalan kemuliaan dan kehormatan. Dengan menikah seseorang melewati rintangan dan godaan paling berat bagi rohani dan jasmaninya. Menikah dapat menyalurkan kebutuhan rohani seperti ketentraman dan kebahagiaan. Serta dapat menyalurkan kebutuhan biologis dengan aman dan nyaman. Namun demikian, seperti halnya pernikahan pada umumnya, pertimbangan, persiapan dan segala kebutuhan mesti dipenuhi. Bagi mereka yang ingin menempuh jalan nikah beda agama sangat baik untuk melakukan tahapan berikut:
1. Konsultasi
Sudah jelas sekali pasangan nikah beda agama sebaiknya melakukan konsultasi. Hal ini perlu dilakukan agar memperoleh pandangan dari berbagai perspektif yang lebih luas. Akan lebih bijak apabila konsultasi secara keilmuan. Menemukan tokoh agama, intelektual, kiai atau lembaga yang memberikan pandangan yang arif tentang nikah beda agama. Perkembangan teknologi sekarang bisa dimanfaatkan dengan mudah. Bisa lewat website, blog, media sosial (facebook, line, instagram, dll). Juga melalui berbagai bacaan literasi baik secara online atau buku yang memuat hal-hal terkait lintas agama.
2.Pikirkan dan Renungkan Secara Jernih
Setelah berkonsultasi, renungkan secara masak-masak keputusan yang akan diambil. Jangan terburu-buru. Sebab, pernikahan adalah wahana untuk berkomitmen dan terkait erat dengan tanggung jawab dan masa depan. Tidak sekedar kebutuhan seksual melainkan urusan hati. Buatlah kesepakatan yang baik serta aturan main untuk menjadi pijakan bersama.