Sore dirundung gelap.
Aku melamuni diam.
Kita begitu lunak, diam melamuni langit-langit
Angin mudah bertiup hilir bergilir.
Kita jatuh melamun.
Diam-diam memikirkan, bagaimana detak berubah detik.
Sementara esok biasa saja jika ini tak kita pikirkan.
Dalam diam kita begitu mengagumi namun.
Langit berdentum, tanda langit bertuankan ruang.
Tangan kita tak cukup merentang menggapai.
Jemari kita kerap menangkap pindar jauh.
Jauh tak terbilang jarak, temaram gilang-gemilang.
Jauh dipikirkan, kita diam membatu.
Sukar dibayang, terjebak dalam syak nan riak.
Pindar berguguran dan mengitari, ucap doa pinta temu seorang yang merindu.
Dirapatkannya telapak tangan.
Kita lagi melamun.
Adu bertanya, riak-riak pikiran dibuat cemar.
Kelap-kelip, bertandang ketuk cahaya ke bumi.
Langit begitu gemar ku pandangi, indahnya ku heran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H